Jarum pendek pada menara jam Istana Francos Zabbur telah bergelantung menunjuk di angka paling puncak, menyebabkan mentari yang melihatnya ikut memuncak memancarkan sinar paling panasnya. Sedangkan jarum panjangnya menunjukan lebih dua menit, dan jarum panjang satu yang lain terus bergerak menyebabkan sulit disebut.
Terlihat dengan jelas, ratusan ribu elf yang mulai mempersiapkan peralatan tempurnya, membuat nuansa ramai sepenuhnya berkuasa di setiap rumah. Pedang perak mereka asah supaya lebih berkilau dan tajam, sedangkan zirah-zirah keemasan mereka lap dengan sebuah kain kumuh nan basah supaya terlihat berkilau. Anak-anak elf terlihat iba meratapi ayahnya yang besok akan terjun ke medan tempur, sedangkan para hawa mendekap suami mereka erat-erat berharap jika ini tidak kali terakhir mereka melihat sang suami.
Sisca dan V berjalan beriringan di lorong Istana Francos Zabbur seusai latihan di taman bunga, melewati para penjaga yang mulai jarang dijumpai sebab tenaga mereka yang dibutuhkan guna pertempuran besar besok.
"V, apa menurutmu aku sudah siap untuk perang?" tanya Sisca meminta kepastian sembari menolehkan sedikit kepalanya supaya dapat melihat tampang datar V.
"Kausudah siap, Sisca. Bunuh saja Raja Kegelapan dan Nortuland akan jaya kembali," jawab V tanpa menoleh. "Ah, aku lupa kaubutuh satu hal lagi."
Sisca mengerutkan keningnya bingung, kali ini kepalanya sukses berputar delapanpuluh derajat menatap manik biru berkilau pelatihnya itu, "Memang apa yang aku butuhkan?"
Dasar, apalagi yang kubutuhkan?!
"Tongkat sihir emas milik Raja Hendry Cristoper," balas V tanpa menoleh. "Tongkat itu memiliki sihir yang cukup untuk mengaktifkan sihir pedang cahayamu ke level paling puncak."
Sorot mata Sisca kembali mengarah ke depan menyaksikan panjangnya lorong nan berliku-liku. "Maksudmu tongkat yang Ratu Elivia pegang saat datang kemari itu, 'kan?"
Sisca masih ingat betul saat kedatangan Elivia dan Clara, terlihat dengan sangat jelas sosok Elivia yang memegang sebuah tongkat sihir sepanjang 1,4 meter bewarna emas dengan ujung yang menyala biru keunguan.
"Hmm," guman V mengiyakan, "Ayo aku antar ke kamar Ratu."
"Eh, memang kautahu letak kamar Ratu Elivia?" Sisca bertanya dengan nada memberi tebakan.
Akhirnya V menoleh ke arah Sisca untuk memberikannya plototan gratis, "Tentu saja akutahu! Akulah orang yang memilihkan kamar ratumu itu!"
"Bukannya Elzid yang memilihkan?" Sisca bertanya lagi, nada suaranya begitu meremehkan.
Hening. Tidak ada balasan dari sang lawan bicara, V hanya diam menatap lurus ke depan dengan kakinya yang terus melangkah tanpa henti-hentinya. Sisca sedikit jengkel mengetahui perilaku buruk V-Iroff Gard yang sering tidak menggubris lawan bicaranya.
Sial, lagi-lagi makhluk ini tak membalasku! Batin Sisca kesal.
Baru beberapa menit berikutnya, V pun membuka mulutnya, suaranya pelannya membelah keheningan yang memenuhi atmosfer lorong. "Kita tak punya waktu untuk membahas perkara tidak penting."
Hening kembali. Memang begitulah suasana bila berdua dengan V, elf ini jarang membuka mulutnya seolah takut bila kamus kata-katanya habis. Sorot matanya pun selalu menatap lurus ke depan, jarang bila elf ini menoleh ke lawan bicaranya.
V-lah sebenarnya yang memilihkan kamar Elivia dan Clara, sedangkan Elzid sang pelayan hanya membawa kedua bangsawan itu untuk masuk dan menunjukan kamarnya.
"V, ke-napa kaubisa tahu banyak soal diriku?" Sisca bertanya gugup takut bila ucapannya tidak di balas untuk kesekian kalinya.
Dan benar saja, V sama sekali tidak membuka mulutnya, baru satu menit berikutnya elf berambut pirang ini menjawab, "Karena aku pelatihmu, akutahu banyak soalmu, sebab sebelumnya aku telah mempelajarimu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Fransisca Julian and the Nortuland Magic Sword [END]
Fantasy[Completed] Ini tentang perjuangan Fransisca Julian sang penyihir yang berkelana menjelajahi lembah bersama teman-temannya untuk meraih kebahagiaan dan kejayaan yang lama sirna. Ini tentang senyum dan tawa yang ingin Fransisca Julian bawakan di kela...