Leon menuntun Sisca untuk sampai ke lapangan olahraga kerajaan. Kaki Sisca masih sangat bergetar sebab kematian Stuerd barusan. Leon khawatir, jika Sisca nantinya jatuh sebab kehilangan keseimbangan di tengah-tengah jalan, itu sebabnya pemuda ini memutuskan untuk menemaninya.
Lagipula, akan terlihat aneh jika seorang gadis dengan mata bengkak berkaca-kaca dan langkah yang goyah seolah baru pulang dari pesta minum bir berjalan seorang diri di istana. Pasti para penjaga akan memandangnya aneh sekaligus bingung.
Jasad Stuerd telah para elf bawa ke ruang jenazah untuk sementara waktu. Awalnya, para elf penjaga tersentak saat tubuh Stuerd membeku. Itu pasti karena kekuatan es yang Stuerd miliki, kekuatannya lepas dari tubuhnya dan mengakibatkan jasad Stuerd membeku dan mengawet ala penyihir.
Rencananya, jasad Stuerd akan para elf bakar dengan hormat di ruangan khusus secepatnya, kemudian abunya mereka bawa ke Negeri Penyihir untuk diserahkan kepada tuan dan nyonya Gholoby untuk ditebar.
"T-terima kasih, Leon. Kau boleh pergi." Sisca menganggukan kepalanya pelan ke Leon lalu berbalik dan menghampiri V yang sedari tadi masih bermeditasi di tengah paparan siang bolong.
"Ya, sama-sama," ucap Leon. Leon lalu berlalu dan duduk di kursi taman di bawah pohon kelapa yang rindang, meratapi apa yang akan Sisca lakukan dengan V.
Leon dan Sisca baru sampai di sini semenit yang lalu, butuh banyak perjuangan waktu dan tenaga untuk sampai di tempat yang dikelilingi oleh lorong-lorong dan ruang-ruang istana yang besar dan luas, bahkan mungkin luasnya melebihi istana Kerajaan Wizard.
V membuka mata kanannya sedangkan mata kitinya masih tertutup erat, manik birunya lalu mengarah pada Sisca yang berdiri lemas di hadapannya. Keringat benar-benar telah membanjiri tubuh V, pakaiannya bahkan sampai basah membuat orang berpikir jika elf ini baru saja keluar dari kolam renang.
"Apa yang terjadi?" tanyanya seraya menutup mata kanannya kembali.
"Stuerd telah tiada," lirih Sisca singkat tanpa berbasa-basi. Anehnya, V sama sekali tidak kaget mendengarnya.
"Cukup untuk hari ini. Kau tidak bisa berlatih dengan kondisi seperti itu." Tidak ada tangis, tidak ada keibaan. Berita tadi sama sekali tidak membuat V kesurupan akan duka yang telah membuat Sisca jatuh. Dapat dilihat dari tampangnya yang datar seolah tidak peduli. "Pergilah, temui aku lagi nanti saat tengah malam."
Antara senang karena latihannya hari ini cukup dan kesal karena usahanya untuk sampai di sini sia-sia, Sisca pun berlalu tanpa menggubris ucapan V. Namun, gadis ini sontak berbalik saat langkahnya baru beberapa meter dari V. Otaknya baru ingat tentang apa yang barusan V katakan, 'tengah malam'?
"Tengah malam?!" tanya Sisca keras.
"Ya, tengah malam. Ada masalah?"
Sekali lagi Sisca tidak menggubris ucapannya. Gadis ini hanya berlalu menghampiri Leon yang duduk di bawah rindangnya pohon kelapa dengan perasaan yang semakin memburuk. Maksudku, orang gila macam apa yang akan mengajak muridnya untuk berlatih di saat orang-orang sudah terlelap ke dalam dunia mimpinya?
Terkadang, Sisca bingung. Ke mana sosok V yang ia temui di Hutan Fafabo. Sosok yang sopan, ramah, dan berwibawa. Bukannya sosok yang pendiam dan dingin. Sisca heran, mengapa raja sampai memilihkan pelatih aneh seperti V.
"Kenapa kau tidak berlatih?" tanya Leon heran.
Sisca duduk di samping Leon, pandangannya masih mengarah pada kedua kakinya. "V bilang, 'cukup untuk hari ini'."
Leon ber-oh pendek lalu kembali diam.
"Leon?" Sisca bertanya, "Kenapa kau tidak ikut dengan yang lainnya? Bukankah kau merindukan kaummu?"

KAMU SEDANG MEMBACA
Fransisca Julian and the Nortuland Magic Sword [END]
Fantastik[Completed] Ini tentang perjuangan Fransisca Julian sang penyihir yang berkelana menjelajahi lembah bersama teman-temannya untuk meraih kebahagiaan dan kejayaan yang lama sirna. Ini tentang senyum dan tawa yang ingin Fransisca Julian bawakan di kela...