NORTULAND

230 10 0
                                    

Fransisca Julian segera menoleh ke arah kakeknya yang berada di atas gerbang menuju Archelo. Terlihat, Davincio yang berlutut dengan pedang peraknya sebagai pegangan sebab tak kuasa untuk berdiri lebih lama --sebentar lagi Yhuri Khendgar Sang Pencabut Nyawa akan membawa rohnya ke lembah para penyihir pemberani.

Davincio perlahan mengangkat kepalanya yang semula hanya memandang bawah, di tatapnya sosok Fransisca Julian yang mematung menatapnya dengan mulut menganga.

Dengan sisa-sisa chakra-nya, Davincio melakukan sihir telepati supaya dapat bertukar pikiran dengan Sisca.

"Saat ini, semua tergantung padamu, Nak. Kaulah Yang Terpilih, satu-satunya orang yang bisa mengakhiri ini semua. Kakek hanya bisa sedikit membantu. Kakek sudah lelah, Nak. Kakek ingin pulang dan bertemu leluhur Kakek. Selamat tinggal Fransiaca Julian, selamat tinggal William, dan selamat tinggal lainnya."

Yhuri Khendgar Sang Pencabut Nyawa telah tiba di hadapan Davincio. Makhluk suci serupa roh dengan dua sayap malaikat itu lalu menatap Davincio yang dipenuhi oleh kelelahan akan perjuangan yang tiada henti. Jubah putih berkilau serupa awan-awan putih di langit menyembunyikan tubuh Yhuri Khendgar, tangan kanannya berhias sebuah tongkat sepanjang satu setengah meter.

"Selamat tinggal, Kakek," lirih Sisca menahan tangis.

Arwah teransparan Davincio perlahan namun pasti mulai naik ke lagit bersama Yhuri Khendgar, menyisahkan tubuh tuanya yang mulai memudar menjadi butiran debu kelabu yang sirna lantaran tiupan angin.

Goerge adalah sosok manusia yang paling dekat dengan Davincio. Baginya, Davincio sudah mirip dengan ayahnya sendiri. Lelaki itu menangis, membiarkan air-air tubuhnya menyembur melalui mata. Perlahan manusia itu mulai mencabut pedangnya yang bergantung pada ikat pinggangnya, amarahnya benar-benar menjadi.

Goerge maju beberapa langkah dari tempatnya berdiri, membuatnya kini berada di barisan paling depan yang tidak dipijaki siapa pun.

Tubuh lelaki itu bergetar hebat, dahinya bergerut, hatinya dirasuki akan rasa balas dendam.

"Goerge, apa yang kau lakukan!" Jems tampak memperingati. Namun, tak ada jawaban dari sang lawan bicara.

Egwin, Lora, Sisca, William, dan Jems tak kuasa menghentikan tingkah lelaki itu.

"BERANI-BERANINYA KAU MEMBUNUH TUAN DAVIN!"

Bentakan Goerge merambat dan bersarang di telinga Venomus. Iblis itu seketika berhenti melangkah dan diikuti oleh pasukan mayatnya.

"Kenapa? Kau tidak terima, ya? Makhluk-makhluk lemah seperti kalian memang pantas untuk mati," Venomus berkata dengan nada sinisnya.

"Jaga ucapanmu, Iblis Bodoh," seru Goerge.

"Cih."

Tanpa berpikir dua kali, Goerge berlari menghampiri Venomus tanpa rasa takut sedikit pun.

Goerge lalu mengibaskan pedangnya ke arah leher Venomus saat jarak di antara mereka sudah cukup dekat.

"Tidak! Jangan Goerge! Jangan lakukan it--"

Ucapan Sisca terputus saat melihat Venomus dengan lincahnya menghindar dan balik melesatkan tombak pencabut nyawanya ke arah tangan Goerge yang memegang pedang. Tangan kanan Goerge rerputus seketika.

"Dasar sampah!"

Venomus menendang kemaluan Goerge menyababkannya mengaduh kesakitan. Lelaki itu berusaha kuat untuk tetap berdiri dan bertarung. Namun, Venomus kembali menendang kaki Goerge menyebabkannya terjatuh di tanah. Tangan kiri Venomus lalu mencengkram erat ubun-ubun Goerge, Venomus akhirnya menarik cengkramannya tersebut dengan amat kuat dan cepat.

