Sorot cahaya matahari masuk melalui jendela salah satu ruangan rumah sakit. Sorot cahaya pagi itu menusuk tepat pada kedua mata tertutup dari gadis yang masih terbaring di ranjang ruangan tersebut.
Perlahan gadis itu membuka matanya, menikmati cahaya yang membuat dirinya terbangun, menikmati angin pagi yang segar, serta awan cerah yang terlihat jelas dari jendela tersebut.
Kini keadaannya lebih baik dari hari kemarin. Tubuhnya terasa lebih berenergi dan terasa hampir kembali sehat. Luka di jidat dan lengannya sudah mengering. Volume darah dalam tubuhnya tentu saja sudah tercukupi akibat pertolongan dari sahabatnya itu. Ia sangat bersyukur tentunya.
Mata Aletha tertuju pada wanita paruh baya yang tertidur di sofa ruangan tersebut. Dengan posisi yang kurang mengenakan, namun wanita itu terlihat begitu lelap.
Lagi Aletha merasa sangat bersyukur, ia dikelilingi oleh orang-orang yang menyayangi dirinya. Terlebih keluarganya. Ia juga bersyukur Tuhan masih memberinya kesempatan hidup.
"Aletha, kamu udah bangun sayang?" Susan membuka matanya perlahan, melihat ke arah putrinya yang lebih dulu terbangun dari tidurnya. Ia berjalan mendekati ranjang anaknya saat dirasa nyawa nya sudah kembali terkumpul.
"Mamaa, kenapa mama nginep disini? Padahal kan aku udah bilang, mama tidur aja di rumah."
"Mama ga akan tenang sayang ninggalin kamu lagi kaya gini. Sebenernya tadi malam Adrian minta mama pulang, tapi mama ga ijinin dia jaga kamu, apalagi orang tua dia minta dia pulang, mama ga sengaja denger omongan dia dan orang tua nya di telfon." jelas Susan.
"Adrian di suruh pulang?" Aletha mengerutkan keningnya, yang ia tahu dari Bella, Adrian tidak tinggal dengan ayah dan ibu tirinya.
"Iya. Awalnya dia kekeh ingin jagain kamu, tapi mama bilang jangan, karena mama ga enak sama orang tuanya, lagian hari ini kan sekolah, kalau dia disini takutnya dia jadi bolos gara-gara jaga kamu."
"Iya sih ma, mama bener." terlihat raut wajah Aletha menunjukkan bahwa dirinya sedih, tentu saja itu dapat dilihat oleh wanita paruh baya yang mendatangkannya ke bumi.
"Ko cemberut sih? Dulu aja bilang ke mama katanya kamu ga akan suka dia blablabla, tapi sekarang? Mulai suka kan kamu?" Susan mencubit hidung mancung Aletha dengan seringai tawa di wajahnya.
"Ish mama apaan sih, b aja kali ma.."
"Ga usah bohong, mama tetep tau. Kalau mama jadi kamu sih pastinya langsung terima dia tanpa sok jaim gitu ckck."
"Ish dasar. Yaudah mama aja yang pacaran sama Adri." dengus Aletha. Perasaannya kini pada Adrian memang sedikit aneh, rasa peduli mulai muncul kepada lelaki urakan itu. Namun tetap saja Aletha masih enggan mengakui perasaannya.
"Yehh, nanti papa sama siapa coba. Emang kamu rela Adri buat mama?" Susan kembali menggoda putrinya.
"Ish."
***
Adrian berjalan keluar dari kelasnya saat akan dimulai pelajaran terakhir hari itu. Ia tak menghiraukan tas nya dan buku yang masih berserakan di atas mejanya sekaligus meja Alvaro itu.
Kali ini ia tak berniat untuk meninggalkan pelajaran. Hanya saja sebelum guru memasuki kelasnya, ia berniat untuk pergi ke kelas Aletha, bukan untuk mencari gadis itu, namun hanya untuk memberi tahu sahabatnya, kalau sepulang sekolah ia akan pergi ke rumah sakit untuk melihat Aletha.
Andai saja bukan perintah dari ibu dari gadis yang dicintainya, tentu saja Adrian memilih untuk bolos demi menunggu Aletha di rumah sakit.
"Reyna" suara Adrian yang tiba-tiba saat baru sampai di pintu terbuka kelas XI IPA 1, membuat setiap pasang mata menoleh ke arahnya, hanya memastikan siapa yang datang.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Boyfriend is Bad Boy
Teen Fiction-[ZONA BAPER] Entah apa yang mereka lihat darinya. Dari lelaki berpenampilan urakan dengan kelakuan yang super absurd itu. Dia yang selalu ingin mendapatkan apa yang dirinya inginkan. Dan benar saja dia memang selalu mendapatkan apa yang menjadi ing...