Dua jam berlalu akhirnya para orc tiba di halaman istana Zabbur. Langit mulai menampakan sinar jingganya, sebab mentari yang mulai bersembunyi di balik gunung kembar Ziber dan Huber seolah takut dengan kedatangan para orc.
Fransisca Julian dan Derytoby Leon Alexsandra berdiri beiringan dengan penjagaan ketat di kanan-kiri-belakangnya, terukir rasa kesal yang mendalam dari tampang kedua insan itu, menciptakan aura tegang yang memenuhi atmosfir.
Raja Stevory dan Ratu Anabel pun demikian, kedua bangsawan itu berdiri di barisan paling depan dengan memasang tampang jengkel. Namun, meski tampang mereka jengkel, masih ada kewibawaan yang terselip.
"Apa yang kalian inginkan?!" Stevory membentak, suaranya sampai mengema ke penjuru halaman istana, membuat aura yang semula tegang menjadi bertambah tegang.
Lima puluh orc dan lima troll berdiri rapi menghadap Stevory, Anabel, Sisca, Leon, dan para elf penjaga. Beberapa di antara mereka memegang panji berlambang cakar yang berkibar ditiup embusan angin senja.
Tatapan mereka begitu mengintimidasi seolah tidak takut jika para elf akan menusuki mereka dengan ratusan anak panah. Namun, jika dilihat dengan lebih jeli lagi. Para orc hanya bersenjatakan sebuah pedang pendek tanda bahwa mereka tak ingin bertarung. Lagipula, mana ada kisah lima puluh orc yang berhasil menghancurkan seisi kerajaan?
"Kami ingin menyampaikan suatu perjanjian," jawab salah satu orc dari barisan paling depan. Suaranya begitu serak berat dan menakutkan. Tidak heran mereka sering dijuluki monster biadab.
Orc berperawakan tinggi dan besar itu lalu mengambil sebuah gulungan yang ia simpan di balik pakaian kusutnya. Rambutnya yang panjang dan berantakan membuatnya mirip dengan gelandangan.
"Aku punya firasat buruk jika ini semua ada hubungannya denganku," guman Sisca serius sambil melirik Leon dengan ekor matanya.
Leon langsung menatap Sisca. "Tenanglah, kita bisa mengatasi ini bersama."
Makhluk biadab dari barisan paling depan itu kemudian membacakan apa yang rajanya tulis di dalam gulungan. Stevory tampak menyimak dengan mimik ekstra serius, bahkan dahinya sampai berkerut.
"Untuk Raja Stevory.
Aku ingin kau menyerahkan yang terpilih kepadaku, jika kau tidak mau maka Kerajaan Zabbur akan kami musnahkan segera setelah Kerajaan Wizard kami hancurkan. Namun, jika kau menyerahkan yang terpilih kepadaku ... maka kami berjanji untuk tidak lagi memijak tanah air kalian. Cepatlah ... waktumu sampai bulan menampakan wujudnya, aku tunggu kau di balik tembok.
Tertanda, Raja Clorex Sang Pemusnah Manusia."
Hening. Tidak ada suara apa pun seolah semua orang telah kehabisan kata-kata, membuat atmosfir yang semula tegang menjadi hening. Para elf penjaga saling bertatapan bingung, sedangkan raja dan ratu tampak memikirkan jawaban yang akan mereka lontarkan nantinya.
Sisca mulai panik. Jantungnya berdebar kencang bak pintu yang didobrak-dobrak, keringat dingin mulai bercucuran dari kulit mukanya, dan napasnya memburu tidak normal.
Melihat Sisca yang tampak kacau, Leon pun mencoba menenangkannya. "Sisca semua akan baik-baik saja, tenanglah raja tak akan menyerahkanmu begitu saja ...," ucap Leon menatap mata Sisca yang mulai sembab. Dilontarlannya sebuah senyuman hangat yang membuat hati kecil Sisca sedikit tenang.
"Kembalilah ke raja kalian, katakan jika aku masih memikirkannya."
Tepat setelah Stevory mengucapkan, 'masih memikirkannya'. Setetes air tiba-tiba meluncur membasahi pipi lembut Sisca. Gadis ini takut jika Stevory nantinya akan menyerahkan Sisca kepada para orc untuk dibunuh.

KAMU SEDANG MEMBACA
Fransisca Julian and the Nortuland Magic Sword [END]
Fantasy[Completed] Ini tentang perjuangan Fransisca Julian sang penyihir yang berkelana menjelajahi lembah bersama teman-temannya untuk meraih kebahagiaan dan kejayaan yang lama sirna. Ini tentang senyum dan tawa yang ingin Fransisca Julian bawakan di kela...