27.0 | Say Goodbye To Stuerd Gholoby

180 19 3
                                    

Sinar sejuk yang semula menguasai penjuru Tanah Nortuland sirna sebegitu saja, sebab jarum pedek pada jam yang telah bergelantungan di antara angka sepuluh dan sebelas.

Panas. Satu kata yang kini dirasakan seorang Fransisca Julian, dirinya sedari tadi masih duduk bersila dengan mata terpejam di tengah-tengah lapangan Kerajaan Zabbur yang teramat menyiksan. Sebab, mentari yang mulai naik dan naik menuju atas kepalanya menghantarkan panas yang telah ia sembunyikan sejak pagi tadi.

Sisca hanya bisa percaya pada V, ia tahu V adalah elf yang hebat, mungkin V punya maksud lain untuk melatihnya seperti ini. Namun, hati kecilnya justru membrontak pada pendapatnya yang itu, baginya meditasi tetaplah suatu kegiatan konyol yang membuang-buang waktu dan tenanga.

Ketampanan V tak akan bisa membuat Sisca terlarut dan mematuhi semua perintahnya. Sisca bukan gadis yang mudah suka dengan seorang pria, Sisca lebih suka dengan seorang lelaki yang selalu menemani dan membuatnya merasa nyaman. Lagipula, menurutnya semua elf mempunyak tampang yang tampan. Bahkan Elzid sekalipun yang bertubuh tinggi dan kurus.

Sedangkan para elf perempuan? Entahlah, Sisca tidak dapat menilai kecantikan seorang wanita. Karena baginya yang bisa hanyalah kaum adam sang perayu.

"Temui aku jam tiga nanti, kau boleh istirahat saat ini," pinta V tanpa mengubah posisi meditasinya.

Perkataan V barusan telah sukses membuat Sisca senang, gadis ini lalu mengambil pedang putihnya seraya berguman pelan dan pergi begitu saja. Kebosanan dan kesedihan yang semula membalut tubuh Fransisca Julian sirna begitu saja, digantikannya oleh kesenangan dan rasa lega yang menjalar hingga menyapa ubun-ubunnya.

Langkahnya begitu cepat seolah ada serigala yang mengejarnya, Sisca takut bila V berubah pikiran dan menyuruhnya untuk duduk kembali bersamanya. Menyebalkan memang.

Sisca ingin langsung melempar tubuhnya ke kasur empuk di kamarnya, dan meminum cairan tak bewarna untuk menganti energinya yang hilang. Bahkan kalau pun bisa, dirinya akan menyuruh Elzid sang pelayan membawakan makanan terlezat untuk ia santap. Namun, keinginan-keinginannya harus ia tunda kala ia harus melewati lorong panjang yang berliku-liku untuk sampai di kamarnya.

Lima belas menit berlalu, Sisca sampai di lorong kamarnya. Dirinya masih ingat betul tentang jalan menuju lapangan yang tadi pagi Elzid tunjukan. Sisca memanglah tipe orang yang tidak mudah lupa. Bahkan beratus mantra sihir telah tersimpan baik-baik di kepalanya.

Langkah kaki Sisca terhenti kala manik coklatnya melihat dua sosok insan yang ia kenali tengah duduk di bangku besi di dekat kamarnya. Sosok satunya terduduk lemas sedangkan satunya lagi memandang sosok itu dengan tatapan iba.

Siapa mereka?

Pandangannya begitu tidak percaya dengan apa yang dirinya lihat saat ini. Kedua sosok berambut putih dan pirang itu lalu meratapi Sisca yang mematung di ambang lorong. Masih tidak percaya, Sisca memandangi dua sosok di dekatnya dengan lebih jeli.

Stuerd? Leon? Apa yang mereka lakukan di sini?!

"Stuerd, Leon? Apa yang kalian lakukan di sini?" tanya Sisca tak percaya.

Seharusnya Stuerd dan Leon tidak berada di sini sekarang. Mereka harusnya ikut bersama yang lainnya ke balik gunung kembar Ziber dan Huber guna mencari para manusia.

Leon segera bangkit dari duduknya dan menghampiri Sisca dengan langkah cepatnya. "Sisca, apa latihanmu hari ini menyenangkan?" tanyanya ramah walau hatinya kini sedang merasa tidak enak. Niat Leon sebenarnya adalah menyembunyikan hal yang kini sedang menimpa Stuerd.

"Menyenangkan? Tidak! V terus menyuruhku melakukan hal-hal konyol, sungguh menyebalkan!" sentak Sisca keras tak peduli jika ucapannya sampai bersarang di telinga para penjaga istana. "Bahkan aku ragu untuk menyebutnya latihan!"

Fransisca Julian and the Nortuland Magic Sword [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang