Siluet senja terlihat jelas di bagian barat langit menampakkan warna indah seperti biasanya. Burung-burung berterbangan serentak menuju tempat yang tepat untuk menyambut malam. Serta lingkaran matahari yang kini hanya terlihat setengahnya.
Hari ini adalah hari ketiga Adrian hanya berdiam diri di rumah sejak pagi hingga sore hari. Ia hanya menghabiskan waktu dengan bermalas-malasan di atas ranjangnya, bermain video game miliknya, atau sekedar berlari mengelilingi kompleks rumahnya.
Seperti sekarang ini, wajahnya menampakkan keringat yang mengucur dari kepala hingga dagunya, earphone di telinganya memutarkan beberapa lagu favoritnya, kakinya bergerak lincah menempuh sekeliling kompleks. Sesekali matanya memejam menikmati hembusan angin sore menuju malam.
"Adriann tungguuu!" Luna berada beberapa meter di belakang Adrian, kedua tangannya menggenggam lututnya, nafasnya memburu, larinya berhenti dengan kepala yang mendongkak melihat kaki jenjang Adrian yang masih enggan berhenti.
"Ah lama lu, gue duluan yaaa, lagian ini udah deket rumah kok, lo ga akan nyasar." Adrian membalikkan tubuhnya lalu kembali berlari meninggalkan Luna.
"Ish." dengus Luna.
***
Mobil hitam mewah berhasil memasuki gerbang rumah bernuansa putih, Arga mematikan mesin lalu keluar dari mobil bersamaan dengan Mona.
"Assalamualaikum," ucap keduanya setelah memasuki pintu tinggi berwarna coklat.
"Waalaikumussalam. Tanteeeee!" Luna bersorak melihat sosok yang baru saja memasuki pintu, lalu memeluk wanita paruh baya itu.
"Hai sayang, apa kabar? Adrian mana?" tanya Mona melerai pelukannya.
"Baik Tan, Om sama Tante gimana? Adrian ada di kamarnya,"
"Om sama Tante baik sayang," jawab Arga mengelus rambut Luna yang terurai.
"Yaudah panggil Adrian gih, Om mau bicara sama kalian."
"Oke Om." Luna melangkah menuju kamar Adrian.
"Kita ditunggu om tante di bawah Dri," ucap Luna saat menekan knop pintu kamar Adrian.
Adrian mendengus malas, ia tak pernah mau bertemu Arga yang sedang bersama Mona, baginya perempuan itu telah merenggut₩ sebagian kebahagiaannya.
"Lo duluan aja." Ucap Adrian singkat. Luna kembali menutup pintu kamar Adrian.
Adrian berjalan keluar kamarnya, menuruni tangga hendak menuju ruang makan yang telah terdapat berbagai hidangan makan malam serta disana telah duduk ketiga orang yang menunggunnya.
"Ayo sekarang kita makan dulu." ucap Arga daat baru saja Adrian menduduki kursi di samping Luna.
"Makan yang banyak Adrian, Luna." titah Mona menampakkan senyum merekahnya.
"Sok manis." celetuk Adrian.
"Adrian Muhammad Arsy!" Bentak Arga dengan matanya yang melotot hendak keluar.
"Udah gapapa kok," ucap Luna menenangkan Arga. Adrian hanya mendengus dengan raut wajah yang sangar.
Kemudian keempatnya sibuk dengan hidangan yang disantap. Hanya dentingan sendok dan garpu yang menambah suasana ruang makan kali itu.
"Acara pertunangan kalian akan dilaksanakan tepat pada peringatan pernikahan kami." Ucap Arga, tersenyum pada Mona.
Sontak Adrian dan Luna mendongkak, matanya menoleh ke arah Arga. Keduanya terkaget karena memang tak pernah berpikir sejauh itu.
"Maksud Papah apa?!" Adrian menghentakkan sendok dan garpu di genggamannya kasar.
"Adrian ga mau." Lanjut Adrian dengan nada yang meninggi.
"Kamu harus. Ini pilihan kita, ini yang terbaik buat kamu!" Sahut Arga.
Suasana meja makan kali itu benar-benar tak mengenakan. Mona hanya berusaha menenangkan Arga, sedangkan Luna hanya menunduk dengan pikirannya.
"Sejak kapan Papah urusin apa yang terbaik buat Adri? Toh sejak bunda meninggal pun Papah ga pernah lagi mau tau tentang Adri, Papah ga pernah lagi terlihat seperti seorang ayah yang seharusnya ada untuk anaknya. Sejak kapan Papah peduli? Selama ini Papah cuma peduli sama semua bisnis, terlebih lagi Papah cuma peduli sama dia." Protes Adrian. Kini dirinya benar-benar tak bisa menahan amarahnya sampai menunjuk perempuan yang tepat duduk di samping Arga, ibu tirinya yang ia anggap sebagai penghancur hidupnya.
"Adrian! Jaga ucapan kamu! Bagaimana pun ini ibu kamu!" Bentak Arga.
"Ibu? Mana ada sosok ibu yang lebih mentingin dirinya sendiri, dia hanya wanita kurang kasih sayang sampai-sampai merebut apa yang menjadi milik saya!,
"Papah bukan peduli soal yang terbaik buat Adri, Papah hanya ikutin apa mau dia kan Pah? Iya kan?! Basi! Saya ga akan mau ikut permainan dia Pah." Adrian bangkit dari kursinya, lalu berpaling meninggalkan meja makan tersebut.
Tangan Arga mengepal di atas meja makan, matanya memerah menatap Adrian yang berlalu. Berbeda dengan Luna yang kini masih diam membisu, menunduk dan kemudian terdengar isakan tangis.
"Sabar sayang, kita akan coba bujuk Adri lagi, kamu sabar yaa," ucap Luna, mendekati Luna lalu mengelus kepala Luna.
***
Adrian mengendarai motornya dengan kecepatan di atas rata-rata keluar dari daerah kompleks rumahnya. Pikirannya kalut, ia tak lagi bisa menghadapi Arga yang telah jauh masuk ke dalam permainan Mona.
Sakit yang ia rasakan sudah cukup meluap mengingat kasih sayang Arga yang semakin hari semakin surut, perhatian yang seharusnya ia dapatkan sejak dulu tak sedikitpun ia rasakan. Dan kini ia menjadi bahan perempuan tua itu untuk mendapatkan harta milik orang tua Luna.
Setetes cairan bening berhasil lolos dari sudut matanya, tangannya semakin gencar menarik pedal gas motor yang dikendarainya, membawanya melesat cepat berharap bisa menjadi media meluapkan amarahnya.
"Bunda, Ian rindu..." batin Adrian.
***
ALHAMDULILLAH AKHIRNYA BISA UP😄
Don't forget to voment guys😊
Keep stay and enjoy😂Author penasaran nih, apa sih yang kalian mau dari hubungan Adrian dan Aletha selanjutnya? Akhiri saja atau ...? Kritik saran di kolom komentar yaaaa😄
Bebas berekpresi😂See You❤
KAMU SEDANG MEMBACA
My Boyfriend is Bad Boy
Teen Fiction-[ZONA BAPER] Entah apa yang mereka lihat darinya. Dari lelaki berpenampilan urakan dengan kelakuan yang super absurd itu. Dia yang selalu ingin mendapatkan apa yang dirinya inginkan. Dan benar saja dia memang selalu mendapatkan apa yang menjadi ing...