AdriTha 36

11K 322 65
                                    

Sore itu, dengan lembayung senja yang terlihat dari setiap penjuru rumah sakit, Aletha berjalan dengan tetesan air mata yang tetap saja menetes padahal bibirnya tersenyum. Perasaan lega, senang dan tak sabar untuk menemui lelaki yang kini telah sadar. Ia lega setelah mendengar apa yang dijelaskan Vanka, untuk pertama kalinya ia merasa menjadi seorang perempuan yang beruntung. Selama hidupnya yang dirasa kacau justru ia adalah seseorang yang tak pernah berhenti dicari oleh Adrian.

Entah bagaimana, namun kali ini Aletha bersyukur atas bertahun-tahun lamanya semesta memberi jarak untuknya dan Adrian. Kini jarak selama itu membuat Aletha sadar bahwa apa yang telah terjadi adalah awal dari ceritanya. Setiap harap akhir kebahagiaan kini muncul lagi dalam benaknya. Selama itu, ia sadari bahwa jeda dan jarak itu bukan penghentian, melainkan selama itu ceritanya tetap berjalan pada jalan yang berbeda, pada penantian yang tak dirasa. Bukan hanya ia yang kesakitan, justru lelaki itu yang diberi rasa sakit lebih besar darinya, kehilangannya , juga kehilangan ibunya.

Tok-tok-tok.
Aletha mengetuk pintu itu canggung. Matanya melihat ke arah dalam melalui jendela panjang yang ada di pintu ruangan itu. Hatinya tak karuan sekarang, rasa bersalah, malu karena cemburu, juga ia benar-benar tak ingin kelihatan terburu-buru walau sebenarnya ia tak sabar. Ia bersikeras mempertahankan harga dirinya. Wkwk

Sedangkan di dalam sosok lelaki itu pura-pura mengabaikan Aletha. Berusaha menahan tawanya karena tingkah perempuan itu. Jarinya menari di atas benda pipih yang dimainkannya. Berusaha terlihat seperti sama sekali tak mendengar ketukan pintu. Adrian tak ingin kalah. Dan tentu saja untuk mengisengi Aletha.

'Dih apaansi masih aja sibuk sama hp.' Batin Aletha mendengus.

TOK-TOK-TOK!
Kali ini Aletha kembali mengetuk pintu lebih keras. Agar sang puan menyadari bahwa dirinya menunggu untuk dipersilakan masuk.

Adrian masih bersikeras menahan tawa. Ia menoleh ke arah kaca dipintu , lalu melambaikan tangannya sebentar mengisyaratkan Aletha untuk masuk. Setelah itu Adrian kembali mengalihkan perhatiannya pada ponsel di genggamannya.

Aletha membuka knop pintu. Berjalan pelan menuju Adrian yang terlihat sangat sibuk sekali dengan ponselnya. Ia berusaha menahan kesal.
Sampai kini Aletha sudah tepat di samping Adrian, namun lelaki itu masih saja fokus dengan kegiatannya. Bahkan nyaris tak menghiraukannya.

"Ngapain si?!" tanya Aletha kesal, sembari merebut barang yang dimainkan Adrian.

"Aku dateng kesini itu mau lihat kondisi kamu. Ini udah disini yang dijenguk malah sibuk sendiri. Kaya orang yang ga ngalamin koma beberapa hari. Tau gini dah lah ga usah aku kesini. Ngapain, toh yang dikhawatirin juga baik baik aja kayanya." omel Aletha. Adrian masih berusaha cuek dan menahan senyum gemasnya.

"Apaan si, datang udah marah-marah aja. Jenguk kok kaya ngajak ribut. Sini balikin!" terpa Adrian. Tangan kanannya berusaha meraih ponsel yang dirampas Aletha.

"Cepet siniin. Malah main ambil aja kamu. Cepet sini, penting itu!" Lanjutnya.

"Sepenting apa sih! Emangnya siapa yang kamu chat sekarang?! Cewek baru?" Aletha kepanasan mendengar perkataan Adrian.

"Penting dah pokoknya. Bukan urusan kamu."

"Terserah." ketus Aletha, lalu melempar ponsel Adrian ke empunya. Lalu berjalan membelakangi lelaki itu dan berniat pergi dari situ.

"HAHAHAHA. Marah nihhh. Woy Athaaa!" tawa Adrian pecah melihat kecemburuan Aletha.

"Apaan si. Udah lah lanjut aja tuh chattan sama yang lebih penting."

"Hey jangan pergi dong. Emang kamu tau siapa yang aku chat?" tanya Adrian menaikkan sebelah alisnya dengan senyum jail di wajahnya.

"Ga peduli." jawab Aletha menoleh sebentar.

My Boyfriend is Bad BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang