U.24 : Dear Destiny

4.6K 468 47
                                    

Dami mengambil sumpit di dapur, menusuk lubang pintu Jiyong. Ia belajar banyak dari Ibu-nya kalau Ayah-nya sedang kesal dan memilih mengurung diri. Dami mau saja memberikan waktu sendiri untuk Jiyong tapi ia tidak bisa membiarkannya. Tidak ada yang bisa ia mintai tanggungjawab kalau Jiyong melakukan hal-hal bodoh.

Dami menyeka keringat, mulai kesal. Mengumpulkan segala kesabaran yang sudah semakin menipis, Dami memfokuskan melakukan pembobolan.

Dami menghela napas lega melihat pintu di depannya terbuka tapi senyumannya hilang begitu tahu semua itu bukan hasil dari usahanya, Jiyong yang membukanya.

Dami tersenyum lebar dan Jiyong hanya berwajah datar.

Dami berdeham, masuk dan menutup pintu dibelakangnya. Tanpa peduli dengan mood Jiyong yang sangat buruk, ia naik keatas ranjang adiknya.

Seakan itu belum cukup menganggu privasi Jiyong, tangan Dami mengambil sebuah kamera yang menyala diatas tempat tidur.

"Oh Tuhan," Dami terkejut dengan yang ia temui. "Kalau kau segila ini dengan gadis Thai ini, serahkan pada eomma!"

Jiyong mengambil kamera dari tangan Dami lalu mematikannya.

"Aku tidak mau eomma ikut campur, baru noona saja aku sudah sakit kepala. Noona mau apalagi? Semuanya sudah selesai."

"Apa kau tahu wajahmu sekarang seperti anak bayi yang tidak disusui selama sebulan?"

"Please noona," Jiyong menghembuskan napas kesal, "Aku mau sendiri."

Dami memegang ujung tempat tidur Jiyong, "Aku mau tidur disini. Siapa yang tahu kalau kau tiba-tiba bunuh diri karena merasa ditolak? Merasa."

Dami sengaja menekan kata merasa, adiknya itu, bisa saja punya segalanya tapi dia benar-benar buruk mengenai wanita.

"Aku tidak mau membicarakannya noona."

"Payah, apa yang kau lakukan tadi?"

"Membuatnya menangis."

Dami menoleh, menatap Jiyong yang sedang menatap langit-langit kamarnya.

Dami menyubit Jiyong dengan gemas, "Duh, apa gunanya kau bertanya pada Dewi Bulan selama dua hari ini?"

Jiyong tidak memberi respon, ia bahkan tidak meringis sakit saat jemari Dami yang lentik memutar kulit perutnya.

Dami memutar tubuhnya, telungkup seraya bertopang dagu untuk memperhatikan Jiyong.

"Aku baru melihat isi memori lama ku, aku menyimpan banyak fotonya. Ketika dia latihan, tertidur, rekaman, makan, dan tertawa."

Dami tersenyum tipis, kalau sudah seperti ini mulut Jiyong yang murah akan bercerita dengan sendiri tanpa perlu banyak bertanya. Ia membiarkan Jiyong bercerita karena pria itu membutuhkannya. Mumpung adiknya itu mau buka suara, Dami harus memanfaatkannya.

"Aku juga punya memori hasil jepretannya, siapa yang sangka gadis itu jadi benar-benar tertarik dengan fotografi?"

Ada senyuman di wajah Dami tapi ia tidak tahu apa artinya karena situasi saat ini artinya bisa apa saja.

Unemotional (DONE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang