Jadi selebriti itu susah. Siap mental dan siap fisik. Lalisa sudah tahu konsekuensinya sejak ia dengan berani datang seorang diri ke negara yang dari bahasa, budaya, dan makanan yang berbeda dari tempatnya tinggal.
Agensinya bahkan sudah memberitahu mengenai bayaran yang lebih sedikit yang ia dapatkan dari anggota dari Korea Selatan jika debut nantinya. Lalisa menerimanya karena bukan persoalan uang yang ia impikan — baginya itu hanya bonus, semua ini persoalan mimpinya, berdiri diatas panggung bernyanyi dan menari. Satu hal yang selalu membuatnya bahagia.
Ketika fotonya dan Bambam yang berpelukan itu dilemparkan dihadapannya, kalau ia boleh jujur, ia ingin pingsan saat itu. Ia merasa dunianya seakan runtuh, apa yang ia bangun dan perjuangkan selama bertahun-tahun seolah menghilang.
Namun saat Jiyong dan Teddy mengatakan akan menyelesaikan semuanya, Lalisa benar-benar merasa bersyukur juga bersalah.
Mungkin saat itu perasaan Lalisa sudah berubah, sedikit demi sedikit tanpa ia sadari. Lalisa bahkan masih membantahnya saat berita Daragon dan terakhir Juyeon. Namun Jiyong tidak menunjukkan akan mundur justru Jiyong semakin menunjukkan perasaannya pada Lalisa.
Lalisa terus menolak bahkan benar-benar merasa ada batasan yang sudah ia lewati, dia terlalu percaya diri mengira ada sesuatu yang serius. Tetapi saat Jiyong mengatakan akan benar-benar berhenti, Lalisa tidak bisa lagi untuk menolak.
Lalisa melangkah lebih dulu untuk pertama kali semenjak segala penyangkalan yang ia coba lakukan. Ia hanya punya dua pilihan saat itu dan dua pilihan yang sama-sama membuatnya ketakutan setengah mati.
Satu sisi ia takut untuk patah hati, setelah berita Juyeon, Lalisa mulai merasakan betapa bedanya dunia Jiyong dan dunia miliknya. Satu sisi yang lainnya, ia juga takut untuk menjadi dua orang asing dengan Jiyong yang sudah membantunya banyak.
Hanbin memainkan pinggiran kaleng bir-nya, menghela napas dan menatap langit mendung diatas kepalanya. ''Hyung akan bahagia dan sedih mendengarnya,'' gumamnya.
Lalisa mengangguk setuju, ''Aku hanya terlalu takut oppa tapi aku merindukannya.''
''Sudah berapa banyak jelly yang kau makan?''
''Aku sudah tidak menghitung, yang aku mau tahu jelly itu semakin sedikit.''
''Kau mencintainya tapi terlalu takut, uhmmmm,'' Hanbin mengangguk-anggukan kepala. Berbicara pada dirinya sendiri. ''Tapi, Lisa-ya, mungkin karena aku tidak berpengalaman dengan ini tapi aku tidak terlalu bisa mengerti alasan ketakutanmu.''
Lalisa menggigit bibir bawahnya, tidak mudah untuk menceritakannya. Dia juga tidak tahu kenapa menceritakannya pada Hanbin, dia terbawa suasana oleh cerita Hanbin atau apapun itu.
''Kehidupan Ji oppa sangat berbeda denganku, siapapun tidak akan pernah memikirkan kami berdua bisa bersama. Aku dan Jiyong oppa hanya cocok sekedar junior-senior, setelah kupikirkan, apa masuk akal? Umur kami juga jauh berbeda.''
''Omong kosong,'' Hanbin menekan kaleng bir kosong ditangannya hingga kaleng tersebut kehilangan bentuknya. ''Jiyong hyung tidak pernah mau mendekatkan dunianya padamu bukan karena kau tidak pantas masuk ke dalam dunianya, dunia hyung hanya terlalu bebas dan untuk kau, kau masih belum bisa sebebas itu. Singkatnya, hyung hanya ingin menjagamu, toh, hyung yang memutuskan untuk masuk ke dalam duniamu.''
Hanbin melemparkan kaleng bir yang sudah hancur tersebut ke dalam tong sampah, tidak masuk, ia berdecak. Memutuskan nanti saja baru ia memungutnya.
''Yang bisa menentukan kau cocok atau tidak dengan Jiyong hyung hanya kalian berdua, yang lain hanya berhak berkomentar tapi tidak berhak menilai. Dan soal umur,'' Hanbin menatap Lalisa, menahan senyum seraya mengangkat tinggi-tinggi kedua alisnya. ''Kau tidak ingat sajangnim dan istrinya beda berapa? Kau dan Ji hyung bukan apa-apa.''
KAMU SEDANG MEMBACA
Unemotional (DONE)
Fanfiction(Lanjutan YG Princess & Queen) Lalisa pikir akan baik-baik saja setelah Jiyong pergi untuk melaksanakan tugas wajib militernya. Ternyata yang ia pikirkan itu jauh dari kenyataan, ada tempat kosong yang ditinggalkan Jiyong setelah pria itu selalu pe...