"Den sarapan dulu, bibi udah siapin!" Titah Bi Minah, seorang wanita paruh baya yang mengurus Adrian dari kecil hingga kini.
"Maaf bi, tapi Ian buru-buru sekarang, Ian pamit ya bi. Assalamualaikum." Adrian menuruni tangga menuju parkiran rumahnya, ia segera menyalakan motor ninja hitam pemberian Papanya dulu. Ia segera menarik gas motornya dengan cepat, padahal waktu masih menunjukkan pukul 5 pagi, dan jarak dari rumahnya ke sekolah pun tidak jauh.
Adrian berhenti di depan rumah yang menurutnya tidak banyak berubah sejak beberapa tahun lalu. Hanya saja warnanya yang berubah dari putih menjadi abu-abu perpaduan dengan warna pink. Ya itu rumah Aletha. Namun, rumahnya yang dulu itu sudah rata dengan tanah, dengan papan kayu bertuliskan 'tanah ini dijual'. Ia tak pernah menyangka, bahwa rumah Aletha masih dengan alamat yang sama. Andai saja ia tahu sejak dulu, dan bodohnya ia tak pernah mencari tahu. Ia begitu merasa bersalah pada Aletha.
***
Aletha menyantap roti isi yang telah disiapkan mamanya. Pikirannya belum juga hilang tentang sms dari kaka kelas absurd itu, Adrian. Belum lagi ia memikirkan tentang lelaki itu yang menyebutnya dengan sebutan 'Atha'. Kenangannya dulu kembali teringat olehnya, padahal selama ini ia begitu keras mencoba melupakan.
"Mah Pah, Atha berangkat yaa." Aletha mengacak rambut adik lelakinya yang masih setia duduk di meja makan itu.
Aletha mengendap pelan mencoba mengeluarkan motor maticnya dari gerbang, ia sangat berusaha agar lelaki urakan yang sudah setia berada di depan rumahnya, tidak melihatnya pergi. Ia malas, tentu saja.
"Alethaaa!" Adrian melajukan motornya menyusul Aletha yang baru saja akan tancap gas meninggalkan dirinya.
"Iya?"
"Malem gue sms lo, ada?"
"Hah?" Aletha pura-pura tak menerima pesan apapun. Ia menyesal bangun terlalu siang tadi.
"Yaudah ga penting. Lo berangkat bareng gue ya." Adrian menggenggam yakin tangan Aletha.
"Ga usah ka. Gue mau berangkat sendiri."
Secara spontan Adrian merebut motor yang dituntun Aletha, ia kembali mendorong motor Aletha memasuki gerbang rumah Aletha yang masih terbuka.
"Apa-apaan sih ka?! Gue gamau!" Nada bicara Aletha meninggi, menandakan bahwa ia memang tak suka dipaksa.
"Udah ayo! Lo ikut gue sekarang, atau lo ga akan gue biarin pergi ke sekolah." Perkataan Adrian benar-benar membuat Aletha terpaksa harus mengikuti lelaki itu, ia tak punya pilihan.
Sepanjang jalan Aletha sama sekali tidak membuka mulutnya. Rasanya percuma saja jika ia mengomel, lelaki itu akan tetap pada apa yang diinginkannya. Tangannya ia masukkan ke dalam saku jaket hoodie berwarna biru muda yang ia kenakan. Sesekali ia menggenggam behel belakang motor, jaga-jaga jika suatu saat lelaki yang kini sedang membonceng dirinya menancap gas tiba-tiba.
"Ko jalanin motornya pelan banget? Lama, keburu telat." Akhirnya Aletha membuka percakapan, karena Adrian yang begitu pelan mengendarai motornya, sedangkan dirinya saja membawa motor tidak selambat itu, bahkan bisa dikatakan selalu diatas kecepatan rata-rata.
"Gue gamau lo jatuh Athaa." Ucap Adrian lembut.
"Tapi gue udah biasa ko ngebut."
KAMU SEDANG MEMBACA
My Boyfriend is Bad Boy
Teen Fiction-[ZONA BAPER] Entah apa yang mereka lihat darinya. Dari lelaki berpenampilan urakan dengan kelakuan yang super absurd itu. Dia yang selalu ingin mendapatkan apa yang dirinya inginkan. Dan benar saja dia memang selalu mendapatkan apa yang menjadi ing...