Sudah tidak bisa dihindari lagi. Lantaran tarikan Venomus, kepala Goerge sontak terpisah dari tubuhnya, darah-darahnya terciprat secepat pancuran air.

"G - O - E - R - G - E!"

Suara teriakan Jems menyebar menguasai indra pendengaran. Setidaknya, hanya itulah yang Jems bisa lakukan. Jika Jems ikut membantu Goerge melawan Venomus, maka ia akan ikut mati, namun jika Jems menghalangi langkah gila Goerge, itu sama artinya dengan menipu Tuhan.

Tiba-tiba saja. Tanah sekitar bergetar, krikil-krikil melompat-lompat, pohon-pohon bergetar mempersilahkan dedaunan kering yang hendak jatuh segera jatuh.

Lora menoleh ke William, "Apa-apaan ini?"

William menggelengkan kepalanya pelan, ia kembali fokus dengan pemandangan di depannya.

"Jangan-jangan."

"'Jangan-jangan' apa?" Lora mengulang ucapan Sisca.

"Para elf telah tiba di sini," ucap Egwin mewakili Sisca.

Bunyi trompet tanduk menyebar dan hinggap di seluruh indra pendengran Wilayah Suci Recodo. Para penyihir dan manusia tampak bingung --sebagian besar dari mereka masih belum tahu jika Armada Tempur Zabbur ikut membantu mereka berperang.

Dari balik ribuan mayat hidup, Sisca dan lainnya dapat melihat ribuan elf penunggang kuda yang mulai menerjang mayat-mayat hidup serupa zombie supaya binasa untuk kedua kalinya.

Venomus mengumpat kesal kala tengkoraknya berputar menyapu pemandangan sekeliling. Di depan, terpampang pasukan yang terdiri dari penyihir dan manusia yang menghadang, di samping kanan dan kiri terdapat rumah-rumah yang menghalangi, sedangkan di belakang para elf menyerang.

"Leon, apakau masih hidup?" batin Sisca bertanya-tanya.

Tanpa pikir panjang lagi, Sisca memanggil unicorn-nya hanya dengan kibasan tongkat sihirnya, ia lalu menaiki unicorn-nya dengan tangan kanannya yang telah mengenggam pedang. Saat itu, Fransisca Julian dapat melihat ketakutan dan kesedihan yang menyelimuti puluhan ribu pasukannya. Hal itulah yang selama ini ingin ia singkirkan.

"Mengapa kalian tampak takut? Apa kalian takut akan mati? Apa kalian ingin Nortuland direbut oleh sekelompok orang-orang tak berotak seperti mereka?"

Sisca menunjuk mayat-mayat hidup yang mulai berlari menghampiri pasukannya sembari meraung-raung.

"Tatap mataku, Pejuang! Hari ini kita tak akan kalah! Hati ini Nortuland tak akan musnah! Begitu pula dengan esok dan lusa! Hari ini dan kemarin, kita telah berjuang sekuat tenaga. Kita telah kehilangan banyak orang tercinta, orang yang biasa menghibur kita dengan canda tawanya, orang yang mengisi hati-hari kita."

Tangan kiri Fransisca Julian mengepal erat, sorot matanya menatap bergantian pasukannya.

"Jadi, angkat tinggi-tinggi senjata kalian dan mari bersorak, 'DEMI MASA DEPAN NORTULAND YANG CERAH!'"

"DEMI MASA DEPAN NORTULAND YANG CERAH!" semua pasukan penyihir dan manusia bersorak sembari mengangkat senjata mereka setinggi mungkin.

Semangat dan keberanian yang mulanya sirna telah kembali lagi, mengusir ketakutan hingga tak kuasa dipandang mata.

"Apa pun yang terjadi, hidup atau mati, senang atau susah. Kita hadapi bersama. MAJU!"

Fransisca Julian memacu kudanya supaya berlari di barisan paling depan, diikuti oleh puluhan ribu pasukannya yang haus akan darah kejahatan.

"Sisca, kau telah banyak berubah. Dulu aku mengenalmu sebagai sosok yang lemah. Namun, kini kau seperti orang kesurupan yang memiliki kekuatan dasyat," batin Egwin senang.

"Leon ... semoga kau masih hidup, aku mengharapkan kehadiranmu."

--TBC--

Fransisca Julian and the Nortuland Magic Sword [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang