Chapter 6

4.6K 267 34
                                        

Sore ini, Melody duduk di bangku panjang di balkon kamarnya. Kedua tangannya sibuk menyetel senar biolanya. Biola milik Samuel yang sudah lama tidak dipakai. Samuel dulu adalah pemain biola yang hebat. Ia sudah berkali-kali mendapat penghargaan atas kemahirannya itu. Melody berniat untuk sesekali memakai biola itu juga. Toh sekarang, Samuel jarang, bahkan tidak pernah memakainya. Ia selalu sibuk dengan urusan kantor.

Tiba tiba, sepasang tangan merangkul pundak Melody dari belakang. Melody mendongakkan kepalanya, dan melihat Musical tengah tersenyum ke arahnya. Melody menghentikan aktivitas nya. Kedua tangannya beralih ke tangan kakaknya. Ia menurunkannya dan menuntun kakaknya untuk duduk di sebelahnya.

"Kamu lagi ngapain?" Tanya Musical lembut.

"Nyetel biola Papa, kak. Sayang kalo ngga dipake. Papa kan udah ngga pernah make sekarang."

Musical menarik kepala Melody dan meletakkannya di pundaknya. "Mau kakak bantu?"

"Ngga usah. Melody bisa sendiri kok. Lagian bakat kakak kan di gitar sama piano, kakak setel aja gitar sama piano kakak. Melody ngga mau ya kalo sampe senar biola Melody harus putus lagi gara gara kakak yang nyetel."

Musical terkekeh geli mendengar jawaban adiknya. Ia jadi ingat kejadian tahun lalu. Waktu itu Melody terlihat kesulitan saat menyetel biolanya. Musical menghampiri adiknya dan berniat membantunya. Saat Musical sibuk menyetel biola adiknya, tiba tiba dua dari empat senar biola itu putus bersamaan. Melody merasa kesal dengan ulah kakaknya. Hingga waktu itu Melody mendiamkan Musical selama dua hari. Melody baru berhenti mendiamkan Musical saat Musical sudah mengganti kedua senar biolanya yang putus.

"Iya deh iya. Lupain aja lah kejadian itu, kan kakak udah ganti senarnya."

Melody mengerucutkan bibirnya. Bagaimana bisa ia melupakan kejadian dimana salah satu benda berharganya dirusak oleh orang lain, biarpun itu kakaknya sendiri. Bukan dirusak sebenarnya. Hanya saja Melody tidak punya kata lain untuk menggambarkannya.

Melody menegakkan kepalanya yang ada di pundak Musical. Ia mengambil biola milik Papanya. Mungkin itu akan menjadi biola miliknya. Biola keduanya. Ia melanjutkan menyetel biola itu.

"Terus kakak dikacangin nih?" Musical mengambil biola yang ada di tangan Melody. Kemudian meletakkannya di meja. Melody sempat mendengus kesal sebelum akhirnya ia mendengar perkataan Musical.

"Kali ini, kakak minta quality time sama adik kesayangan kakak."

Melody yang mengerti arah pembicaraan Musical, kembali meletakkan kepalanya di pundak kakaknya. Melody dan Musical memang selalu menyempatkan waktu untuk quality time mereka. Entah itu untuk hang out, makan bersama di luar, atau hanya duduk berdua sambil bercerita banyak hal tentang keseharian masing-masing seperti saat ini.

"Melody kangen sama kak Musical. Udah lama kita ngga duduk berdua kaya gini. Quality time kita yang terakhir, Minggu lalu, kita nonton. Minggu yang lalu lagi, kita makan bareng di cafe Jepang yang baru buka itu." Melody mengingat kembali waktunya saat bersama dengan kakaknya. Jujur, Melody lebih dekat dengan kakaknya dibanding dengan kedua orangtuanya. Bukan karena problem, hanya saja Melody merasa lebih nyaman saat bercerita segala hal kepada Musical.

"Kakak juga kangen sama kamu, my little Princess." Tangan kanan Musical terulur mengusap rambut Melody.

"Gimana hari hari kamu?"

"Semua baik. Ada Ghevi yang suka heboh, ada Yasmine yang suka baper, ada Ahmad sama Dania yang suka ribut, ada Dimas yang suka narikin uang kas, ada Rendy yang suka ngingetin Melody buat ngabsen anak anak kelas, ada Venus si cowok aneh yang nyebelin, ada---" Melody kaget mendengar perkataannya sendiri. Dia menyebut siapa tadi? Venus? Arrgghh apa yang Melody pikirkan?!

"Venus? Nyebelin? Venus siapa? Nyebelin kenapa?" Tanya Musical berturut-turut.

Melody menggeleng cepat. "Hah? Emm..itu..bukan siapa siapa."

Music tersenyum tipis melihat perubahan sikap adiknya. "Cerita sama kakak."

Oh my God! Melody selalu tidak pernah bisa berbohong pada kakaknya. Musical seakan selalu bisa membaca pikiran Melody.

"Venus itu...Melody ngga kenal, kak. Ngga tau gimana ceritanya, Venus tiba tiba dateng, terus ngomongin hal secara singkat yang Melody ngga ngerti sama sekali."

Musical mengerti, sekarang adiknya belum ingin bercerita apapun tentang cowok bernama Venus itu.

Melody teringat dengan perkataan Venus kemarin. 'Gue cuma mau lo ikut kompetisi itu. Sampe ketemu di gedung kota besok lusa.' Ia merasa, Venus tidak main main dengan ucapannya.

"Kak? Pendaftaran kompetisi biola besok lusa masih dibuka ngga?"

Yang ditanya mengerutkan keningnya. "Setau kakak sih udah ditutup. Kan kompetisinya tinggal besok lusa. Kenapa?"

"Melody mau ikut kompetisi itu, kak."

Gadis itu menampilkan wajah memelasnya. Ia sebenarnya tidak ingin menyusahkan Musical. Ia tau Musical akan berusaha memenuhi keinginannya. Selama ini pun Melody cukup tau diri jika ingin meminta sesuatu pada kakaknya.

"Yaudah, nanti kakak daftarin ke sepupunya temen kakak. Kakak udah kenal sama dia kok."

Nah, baru saja Melody membatin, kakaknya langsung memenuhi keinginannya.

"Thank you very much, brother." Melody menarik hidung Musical. Sudah menjadi suatu kebiasaan. Jika Musical lebih sering mencubit pipi Melody yang bisa dibilang tembam itu, maka Melody lebih sering menarik hidung Musical yang memang sudah mancung.

"Hidung kakak udah mancung ya." Musical membalas Melody dengan mencubit pipinya.

Mereka akhirnya tertawa bersama. Melody mengabaikan sebentar biolanya. Ia ingin menghabiskan sore ini bersama kakaknya. Berdua, menikmati senja di balkon kamar Melody.

***

Holaa👋iya author tau ini pendek, kan kemarin udah apdet sekaligus 2 part, jadi sekarang singkat aja ya :v

See u next part ^_^

Salam hangat,
Syanantha ❤

Melody [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang