AdriTha 19

8K 321 4
                                    

'Terkadang mengalah itu perlu walau mungkin tak bersalah, karena keegoisan justru akan menenggelamkan kamu ke dalam jurang penyesalan yang lebih dalam.'

-Alvaro Dwi Devanno

***

Aletha menjatuhkan tubuhnya pada ranjang bertemakan galaxy yang disukainya. Mata nya menatap langit-langit kamar berharap semua masalahnya bisa menempel pada dinding itu lalu akan hilang.

Pikirannya bercabang seperti pohon yang tepat terlihat dari jendela kamar Aletha, menyisakan daun-daun kering yang hampir jatuh atau mungkin akan terbang terbawa angin sore menuju malam.

Tangannya tak henti mengecek ponselnya jika saja Adrian akan menghubunginya, atau mungkin hanya sekedar mengirimkan pesan singkat bertuliskan 'maaf'. Namun setelah beberapa kali mengecek tak ada satu pun notif yang menunjukkan nama 'Adrian Muhammad Arsy'. Kepalanya ia benamkan pada bantal, mencoba menahan tangis yang kan meledak, namun hal itu sama sekali tak membuat bendungan air tertahan di matanya, perempuan itu menangis sejadinya melepaskan segala penat yang dirasanya.

***

Adrian menatap kosong ke arah matahari yang hampir terbenam seutuhnya dari balkon kamar yang selalu menjadi tempat dirinya pada saat suasana hatinya tak sedang baik. Sesekali kedua tangannya mengacak rambutnya sendiri seakan masalah yang ada di kepalanya bisa ikut tersingkirkan oleh tangannya.

Ketukan pintu kamar berhasil membuat Adrian menoleh ke arah ketukan itu, kemudian menampakkan sosok Luna dengan balutan kaos berwarna pitch serta celana jeans selutut yang mendominasi perawakannya yang cukup ideal bagi tubuh perempuan.

"Boleh masuk?" tanya Luna, lalu berjalan menuju balkon dengan nampan berisikan nasi goreng dan segelas susu tanpa menunggu persetujuan dari si pemilik kamar.

Luna menyimpan nampan tersebut di meja balkon, lalu mendekati Adrian melakukan hal yang sama menatap matahari yang hampir terbenam.
Persekian detik tak ada yang memulai percakapan, keduanya larut dalam pikiran masing-masing.

"Adri, nasi gorengnya keburu dingin," ucap Luna akhirnya memecah keheningan.

"Gue ga nafsu makan." decak Adrian masih dengan posisi yang sama.

"Please Adri, kamu harus makan," Luna menggenggam tangan Adrian, memohon kali saja Adrian akan mengikuti permintaannya.

"Jangan paksa gue!" bentakan dan tepisan tangan Adrian membuat Luna mundur beberapa langkah, matanya berkaca seketika, lalu ia berlari keluar dari kamar Adrian dengan membantingkan pintu kamar.

Adrian menatap kepergian Luna, penyesalan menjalar dibenaknya, tak seharusnya ia sekasar itu pada Luna, bagaimana pun Luna hanya ingin dirinya segera makan, perempuan itu tak salah.

Sejak dulu Luna memang memiliki sifat yang lembut, ia tak akan tahan jika ada satu orang pun yang berlaku kasar padanya, dalam detik itu juga perempuan itu akan terpatung dengan matanya yang berkaca, seperti tadi.

***

Luna bersandar pada sandaran ranjang dengan bantal dipangkuannya, air matanya mengering di kedua pipinya, pikirannya sibuk dengan segala pernyataan yang mengharuskannya bersikap pada Adrian, hatinya tentu terluka melihat lelaki yang dicintainya kini berhasil membentaknya untuk pertama kalinya.

Pintu yang terbuka perlahan menyadarkan gadis blasteran Amerika-Indonesia itu dari pikirannya, matanya melihat persekian detik pada seseorang yang ada di balik pintu, lalu kembali membelalakan matanya ke arah lain.

My Boyfriend is Bad BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang