"Kamu tidak lelah? Berada dalam pikiranku, mengganggu dan mengusik, berkeliling sesukamu, padahal aku tak mau."
-Aletha Titania Sasha
Jam masih menunjukkan pukul 8 malam. Setelah makan malam, Aletha memutuskan untuk memasuki kamarnya, merebahkan tubuhnya yang cukup lelah. Namun dirinya belum juga bisa tenang dari gelisahnya. Isi kepalanya kini dipenuhi oleh lelaki urakan itu. Adrian.Aletha membuka benda pipih yang sedari tadi di genggamnya. Ia tutup lagi, ia buka lagi, terus seperti itu. Rasanya ia seperti sedang menunggu pesan dari lelaki itu, entah mengapa tapi ia benar-benar menunggu. Pikirannya yang penuh akan Adrian, membuat dirinya tak bisa berhenti dari kegelisahannya. Ia terus memikirkan bad boy itu.
"Aletha sadar Alethaaa. Dia cuma lelaki urakan yang mungkin hanya akan jadi php. Jangan sampai berharap Athaaa amit amitt amitt amitt." Aletha menyadarkan dirinya menepuk pipi dengan kedua tangannya.
Lelaki itu benar-benar memutarbalikan jalan pikir Aletha. Dari banyaknya lelaki yang mendekatnya, sebelumnya ia tak pernah menghiraukan, tapi kenapa sekarang rasa beda.Aletha melempar asal benda pipihnya di sekitar kasurnya. Jangan nunggu jangan. Pikirnya. Lalu ia menelungkupkan wajahnya pada bantal yang ada di pangkuannya. Berusaha menghilangkan pikiran tentang most wanted sekolah itu.
Belum lima menit ponselnya ia abaikan, benda pipih itu bergetar lebih dari satu kali, menandakan ada panggilan masuk. Dengan sigap Aletha meraih kembali ponselnya, dilihatnya nomor tanpa nama, namun ia ingat tiga angka terakhir dari nomor itu, ini nomor Adrian.
"Arghhhhh! Kenapa haruss! Gue harus gimanaa, harus gimanaaa!" Alih-alih mengangkat panggilan, Aletha malah mondar-mandir tak jelas, sesekali mengacak rambutnya prustasi.
Salting kali ah wkk.
Halo? .Akhirnya Aletha mengangkat panggilan itu. Panggilan yang ia tunggu.
Siapa? .tanyanya lagi, pura-pura tak tahu.
Gue pacar lo, Adrian Muhammad Arsy.
Sejak?
Sejak beberapa tahun lalu
Gue serius
Jangan serius-serius ah, gue ga tahan.
Ish .Aletha mendengus, namun senyumnya tak luput dari wajah manisnya, mendengar tawa kecil dari lelaki itu yang samar ia dengar. Namun ia tetap bersikap sok cuek.
Besok hari sabtu.
Iya tau, ga usah ngasih tau.
Besok gue jemput jam 9.
Mau kemana? Gue ga mau.
Ke hatiku?
Ish.
Lo harus mau, besok gue ke rumah lo.
Gue gasuka dipaksa. Gue gamau.
Gue gasuka ditolak. Gue mau.
Selamat tidur Atha sayang, see you.Belum sempat Aletha menolak kembali. Panggilan sudah diakhiri dari sebrang sana.
Aletha semakin gelisah, ia berguling-guling diranjangnya seperti anak kecil yang kegirangan. Setiap kata yang baru saja terucap dari lelaki itu, membuatnya tertawa sendiri. Kenapa harus. Pikirnya.
***
Makanan ringan yang berhamburan disekitar karpet coklat yang berbulu tebal, tak dihiraukan. Ketiga lelaki itu tetap fokus pada layar tv di hadapannya, dengan tangan yang tak diam mengotak-ngatik memainkan remot game Play Station itu. Sambil sesekali ketiganya meraih berbagai makanan ringan yang tersedia.
"Kebiasaan lo maksa orang Dri." Ucap Alvaro, dengan pandangan yang tak beralih dari layar di hadapannya.
"Bodo amat. Gue yakin Aletha sebenernya seneng. Gue kan hebat." Jawab Adrian di sebelahnya, dengan posisi yang sama.
