"Jadi, apa yang harus aku lakukan berikutnya, V?" tanya Sisca sambil kembali ke posisi semula: berdiri dengan pandangan lurus menatap datar muka V.
V tampak melihati tubuh Sisca dari atas ke bawah. Bukan, V tidak sedang mengagumi keseksian tubuh Sisca. Lagipula jika dipikir-pikir, tubuh Sisca tidak begitu seksi. V hanya sedang mencari pedang cahaya yang seharusnya Sisca bawa.
"Di mana pedangmu? Apakau lupa membawanya?" V bertanya dengan nada kecewa.
Tanpa menjawab, Sisca seketika membuka jubah kelabunya setengah, menampilkan sebuah pedang putih berkilau yang mengantung di ikat pinggangnya. "Aku membawanya, V."
Ada alasan mengapa Sisca menyembunyikan pedang putihnya di balik jubah, yakni supaya para elf penjaga tidak tertarik pada benda tersebut. Sisca tidak suka pamer, gadis ini juga tak suka tampil terlalu mencolok seperti kebanyakan wanita, ia adalah tipe yang sederhana.
"Kalau begitu ikuti aku." Beberapa detik setelah V mengucapkan itu, elf muda itu lalu berbalik dan melangkah menuju lorong pemisah lapangan yang diterangi oleh lampu-lampu minyak yang saling beradu terang.
Sisca tidak membalas ucapan pelatihnya, gadis ini hanya menurut dan berjalan mengekorinya.
Prasangka buruk Sisca tentang V telah ia buang jauh-jauh. Dirinya yakin, jika apa yang V perintah dan latihkan pasti ada makna tersembunyi di baliknya. Itulah sebabnya Sisca menurut walau pikirannya tidak tahu apa yang V akan lakukan berikutnya.
Kedua insan ini mulai memasuki lorong, Sisca mulai memberanikan diri untuk berjalan beriringan di samping V. Tampang pemuda itu hanya menatap lurus ke depan seolah tidak menghiraukan kehadiran Sisca.
"Maaf," ucap Sisca berusaha mengusir keheningan yang sedari tadi mengelilinginya dan V.
Beberapa detik berlalu, V tidak kunjung menjawab, hal itu justru membuat Sisca merasa aneh sebab telah berbicara dengan V.
"Untuk apa kau meminta maaf kepadaku, Yang Terpilih?" Satu menit berlalu, V akhirnya membalas ucapan maaf Sisca dengan bertanya tanpa menoleh.
"Maaf jika aku tidak mempercayaimu sebelumnya," jelas Sisca menundukan kepala.
"Kautak perlu meminta maaf, Yang Terpilih. Sudah kewajibanku untuk melatihmu, yang patut disalahkan adalah aku yang membuatmu marah," tutur V.
"Tapi, V, aku--"
"Sudahlah Yang Terpilih."
Saat itu juga keheningan perlahan mulai kembali menyelimuti Sisca dan V. Sisca sangat tidak suka dengan keheningan, terasa aneh jika ada seseorang di sampingnya yang hanya diam seolah sedang sendiri.
Beberapa menit berlalu, V dan Sisca akhirnya sampai di kandang kuda kerajaan yang terletak di bagian paling pojok Istana Francos Zabbur. Kuda-kuda tengah tertidur lelap, beberapa di antara mereka bangun untuk makan jerami yang telah elf perawat berikan lalu kembali tidur menuju alam mimpinya. Kadang kuda ini benar-benar bersih, sama sekali tidak tercium bau tak sedap di mana pun, menandakan perawat kuda kerajaan sangatlah rajin membersihkan.
Setelah sekian menit bungkam, Sisca bertanya, "Jadi, apa yang akan kita lakukan?"
Alih-alih menjawab, V malah balik bertanya, "Apakau bisa menunggang kuda?"
"Ya, kenapa?"
Dulu sewaktu masih bersekolah, Sisca pernah mendapat nilai B- dalam katagiri berkuda tanpa pelana, nilai yang tidak pantas untuk dibangga-banggakan tidak pula nilai yang jelek untuk disembunyikan.
"Kalau begitu, pilih kuda faforitmu," pinta V sambil melangkah menuju kuda coklat yang sedang memakan jerami.
Sisca memutar tubuhnya 360 derajat berusaha mencari kuda yang cocok untuk ia tunggangi. Pandangannya terus menelusuri setiap sudut kandang. Langkah kakinya berjalan ke sana dan ke sini melihati setiap kuda yang tertidur dan bangun. Hingga Sisca menemukan seekor kuda yang ia cari-cari.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fransisca Julian and the Nortuland Magic Sword [END]
Fantasy[Completed] Ini tentang perjuangan Fransisca Julian sang penyihir yang berkelana menjelajahi lembah bersama teman-temannya untuk meraih kebahagiaan dan kejayaan yang lama sirna. Ini tentang senyum dan tawa yang ingin Fransisca Julian bawakan di kela...