Chapter 22

3.6K 193 28
                                    

Gadis itu menguap lebar sambil meregangkan tubuhnya yang masih terbalut selimut tebal di atas kasurnya. Ia meraba nakasnya, mencari keberadaan benda pipih kesayangannya. Setelah didapat, ia membukanya dan menemukan beberapa notifikasi.

Ada satu notifikasi WhatsApp yang membuat keningnya berkerut. Sebuah pesan singkat yang dikirim tadi malam oleh sang pengirim yang belum ia buka. Ia membuka room chat pengirim itu.

Venus
Gue tunggu lo di cafe depan sekolah jam 7 besok pagi.

Ghevi mengecek jam dinding yang menempel di tembok kamarnya. Sudah jam 06.30. Beberapa detik Ghevi terdiam, di detik ke lima, ia tersadar. Ia segera masuk ke kamar mandi, melakukan istilah 'mandi bebek'. Tak sampai dua menit, ia keluar dari kamar mandi, merapihkan baju dan rambutnya. Ia menyambar sling bag miliknya, memasukkan ponsel dan beberapa lembar uang. Ghevi tidak pernah memakai dompet karena ia memang tidak suka, ribet katanya.

Ghevi turun terburu-buru, mengambil roti yang sudah dioles selai coklat di atas meja makan. Ia segera berpamitan pada Bundanya dan berlari ke garasi mengambil motor Scoopy nya. Ia keluar dari pagar rumahnya, mengendarai motornya dengan kecepatan sedang. Ghevi cukup tau diri, se-terburu-burunya ia, ia tidak pernah mengendarai motor dengan kecepatan diatas rata rata.

Lima belas menit kemudian, ia sampai di cafe depan sekolah. Ia memarkirkan motornya terlebih dahulu lalu masuk kedalam cafe. Terlihat seorang cowok yang sudah ia kenali di pojok cafe yang fokus dengan ponselnya.

"Hei." Sapa Ghevi.

Yang disapa mengangkat kepalanya, tersenyum tipis. Ia meletakkan ponselnya di atas meja.

"Sori ya, gue telat. Gue baru bangun, chat lo juga baru gue baca tadi pagi." Jelas Ghevi.

"Ngga papa." Jawab Venus singkat. "Lo pesen dulu gih." Lanjutnya.

Ghevi memanggil waiters lalu mengatakan pesanannya. "Lo ada apa ngajak gue kesini?"

"Ada yang mau gue bicarain sama lo."

"Iya gue tau. Maksudnya tentang apa. Langsung ke intinya aja deh, gue pusing kalo harus basa basi dulu."

Venus tersenyum miring, cewek dihadapannya persis sekali dengan sahabatnya, Gilang. Bicara ceplas-ceplos tanpa ada rasa malu. Padahal ini pertama kalinya ia akan bicara panjang lebar dengan Ghevi.

"Aduh, Venus. Lo jangan kebanyakan senyum deh. Ntar repot kalo gue baper." Goda Ghevi dengan kekehannya.

"Gue ma---" perkataan Venus terpotong oleh seorang waiters yang mengantarkan pesanan Ghevi. Waiters itu akhirnya pergi setelah Ghevi mengucapkan terimakasih. "Lanjutin Ven."

"Gue mau bicarain tentang Melody."

Ghevi tersenyum kecil, "Udah gue duga,"

"Apa yang mau lo bahas?" Lanjutnya.

"Gue mau tanya tentang....masa lalu Melody." Ucap Venus ragu. Ghevi yang saat itu sedang menyeruput coklat panasnya sedikit terbatuk setelah mendengar perkataan Venus.

"Lo bicara sama orang yang tepat, Ven. Gue tau sebagian besar masa lalu Melody. Entah ini cuman firasat gue atau emang bener, gue ngerasa kalo pertanyaan lo bakal menjurus ke biola." Ucap Ghevi santai.

"Ya. Firasat lo bener. Pertanyaan gue emang bakal menjurus kesana."

Ghevi menggeser cangkir coklat panasnya, lalu meletakkannya kedua tangannya di atas meja. Matanya fokus menatap Venus. "Atas dasar apa lo pengin tau tentang hal itu?"

Venus menceritakan secara rinci semua pertemuannya dengan Melody, termasuk pertemuan pertamanya, lima tahun yang lalu. Ghevi yang memang telmi itu, terdiam sebentar, mencerna semua cerita Venus. Venus sendiri sibuk bersumpah kalau ia hanya akan bicara panjang lebar seperti ini hanya untuk Melody. Ia merasa sedikit aneh dengan dirinya saat bercerita kepada orang lain.

Melody [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang