"Mengapa kejahatan sering sekali terjadi di kerajaan kita, huh?" Manik mata hijau seorang gadis berambut biru lurus tengah menatap puluhan lembar kertas di papan berita sekolah, gaun panjang penyihir bewarna putih yang ia pakai tampak lebih memperanggun penampilannya.
"Itu semua karena mereka tidak becus mengendalikan kekuatan elemen mereka sendiri, kautahu, 'kan?" Fransisca Julian, seorang gadis setinggi 160 centimeter berambut merah tomat dengan model ekor kuda dan mengenakan gaun yang sama langsung menjawab pertanyaan gadis berambut biru yang entah dia tujukan pada siapa.
Gadis berambut biru itu pun menoleh ke arah gadis berambut merah tomat. "Tentu aku tahu, Sisca."
Sisca seketika membuang pandangannya ke arah lorong sekolah. Tidak ada orang lain kecuali mereka berdua.
"Ayo pulang, sekolah mulai sepi," ajak Sisca dengan ramah sambil tersenyum tipis.
"Tunggu sebentar, Sis. Aku masih membaca berita yang satu ini!" tolak gadis berambut biru tanpa menoleh.
"Kau ini memang hobi membaca berita, aku tunggu di depan," sindir Sisca sembari melangkahkan kakinya menjauh. "Dah dulu, Egwin."
"Terserah kau saja mau ke mana, yang penting jangan tinggalkan aku, mengerti? Aku takut pulang sendiri," keluh gadis setinggi Sisca bernama Egwin sembari menoleh ke arah kawannya yang sudah sampai di ambang lorong.
Alih-alih menjawab, Sisca hanya mengangkat jempolnya tanpa menoleh seraya berjalan hingga akhirnya hilang dimakan belokan.
Papan berita adalah sumber berita satu-satunya bagi para penyihir di Kerajaan Wizard, papan berita hanya tersedia di tempat-tempat umum seperti taman, tempat ibadah, sekolah, dan istana--istana adalah tempat umum bagi para pemimpin dan penyihir kuno, bukan rakyat jelata.
Egwin berusaha memanfaatkan waktu sebaik-baiknya saat melihat papan berita yang biasanya ramai akan pengunjung, namun kebetulan sekali hari ini papan berita di sekolahnya tengah sepi layaknya tempat pembakaran mayat penyihir di malam hari.
Egwin sontak menjadi kaget saat manik mata hijaunya membaca selembar kertas di papan berita. Tanpa peduli, gadis berambut biru itu pun langsung mengambil selembaran kertas dari papan dan berlari ke arah Sisca yang tengah duduk menunggunya di kursi depan sekolah.
Beragam pikiran negatif mulai hinggap di benak Egwin saat membacanya walau hanya sekilas. Rasa ingin tahunya akan berita terkini sirna begitu saja digantikannya oleh rasa panik yang mendalam.
"Sisca! Sisca! Sisca!" Egwin berteriak panik sembari terus berlari waktu dirinya mulai melihat sosok perempuan yang ia cari tengah duduk di kursi kayu panjang sambil bermain tongkat sihirnya.
"Apa?" tanya Sisca dengan tampang datar melihat Egwin yang masih berlari ke arahnya. Dimasukannya tongkat bermotif bungannya ke dalam saku gaun.
Egwin berhenti tepat di depan Sisca duduk, napasnya memburu seperti telah memutari seisi kerajaan hanya dengan kakinya. Tangan kanannya mencengkram pegangan kursi dan tangan kirinya memegang selembaran berita.
"Baca ini, cepat!" seru Egwin sembari memberikan selembar kertas bewarna kuning.
Sisca hanya bisa menurut Diambilnya kertas itu dari genggaman Egwin, maniknya bergerak-gerak menjelajahi kata demi kata, tampangnya sangat serius.
"Seorang penyihir nekad melakukan aksi bunuh diri akibat tidak dibelikan tongkat sihir oleh--"
"Bukan yang itu! Berita yang satunya!" potong Egwin seraya duduk di samping Sisca.
Sisca ber-oh pendek lalu melanjutkan membaca.
"Kaum orc datang berbondong-bondong dari bukit Dargon dan menetap di samping sungai Redie dekat Kerajaan Wizard." Sisca menatap Egwin dengan tampang tidak percaya, "Apakau bercanda?!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Fransisca Julian and the Nortuland Magic Sword [END]
Fantasy[Completed] Ini tentang perjuangan Fransisca Julian sang penyihir yang berkelana menjelajahi lembah bersama teman-temannya untuk meraih kebahagiaan dan kejayaan yang lama sirna. Ini tentang senyum dan tawa yang ingin Fransisca Julian bawakan di kela...