"Apakau bercanda, tuan?!" Mimikku yang semula sedih langsung berubah menjadi kaget sekaligus senang. Senang karena tahu jika ada orang yang sangat mengenal ayahku dan kaget mendengar si goblin yang ternyata adalah teman ayahku. Mungkin kedua hal itu tidak jauh berbeda.
"Kenapa kau baru cerita soal ini, Ezbur," seru kakekku dengan nada sedikit keras, "dia itu putraku!"
Jujur, baru kali pertama ini aku mendengar Kakek Davincio marah, meskipun beliau tidak terlihat begitu marah namun mimiknya itu sudah menjelaskan segalanya.
"Itu karena kau tak pernah bilang sebelumnya, Davin," kata goblin yang dipanggil Ezbur.
"Ja-jadi, apa ayahku benar-benar ... sudah tia--"
"Kami masih belum tahu soal itu," Ezbur menotong ucapan.
"Maksud tuan?" tanyaku lagi.
"Terakhir kali aku melihat ayahmu, beliau sedang beradu pedang dengan kelima teman yang mengkhianatinya di tengah desa ini, kami para goblin memutuskan tinggal diam di rumah sebab kaum kami yang terlalu banyak dibantai saat itu," terang Ezbur.
"Lalu apa yang terjadi?" tanyaku antusias seolah-olah telah mendengar dongeng paling menarik setanah Nortuland.
Terlihat Kakek Davincio yang juga sangat serius menyinak cerita Ezbur, beliau bahkan sampai mengelus-elus janggot panjangnya. Sedangkan yang lain, duduk santai dan ikut menyimak, termasuk para manusia yang bahkan tidak tahu apa pun soal apa yang diceritakan.
"Lalu, beliau merubah dirinya menjadi api yang sangat besar, kelima temannya menjadi begitu takut. Hingga, beberapa detik kemudian api pun padam, menyisahkan jubah yang aku pakai ini," Ezbur akhirnya mengakhiri ceritanya.
"Bagaimana dengan pangeran penyihir? Apa benar kaum kalian yang menculiknya?" tanya Lora curiga.
Menurutku, pasti insiden penculikan pangeran penyihir hanya kesalah pahaman saja. Maksudku, tidak mungkin, 'kan? Para goblin baik hati ini sampai menculik pangeran.
"Tidak, kami tak pernah menculik siapa pun, pangeran kalianlah yang datang kemari dengan pasukan berkudanya, pangeran kalian dan pasukannya entah mengapa malah menyerang kaum kami, jadi kami berusaha melindungi diri dengan cara berperang," jelas Ezbur menatap kosong perapian.
"Tunggu, apa tujuan pangeran penyihir sampai membawa pasukan berkudanya?" tanya Egwin.
"Kami tidak terlalu tahu, namun dari gulungan yang aku temukan di tas para korban, pasukan pangeran penyihir saat itu sedang melakukan ekspedisi penjelajahan Hutan Fafabo yang masih misterius."
"Perang?" Stuerd mulai tertarik dengan pembicaraan ini.
"Ya, perang, pasukan berkuda pangeran kalian kocar-kacir saat melawan kaum kami yang berjumlah sangat banyak, sebagian besar dari mereka kami bunuh dengan terpaksa dan sebagian yang lain kami tawan, termasuk pangeran kalian," Ezbur melanjutkan ceritanya.
"Dan beberapa hari kemudian datanglah pasukan penyelamat pangeran sampai akhirnya kesalah pahaman pun terjadi?" tebak Stuerd.
"Tepat sekali. Namun, di antara pasukan penyelamat pangeran penyihir itu, aku mengenal satu orang: Ayahmu," Ezbur menunjuk ke arahku yang ada di balik perapian, "Beliau menentang kawan-kawannya untuk membantai kaum kami, namun apa daya beliau, Ayahmu malah diserang oleh kawannya sendiri."
"Terima kasih telah menceritakannya padaku, Ezbur," aku berterimakasih.
"Sama-sama, nona?" Dari nada bicara Ezbur, lebih mengarah pada pertanyaan daripada pernyataan.
"Nona Fransisca Julian, Anda bisa panggil saya Sisca," jawabku dengan senyum.
Aku pun berdiri dan mulai menjabat tangan Ezbur, Ezbur melontarkam senyum tipisnya padaku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fransisca Julian and the Nortuland Magic Sword [END]
Fantasy[Completed] Ini tentang perjuangan Fransisca Julian sang penyihir yang berkelana menjelajahi lembah bersama teman-temannya untuk meraih kebahagiaan dan kejayaan yang lama sirna. Ini tentang senyum dan tawa yang ingin Fransisca Julian bawakan di kela...