"Hebat modusin cewe sih iya." Celoteh Revan.
"Kapan gue modusin cewe anjir." Adrian mengelak pernyataan yang sama sekali tak benar tentangnya.
"Biasanya disini ada Ifan." Tiba-tiba saja Alvaro mengalihkan pembicaraan, Adrian dan Revan sempat menoleh ke arah Alvaro.
"Ga usah dibahas lah, males gue." Adrian benar-benar enggan membahas lelaki itu.
"Ga nyangka gue, dia sahabatan sama kita udah dari dulu. Tapi cuma masalah cewe, dia jadi goblok gitu." Revan menekankan pembicaraannya.
"Kemarin dia ngancam gue."
"Hah?! Maksud lo?" Alvaro dan Revan kompak menoleh ke arah Adrian, menunggu penjelasan.
"Waktu gue duel basket sama dia, itu tantangan dari dia. Dia bilang kalau gue menang, dia berhenti ganggu Aletha."
"Jadi pas lo basket sama dia, dia buat masalah baru? Ga nyangka gue."
"Iya Al, tapi gue yakin, walaupun kemarin gue yang menang, itu cuma akal-akalan dia biar gue lengah. Tapi gue ga sebego itu, gue bakal terus jaga Atha."
"Jadi bener Aletha itu, Atha perempuan kecil lo? Gue inget, pernah main sama dia dulu. Tapi gue ga sadar kalau Atha itu Aletha." Tanya Alvaro memastikan.
"Yap. Gue nyesel ninggalin dia dulu. Tapi dulu gue terlalu kecil buat nolak orang tua yang nyuruh gue sekolah di luar negeri."
"Dulu kan ibu gue nyuruh lo tinggal sama gue aja Dri, lah lo yang gamau." Ucap Alvaro.
"Iya tante juga sempet bilang sama bunda gue Al. Tapi waktu itu gue yang nolak, gatau kenapa gue gamau jauh dari bunda. Mungkin itu feeling gue."
"Ga usah melow. Bunda lo udah tenang di alam sana Dri." Ucap Revan, dirinya bisa merasakan bagaimana rasanya ditinggal orang tuanya, toh nasib dirinya tak jauh beda dari Adrian, hanya saja ibu tirinya tak sejahat ibu tiri Adrian.
"Kan ada mama baru lo Dri wkwk." Celetuk Alvaro.
"Yang kaya gitu lo sebut mama. Mana ada seorang ibu yang berusaha jauhin anaknya dari papanya sendiri."
"Iya iya gue ngerti Dri."
"Aletha udah tau kalau lo itu Ian yang ia kenal dulu?" Tanya Revan kembali memecahkan keheningan sesaat itu.
"Belum."
"Lo ga akan kasih tau?" Tanya Alvaro.
"Nanti, gue nunggu waktu yang tepat. Gue ga yakin Aletha bisa nerima gue lagi dihidupnya, setelah gue ninggalin dia."
"Tapi kan Dri, dulu itu lo masih bocah, dia juga. Ga ada yang harus disalahkan." Celetuk Revan.
"Tapi ga segampang itu. Dia itu udah anggap gue penting dihidupnya dulu, sejak gue dan dia masih balita dan sampai detik gue ninggalin dia. Gue yakin itu bagian dari luka dia." Jelas Adrian.
Diantara ketiganya kembali hening. Tak ada lagi yang memulai percakapan. Mereka hanya kembali fokus pada layar dihadapannya, padahal waktu sudah menunjukkan pukul 2 dini hari. Memang sudah menjadi biasa, jika sedang bermain game, seseorang bisa lupa akan waktu.
***
Voment nya yaaa, hargain udah nulis panjang wkwk:v
Add to the library guys❤
KAMU SEDANG MEMBACA
My Boyfriend is Bad Boy
Teen Fiction-[ZONA BAPER] Entah apa yang mereka lihat darinya. Dari lelaki berpenampilan urakan dengan kelakuan yang super absurd itu. Dia yang selalu ingin mendapatkan apa yang dirinya inginkan. Dan benar saja dia memang selalu mendapatkan apa yang menjadi ing...