16.0 | Battle Against Mutants In Goblin Village Part 1

195 20 5
                                    

Mendengar raungan keras itu, Zack dan Stuerd langsung memacu kaki mereka keluar dari ubin kayu secara bersamaan seolah ada seseorang yang menggerakan mereka. Diikuti oleh Kakek Davincio, Lora, Leon, Jems, dan Goerge.

Aku menelan ludah, kutatap manik mata Egwin yang terkadang bisa menenangkan hatiku, kini ketegangan telah merasuki diriku sepenuhnya, namun perkataan Egwin berikutnya seolah langsung mencairkan ketegangan itu bak es yang di bakar.

"Tenanglah, Sisca, kau tidak lemah kita bisa selesaikan ini bersama-sama," ucapnya dengan senyum tipis.

"Terima kasih, Egwin. Tuhan melindungimu," aku berterimakasih dan tersenyum.

"Tuhan melindungimu juga, Sisca."

Egwin pun mengeluarkan sebatang tongkat sihirnya dari balik jubah, begitu pula denganku. Setidaknya, aku selalu mendapat nilai bagus dalam pelajaran sihir dasar dan sihir menengah dulu sewaktu di sekolah tinggi sihir. Kini, aku hanya bisa berharap supaya Dewi Fortuna berpihak padaku.

"Ayo!"

Egwin berlari menuju pintu keluar, aku mengekorinya dari belakang. Entah apa yang Ezbur kini sedang lakukan. Maksudku, goblin kecil itu terlihat seperti sedang kebingungan membuka-buka laci lemari di dalam ubin mencari sesuatu.

Sesosok serigala setinggi delapan meter dengan taring panjang yang menculak keluar dari rahangnya tengah berada tidak jauh dari tempatku berlari. Beberapa busa keluar dari mulut seekor mutan serigala bermata merah menyala itu.

Alih-alih lari menjauh sebab ketakutan, aku dan Egwin malah berlari mendekati serigala raksasa seraya mengayunkan tongkat sihirku. Kalian pasti sudah tahu apa yang kini hatiku katakan: lari! Selamatkan dirimu! Namun, aku tidak lagi seperti diriku yang penakut beberapa hari lalu.

Aku mengarahkan tongkat sihirku pada sebongkah kayu tua yang cukup besar, aku mulai melafal mantra, "Gravito-Abroto!"

Sebongkah kayu besar itu pun langsung melayang mengikuti arah ayunan tongkat sihirku.

Aku berhenti bergerak waktu melihat Egwin yang berada tepat di depanku berhenti berlari. Ku arahkan tongkat sihirku ke atas sehingga bongkahan kayu yang melayang-layang tadi berada beberapa meter tepat di atasku dan tidak menghalangi pandangan.

"Ada apa, Egwin?" tanyaku dari belakang.

"Kita terlalu dekat," bisik Egwin pelan.

Jarak kami dengan serigala raksasa tidak lebih dari tiga puluh meter, sejauh ini aku hanya melihat satu serigala, entah ke mana semua serigala raksasa yang lainnya. Rumah-rumah para goblin yang saling berdekatan semakin mempersempit pergerakan makhluk berbulu kelabu itu, ditambah lagi pohon-pohon raksasa yang tumbuh di sana-sini.

Beberapa goblin mulai melucutkan serangan mereka. Aku melihat sekelompok goblin yang berlari sangat kencang menghampiri si serigala yang sedari tadi terus melolong, mungkin niatnya adalah memanggil kawanannya.

Salah satu goblin di atap ubinnya mulai melesatkan satu anak panah ke arah serigala, ujung lancip anak panah kecil itu menancap sempurna di punggung serigala.

Alih-alih meraung kesakitan, serigala itu malah berbalik ke arah sumber anak panah dilesatkan, ditemukannya sesosok goblin seorang diri yang berdiri di atas atap bersama busurnya, aku yakin tampang goblin kecil itu pasti sangat ketakutan.

Goblin itu hanya diam mematung melihat ajalnya yang kian mendekat.

Sang serigala raksasa langsung memacu kakinya cepat melebihi kecepatan sepuluh ekor kuda yang digabung menjadi satu padu, serigala itu menghampiri goblin malang yang hanya diam berharap seorang akan menolongnya.

Fransisca Julian and the Nortuland Magic Sword [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang