6.0 | Giant Hunting In The Ladang Hijau

273 26 16
                                    

Chapter 6

Napas Sisca semakin sesak dan sesak, tangan kirinya meremas-remas dadanya yang kian membuntu, sedangkan tangan kanannya memegang seutas tali yang terikat pada leher tunggangannya.

"Uhuk-uhuk," batuk Sisca dengan keras di atas kuda cokelatnya yang melaju menyesuaikan kecepatan dari para pasukan berkuda di belakang dan depannya.

Pandangan Zack menoleh ke arah sumber suara yang menurutnya terdengar ganjil, dilihatnya sesosok Sisca yang tengah terbatuk-batuk dengan kulit pucat merah muda.

Zack terkejut waktu manik mata merahnya meratapi sosok Sisca di sampingnya. "Sisca! Oh, astaga! Apa yang terjadi denganmu?!"

Merah muda? Batin Zack. Bukannya warna kulit seperti itu hanya dimiliki oleh penyihir elemen api? Atau mungkin .... Ah, mustahil gadis itu mempunyai elemen langka.

Belum sampai seperempat jalan dan dia sudah nyaris mati, batin Zack cemas sekaligus kesal.

"Tenanglah aku tidak apa, uhuk-uhuk!" Batuk Sisca semakin menjadi, rasa panas yang semula penyihir berjubah itu rasakan di dada kini kian naik menuju kerongkongannya.

"Sisca, apakau yakin tak apa?" tanya Zack cemas.

Sisca mengangguk lemas walaupun batinnya menjerit tidak.

Zack memutuskan berkuda di samping Sisca, pandangan dinginnya mengarah lurus ke depan. Zack berniat menolong jika terjadi sesuatu padanya.

Sisca sedikit terkejut melihat sosok Zack yang pendiam dan dingin kini menjadi peduli padanya. Padahal, dahulu saat setiap kali gadis itu mencoba berbicara dengannya, Zack hanya menjawab dengan anggukan dan deheman. Entah malaikat apa yang kini merasukinya.

Menyadari kondisi temannya, Egwin seketika menghampiri Sisca dengan kuda cokelat berponi hitamnya, gadis itu memasang tampang cemas dan iba yang mendalam.

"Sisca, bertahanlah aku akan menyembuhkanmu!" seru Egwin sembari mengeluarkan tongkat sihir kayunya.

"Sungguh, aku tak apa Egwin, jaga dirimu saja," kata Sisca pelan nyaris berbisik.

"Omong kosong, sudah pasti kondisimu tidak sehat!" sahut Egwin mulai mengayunkan tongkatnya berusaha memulihkan Sisca dengan sihir. "Bertahanlah."

"Ayolah, simpan tenaga cakra-mu untuk keerluan nanti saat perburuan dimulai!" Sisca berusaha mengatur tampangnya agar terlihat sesehat mungkin meski itu malah membuat tampangnya menjadi aneh.

"Aku masih punya banyak cakra, lagipula aku ingin kau selamat nantinya," ujar Egwin cemas.

"Healtyner ghonas ghovabas!" Sebuah cahaya putih menyala langsung mengalir dari pucuk tongkat sihir kayu Egwin menuju ke dada Sisca, para manusia terlihat tak percaya melihat sihir yang barusan Egwin lakukan, mungkin karena itu adalah sihir pertama yang mereka lihat.

"Merasa lebih baik?" tanya Egwin memastikan layaknya ibu dan anak.

"Tentu," jawab Sisca pelan sembari tersenyum meski dadanya masih terasa sedikit sesak.

Egwin tersenyum lebar meratapi Sisca yang mulai pulih, dia merasa berguna dan senang bisa membantu orang lain.

Rombongan suku Human mulai memasuki pepohonan pinus yang--kalau saja tidak gelap--membentang sejauh mata memandang, pepohonan pinus inilah yang menjadi pemisah antara perkemahan suku Human dan luasnya Ladang Hijau yang kejam.

Fransisca Julian and the Nortuland Magic Sword [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang