3.0 | Great Wall of the Kingdom of Wizard

328 28 16
                                    

"Semoga kita aman di sini." Kelima penyihir muda ini telah sampai di tingkat tertinggi Tembok Agung Wizard bagian barat, mereka memilih tempat paling sepi di mana tidak ada satu pun penjaga yang berjaga, tepatnya di bagian pojok tembok. Namun, mereka segera tahu jika mereka terlalu ke pojok mereka akan semakin jauh dari pemungkiman para orc, jadi mereka memutuskan harus mengabil sedikit risiko.

Tembok setinggi 200 meter tersusun dari jutaan batu bata raksasa bewarna kelabu muda ini telah berdiri kokoh melindungi Kerajaan Wizard dari berbagai serangan semenjak berdirinya Kerajaan ini. Entah mengapa raja berkehendak supaya tidak ada satu pun penyihir biasa yang memijak kakinya di tembok, mungkin alasannya supaya lebih memperketat penjagaan Kerajaan Wizard.

Angin malam serasa lebih dingin di atas, seolah telah menusuk tanpa ampun kulit kelima penyihir ini minus Stuerd dan Egwin. Kedua penyihir ini kebal akan tusukan angin atau dinginnya es.

Entah hanya sekedar kebetulan belaka atau memang tidak ada satu pun penjaga di sini, suasana di tembok begitu sepi, bahkan saat tadi mereka melangkahkan kaki di anak tangga untuk sampai ke atas sama sekali tidak terlihat wujud para penyihir penjaga. Mungkin mereka belum datang, pikir Sisca berusaha menebak.

Kelima penyihir ini tengah terduduk diam berjejer sekaligus fokus di pembatas tembok sembari berusaha mengaktifkan sihir pengelihatan jarak jauh mereka. Pandangan mereka sepenuhnya mereka arahkan menuju tempat berkabut lebat puluhan kilometer di depan, yang kemungkinan merupakan tempat para orc, troll, dan ogre menetap dan merencanakan sesuatu.

Satu per satu mantra kuno mulai terucap melalui bibir suci mereka.

Tembok besar Kerajaan Wizard sangat terkenal akan suhunya yang terasa amat dingin--terutama saat malam hari. Seolah para peri telah mengirimkan angin-angin dingin nan menggigilkan kemari.

"Sial! Anginnya membuatku tidak fokus!" meluh Lora kesal yang membuat semua terpecah dari fokusnya. Mengaktifkan sihir memang membutuhkan kefokusan yang luar biasa sangat, jika tidak? Maka sihir tak akan aktif.

"Lora benar, kita tidak akan bisa menggunakan sihir di sini," ujar Sisca membela Lora sembari mengesek-gesekan kedua telapak tangannya dengan cepat.

Zack tidak membuka mulutnya sama sekali, namun dapat dilihat dari kulitnya yang mulai berubah menjadi merah padam membuat semuanya khawatir.

"Eh, tidak dingin kok," ujar Stuerd enteng.

Mendengarnya, Zack langsung menoleh cepat menatap kesal manik mata putih kehitaman Stuerd. Stuerd terdiam bungkam tidak berani berucap satu pun bagai penyihir yang dihukum cabut lidah.

"Zack, apakau tidak apa?" tanya Sisca cemas.

Zack membuang pandangannya dari Stuerd dan mengangguk lemas ke Sisca. Semuanya tahu, Zack mempunyai elemen api, dan elemen api sangat buruk bila sesuatu yang dingin datang, seperti halnya angin saat ini.

"Aku tahu, jika kalian tidak kebal akan dingin," Egwin memberi jeda pada ucapannya. "Maka dari itu, misi ini tidak akan bisa kita lakukan seka--"

"Astaga, ada penjaga!" seru Lora berbisik.

Semuanya seketika menjadi gugup setelah mendengar ucapan Lora. Kelima penyihir ini langsung turun dari duduknya di pembatas tembok dan tiarap di lantai tembok seolah seruan Lora tadi adalah perintah.

"Di mana mereka?" tanya Sisca pelan.

Lora menjawab dengan nada kaku dan volume rendah, "Se-sekitar 10 meter di depan kita, jumlahnya sampai 10 orang!"

"Ini payah, sekarang kita harus tertangkap!" Zack mengerutkan keningnya.

"Siapa bilang kita akan tertangkap," ujar Egwin pelan.

Fransisca Julian and the Nortuland Magic Sword [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang