18.0 | Battle Against Mutants In Goblin Village Part 3

183 22 4
                                    

Aku memiringkan kepala bingung sembari bertanya, "Siapa kalian?"

***

Alih-alih menjawab pertanyaanku, salah satu dari sosok misterius itu malah melempar pedangnya ke arahku, spontan aku menunduk dengan sangat cepat, berusaha menghindar dari lesatan pedangnya.

Aku kembali berdiri tegak, setegak lilin yang masih utuh, kutodongkan pucuk tongkat sihirku ke arah dua sosok misterius itu. Namun, niatku untuk menyerang mereka terhenti seketika waktu gendang telingaku menangkap bunyi kemenangan: serigala yang meraung kesakitan.

Dengan perasaan was-was, aku berbalik berniat mengobati rasa penasaranku akan suara raung kesakitan itu. Terpampang dua puluh meter di depanku sesosok serigala yang sebelumnya sedang asik bergulat dengan Kakek Davincio. Serigala itu tak bergerak, tubuhnya ambruk menyentuh rerumputan, tertancap sebuah pedang yang semula sosok berbalut kain hitam itu lesatkan ke kepalanya, pedang bergagang hitam itu tepat menancap di bagian dahi.

Aku menatap Kakek Davincio bingun, maniknya menatap kedua sosok yang aku yakini masih membelakangiku, tampangnya bingung seolah berkata, siapa-mereka apa-mereka-teman-mu?

Aku pun ikut berbalik, dua sosok itu masih berdiri di dekatku seolah menungguku untuk menanyainya lagi. Oh, yang benar saja, untuk apa mereka memintaku untuk bertanya lagi.

Jika itu permintaan mereka, maka baiklah, akan aku kabulkan, "Terima kasih untuk yang tadi, aku ingin tahu siapa kalian?" tanyaku selembut sutra.

Kedua sosok itu saling berpandangan kemudian mengangguk, entah apa mereka masih bisa melihat atau tidak. Maksudku, mata mereka juga ikut terbalut kain, namun kelihatannya mereka bisa melihat, sebab aksi berbahaya mereka tadi yang pasti sangat membutuhkan indra pengelihatan.

"Sisca, para manusia dan Egwin dalam bahaya, kemarilah!" teriak Kakek Davincio seolah tak menghiraukan kedatangan dua sosok berpedang dua ini.

"Y-ya, Kakek, bertahanlah!" aku menjawab dengan ragu kemudian berbalik dan menyusul kakek yang ternyata sudah sampai di dekat lokasi Egwin.

Beliau mengangkat tongkatnya tinggi-tinggi, di arahkannya tongkat panjang itu ke satu ekor serigala yang tengah bertarung hebat bersama Leon, Jems, Goerge, dan Egwin.

Beberapa kali Egwin mengarahkan jarum-jarum air sepanjang satu meter, namun dengan lincahnya si serigala raksasa melompat berguling dan menunduk berusaha menghindari tembakan jarum air Egwin, para manusia juga mulai kelelahan, mereka sama sekali tak memakai zirah yang biasa mereka kenakan saat sedang perang, hanya kain putih dan beberapa kulit raksasa yang membalut tubuh mereka. Entah sudah berapa kali Jems terkena kibasan ekornya, entah sudah berapa kali Goerge terkena tendangan kaki belakang serigala berbulu putih kelabu itu, dan entah sudah berapa kali Leon diterkam dan berhasil lolos.

Kelihatannya, si serigala yang para manusia dan Egwin hadapi adalah pemimpin kawanan mutan yang menyerang desa goblin ini, tidak heran jika makhluk itu lebih besar dan kuat dari yang lainnya.

Aku terus berlari menuju kawan-kawanku yang butuh bantuan.

"SEMUANYA MINGGIR!" Kakek Davincio berteriak keras, melebih kerasnya raungan serigala. Mungkin karena sihir yang telah beliau salurkan pada pita suaranya, membuat suaranya terdengar lebih keras dari semula. Jarak beliau dari sosok serigala alfa hanya beberapa meter.

Lariku terhenti, sebab Kakek yang menyuruh semua untuk minggir. Egwin dan para manusia berlari menyebar, ajaibnya sosok serigala alfa sama sekali tak teralihkan dari larian Egwin, Leon, Jems, dan Goerge. Binatang buas itu hanya diam memamerkan taring satu meternya yang menculak keluar dari mulutnya.

Kakek Davincio mulai melafal mantra-mantra kuno, ujung tongkat kayunya mulai menyala terang seterang cahaya mentari, menyilaukan seluruh pasang mata yang berada di sekelilingnya. Termasuk aku.

Fransisca Julian and the Nortuland Magic Sword [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang