26.0 | Goodbye, friends

174 20 1
                                    

Hawa dingin malam yang semula menguasai penjuru Tanah Nortuland sirna kala mentari menampakan hidung jingganya, digantikan oleh kesejukan pagi yang membuat siapa pun untuk berlomba-lomba menghirupnya.

Fransisca Julian telah bangkit dari alam mimpinya, gadis itu lalu melangkahkan kakinya guna memasuki kamar mandi tepat di samping kamarnya. Setelah selesai mandi dan mengenakan jubah bewarna kelabu yang tersampir di gantungan kamarnya, Sisca pun keluar dari kamar nyamannya untuk sekedar berjalan-jalan menelusuri istana Kerajaan Zabbur yang besar.

"Nona penyihir." Suara itu sontak membuat Sisca yang baru beberapa langkah dari kamarnya terhenti, gadis itu lalu berbalik 180o dan mendapati seorang elf berperawakan tinggi dan kurus tengah menatapnya datar.

Sisca tahu bila ia pernah bertemu dengan elf itu, dengan keras gadis ini berpikir berusaha mencari memori otaknya yang sembunyi. Berpikir, berpikir, dan berpikir. Sampai akhirnya setelah sekian menit keheningan yang menyelimutinya dan elf itu, penyihir ini pun mengingatnya.

"El-Elzid, a-ada apa sampai menemuiku?" tanya Sisca bingung.

"Pelatih ingin menemui nona sekarang," ujar Elzid dengan santai. "Ah, dan jangan lupa bawa pedangmu. Itu sangat penting, nona."

Sisca memutar bola matanya, gadis ini lalu berlalu kembali ke kamarnya dengan langkah malas. Maksudku, ini baru jam lima pagi! Dan elf ini menyuruhnya untuk berlatih? Profesional sekali dia. Dan lagi, Sisca ingin berjalan-jalan menelusuri istana megah ini, namun mengapa sebuah masalah selalu menimpanya saat ia ingin bersenang-senang?

Seusainya mengambil pedang putihnya, Sisca kembali bertemu dengan Elzid yang berdiri di depan kamarnya.

Sisca mengerutkan dahinya seraya menatap Elzid dengan tatapan kesal. "Apa yang kau lakukan di sini, Elzid?!"

Elzid dengan santai melihat Sisca dengan ekor matanya, walau telah disentak olehnya, elf ini masih memasang mimik datar. "Apakau tahu lokasi lapangan olahraga kerajaan, nona?"

Sisca membuang napas beratnya, gadis ini lalu menatap lurus ke depan. "Tidak, aku tak tahu."

"Maka dari itu aku akan menuntunmu ke sana," ucap Elzid seraya mulai berjalan. "Lewat sini, nona."

Mau tak mau, Sisca harus mengekori Elzid, pedang putih yang menghiasi tangannya membuat para elf penjaga yang ada di mana-mana terpukau. Sesekali Sisca mendengar ucapan para elf penjaga yang saling beradu bisik. Jujur itu membuatnya tak nyaman--sangat tidak nyaman.

"Hei lihat, itu pedang cahaya."

"Ah, dia pasti yang terpilih!"

"Ya, dia memanglah yang terpilih, namun aku lupa siapa namanya."

"Dia adalah penyihir, kautahu."

Sisca benar-benar muak mendengar bisikan itu. Bisikan mereka memang pelan, namun masih tertangkap indra pendengarannya. Andai saja ia seorang bangsawan di kerajaan ini maka Sisca akan langsung menghukum mereka.

"Elzid, bisa lebih cepat?" tanya Sisca dengan nada tidak nyaman.

"Baik, nona."

Belokan demi belokan mereka lewati, beratus langkah kaki telah mereka kerahkan, keringat membasahi tubuh Sisca, namun anehnya, Elzid sama sekali tidak kelelahan. Hingga, sampailah kedua insan ini di sebuah lapangan hijau luas. Beberapa pohon kelapa tumbuh di pinggiran lapangan, menciptakan hawa sejuk akibat pergantian gas yang para tanaman keluarkan.

"Jadi, di mana pelatihku itu, huh?" tanya Sisca malas.

Elzid menunjuk sesosok elf yang tengah duduk bersila di tengah-tengah lapangan. Baju hijau daun yang elf itu kenakan sukses membuat Sisca kebingungan saat melihatnya.

Fransisca Julian and the Nortuland Magic Sword [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang