'Sekali dia milikku, maka seterusnya dia akan tetap milikku, tak peduli apapun itu.'
-Adrian Muhammad Arsy
***
Adrian menaikki tangga menuju loteng sekolah dengan cepat, kedua tangannya mengepal, emosinya kalap tak bisa lagi ia kendalikan.
Lelaki itu memukul tembok di hadapannya dengan kepalan tangan kanannya, darah segar menetes seketika mengenai kaos putih yang ia kenakan, matanya terpejam mencoba meredam emosi.
Lelaki itu merogoh sakunya mengeluarkan benda pipih, lalu membuka aplikasi pesan, melihat dan memastikan bahwa pesan yang ia kirim untuk Aletha sudah dibaca oleh perempuan itu. Ia tak habis fikir bagaimana mungkin Aletha mengabaikannya, dan memilih untuk menemui lelaki lain, terlebih lagi Ifan.
Ia duduk menyandarkan tubuhnya, menyulut sebatang rokok yang kini telah ada digenggamannya, memejamkan mata berusaha tak peduli perihal apa yang telah terjadi.
***
Aletha kembali memasuki lapangan sekolah dengan ramainya siswa yang masih mengikuti acara peringatan sekolah. Matanya mengeledah ke setiap penjuru sekolah, sesekali ia bertanya pada orang-orang yang barangkali melihat sosok Adrian.
Pikirannya terlintas pada satu tempat yang belum ia datangi, ya loteng. Tempat dimana Adrian akan menuju ke tempat itu pada berbagai situasi. Dengan cepat Aletha berlalri ke arah loteng tanpa menghiraukan beberapa teman-temannya yang menyapa.
Mata Aletha memejam seketika saat dirinya berada di akhir anak tangga teratas. Sorotan matanya kemudian kembali pada sosok lelaki yang kini terlihat sangat hancur.
Merasa ada langkah yang mendekati, Adrian membuka matanya, menemukan Aletha yang semakin mendekatinya dengan mata yang tak lepas darinya. Adrian bungkam, membuang pandangan, seperti Aletha bukanlah sosok yang selalu ingin ia lihat.
"Maaf," sepatah kata itu berhasil lolos dari mulut Aletha, membuat si puan mendongkak menatap sekilas ke arah Aletha yang tepat berada di hadapannya dengan posisi berdiri.
Adrian membuang sisa rokok asal, ia berdiri tegap, beberapa detik Adrian menatap Aletha tajam, namun terlihat jelas kekecewaan pada bola matanya. Lelaki itu kemudian berlalu tanpa mengatakan apapun.
Aletha kini masih berdiri terpaku, memutar tubuhnya melihat punggung lelaki yang melangkah menjauh dan bahkan enggan untuk merespon dirinya.
"Maaf!" lontaran tegas berhasil menghentikan langkah Adrian, dan membuat lelaki itu berbalik.
"Lo udah antepin gue padahal gue nunggu lama, tiba-tiba gue liat lo sama si bangsat itu. Terus lo minta maaf?"
Deg. Perkataan Adrian membuat Aletha merasa seperti terpukul keras, ucapan lelaki itu kini telah menjadi pisau yang siap menghadangnya kapanpun, menyakiti. Bahkan kini Aletha hanya bisa berkaca-kaca dengan pikiran yang tak henti menebak, mengapa lelaki di hadapannya begitu sangat marah. Dia tak mengerti apa maksud ucapan Adrian 'mengabaikannya'. Kini lelaki di hadapannya terasa sangat berbeda, bukankah biasanya lelaki itu akan lebih dulu mendengar penjelasannya, atau ia justru akan menghajar Ifan seperti biasanya tanpa mau tau alasannya karena ia tahu bagaimana Ifan sebenarnya, kenapa sekarang seperti ini.
"Aku ga ngerti," dengan sisa-sisa kesabaran Aletha berusaha menanyakan apa maksud Adrian.
"Terserah!" Adrian kembali membalikkan tubuhnya hendak melangkah pergi.
"Apa serumit ini, kesalahpahaman ngebuat kamu marah bahkan ga mau menjelaskan. Aku ga ngerti kamu kenapa, kamu berubah, salah paham itu udah biasa kan? Tapi kenapa kamu ga bisa jadi kamu yang biasanya lebih ngerti bahkan sebelum aku mulai menjelaskan?! Kenapa kamu semarah itu seakan aku benar-benar salah?! Egois!" emosi Aletha ikut memuncak, air matanya tak lagi bisa ia bendung, ia berdecak meninggalkan Adrian yang terpaku mendengar ucapannya.
"Shit!" Adrian semakin frustasi melihat Aletha yang kini justru balik marah kepadanya. Seakan Aletha tak menyadari apa kesalahannya, yang telah mengabaikan dan memilih menemui orang lain.
***
Ifan tersenyum puas melihat Aletha yang berlari sambil menangis dari arah loteng, ia yakin pasti Adrian yang telah membuat perempuan itu menangis, dan kini Ifan dapat menyimpulkan bahwa hubungan diantara keduanya akan segera berakhir.
Rangkaian rencana yang akan dilakukannya telah tersusun rapi, untuk menghancurkan Adrian dan untuk mendapatkan Aletha.
"Luna!"
Merasa namanya terpanggil Luna mencari asal suara itu, ia menemukan sosok Ifan yang melambaikan tangan ke arahnya. Ia berjalan mendekati Ifan.
"Lanjutin apa yang harus lo lakuin, gue yakin bentar lagi Adrian jadi milik lo, lo udah lakuin hal yang bener," Ifan menepuk bahu Luna sebelum akhirnya berlalu.
Senyuman puas terbentuk dari bibir Luna, kini ia kembali memiliki kesempatan untuk dekat dengan Adrian.
Luna berjalan santai sepanjang lorong, memainkan ponselnya, lalu mengetik sebuah pesan yang tentu saja akan ia kirim untuk Adrian. Ia juga mengirim pesan untuk Mona, ibu tiri Adrian, salah satu orang yang begitu menginginkannya bersama dengan Adrian.
Mata Luna menyipit tatkala melihat Aletha dari luar jendela kelas XI-IPA 1 terduduk di bangku dengan mata yang terlihat sembab dan isakan tangis yang jelas terdengar. Rasa bersalah pada dirinya menjalar begitu saja, namun ego nya masih menguasainya, ia kembali melangkah menjauh tak peduli.
"Sorry Tha, gue juga cinta Adrian, gue ingin dia." gumam Luna.
***
"Coba saja sekali kamu berkhianat pada sahabat, maka kamu tak akan lagi mendapat kepercayaan sebesar langit yang senantiasa memberi keindahan untuk dirasakan."
***
Hollaa akhirnyaa update Alhamdulillah😅
Don't forget to voment guys😊See you❤
KAMU SEDANG MEMBACA
My Boyfriend is Bad Boy
Teen Fiction-[ZONA BAPER] Entah apa yang mereka lihat darinya. Dari lelaki berpenampilan urakan dengan kelakuan yang super absurd itu. Dia yang selalu ingin mendapatkan apa yang dirinya inginkan. Dan benar saja dia memang selalu mendapatkan apa yang menjadi ing...