2. Teman

13.5K 662 5
                                    

Dasha menatap pantulan dirinya di kaca wastafel kamar mandi sekolah. Mata Dasha sembab, ia menangis, ia menyesal tidak bisa mengendalikan Nattasha, sisi lainnya.

"Kamu keterlaluan Nattasha." Lirih Dasha yang menjambak rambutnya. Setelahnya ia membasuh wajah, menghembuskan napasnya, kemudian merapikan seragamnya. Ia pun keluar dari kamar mandi, tak sedikit orang yang memandanginya aneh, takut, jijik.

Pasalnya berita tentang pertengkaran itu sudah cepat menyebar bagai debu di tiup angin. Dasha menundukan kepala nya, ia tidak ingin melihat berbagai tatapan itu.

Bruugh

Dasha meringis memegangi bokong nya yang mencium lantai, ia tengah menabrak seseorang.

"Maaf kak," ucap Dasha tanpa melihat siapa, ia kemudian berdiri dan melenggang pergi.
Meninggalkan seseorang yang tersenyum kepadanya.

"Gadis ku Dasha," gumam orang itu.

***

Tama cowok yang tengah berdiri di rooftop ini menjelajahi pemandangan sekolah nya. Ia tak sengaja melihat seorang gadis tengah berjalan dengan mendudukan kepalanya. Seolah tidak ingin melihat siapapun yang berada di hadapannya.

Entahlah apa yang terjadi.

Tama akhirnya meloncat dari ujung tembok, ia kemudian menuruni tangga, karna bel masuk sebentar lagi bunyi.
Setelah sampai dikelas Tama mengedarkan pandangannya, ia melihat gadis itu.

Gadis itu tengah memindahkan kursinya kebelakang kursi Tama. Ia sepertinya tidak ingin sebangku lagi dengan Tama, entahlah Tama juga tidak tertarik. Gadis pendiam, lugu, aneh itu tengah menundukan kepalanya dikala sang guru masuk.

*

Bel pulang berbunyi, semua orang bergegas pulang, hanya satu orang yang masih betah duduk di kursinya.

Siapa lagi kalau bukan Dasha.

Gadis itu tengah menatap kursi milik Flora, entahlah Dasha begitu merasa bersalah pada gadis itu. Walau pun Flora cukup kejam terhadapnnya, bagaimana tidak tadi saat Dasha duduk, tiba-tiba ia tidak bisa bangkit lagi.

Sepertinya kursi miliknya telah di tempeli lem, sehingga melekat pada rok Dasha. Dan yang sedari tadi tersenyum miring kepadanya, adalah Sully and the geng.

Dasha masih duduk, ia tidak tau harus berbuat apa, tidak ada yang harus dimintai tolong olehnya. Walaupun ada, pasti orang itu bakalan kabur karna tersebarnya isu kalau Dasha itu Gila.

Dasha masih duduk, namun ia tetap mencoba berdiri walau kursi nya ikut terangkat. Ia meringis saat kakinya tergores oleh ujung kursi.

Dasha menyerah, akhirnya ia kembali duduk, "aku harus ngapain," gumam Dasha.

"Dasha" panggil seseorang di ujung pintu. Dasha segera mendongak, sebuah senyuman lebar menghiasi wajah pucatnya.

"Aku kira kamu Nattasha." Ungkap orang itu.

Dasha tersenyum. "Devano," panggil Dasha dengan binar harapan penuh.

"Kamu kenapa, pasti ada yang jail nya," tebak Devano dengan gemasnya mencubit pipi tirus Dasha. Dasha mengangguk, Devano Gunawan dia adalah sahabat yang selalu mendukung Dasha.

Dia juga tahu kalau Dasha mempunyai penyakit itu, Devano lah yang bisa mengendalikan sisi lain Dasha.

"Kamu kenapa duduk sendirian?" tanya Devan yang ikut duduk setelah mengambil kursi.

"Dia kelewatan,'' ucap Dasha yang memeluk ransel nya sendiri. Devan mengusap kunciran Dasha, ia kemudian menghapus sisa air mata itu.

"Gak usah dipikirin, ayo kita pulang," ungkap Devan dengan senyuman yang mampu menghangatkan.

"Gak bisa, ada yang naroh lem di kursi aku. " Ringis Dasha, membuat Devan terdiam.

"Aku beli seragam kamu dulu yah ke koperasi," Devan yang bergegas pergi, membuat Dasha sedikit bersyukur.

Setelah beberapa lama Devan muncul juga, "sekarang kamu gunting rok kamu, terus halangin pake rok ini, bisa kan, aku gak bakal liat kok." Lanjut Devan yang memberikan rok serta gunting, tak lupa kajet nya untuk menghalangi.

Setelah Dasha menggunting rok nya, ia langsung menutupinya dengan jaket Devan, dan langsung memakai rok lagi.

"Terus yang ini gimana?" tanya Dasha,

"Biar aku atur," ucap Devano yang mengedipkan sebelah matanya. Akhirnya rok yang menempel di kursi pun terlepas, dan Dasha segera membuangnya ke tong sampah.

"Makasih yah, udah mau bantuin," ucap Dasha dengan senyuman nya.

Mereka pun berjalan ke parkiran, "santai aja, aku anterin yah, sekalian mau mampir," ucap Devan dan membuat Dasha mengangguk.

**

"Oh disini. Kenapa aku baru tau yah, kita satu komplek loh, cuma beda blok," ucap Devan melihat sekelilingnya.

"Aku juga gak tau kalau kita satu sekolah, hehe," cengir Dasha.

"Aku pulang yah. Gak jadi mampir, lain kali aja, titip salam buat kak Dasti."

Dasha pun mengacungkan jempolnya, Devano pun pergi, membuat Dasha segera masuk ke rumah nya.

"Tadi siapa, kayak familiar gitu mukanya?" tanya Dasti dengan mengambil tas Dasha.

Dasti Nattusha dua tahun lebih tua dari Dasha, mereka sadikit mirip, bahkan mereka sering dijuluki kembar, oleh orang-orang.

"Masa kaka lupa sih, Devan, temen aku yang pindah ke sini, ganteng yah dia. Oh iya.. ternyata satu komplek sama kita loh," ungkap Dasha dengan mengambil cemilan.

"Wah, kamu punya temen lagi dong, gimana kelas pertama kamu, dia gak muncul kan?" tanya Dasti. Dasha sangat tahu siapa yang di sebut 'dia' oleh Dasti, itu Nattasha.

Dasha menghela napas, "dia muncul kak, pas aku dibulli terus dia muncul dan nyerang temen yang ngebulli aku, dan disekolah sekarang aku disebuat orang gila karna langsung berubah," ungkap Dasha dengan wajah sedih.

Dasti menepuk punggung Dasha,"kaka faham, entah sampai kapan dia terus membayangi kamu Sha," lirih Dasti tidak tega mendengar perkataan itu.

Bukan hanya sekarang, bahkan dari dulu Dasha dikucilkan, dan satu-satunya orang tidak menganggap Dasha aneh cuman Devano, hanya dia, satu-satunya di dunia setelah Dasti dan almarhum orang tuanya.

"Tapi.. Devan juga satu sekolah sama aku kak, jadi gak kesepian lagi," ucap Dasha dan segera memeluk kaka nya itu.

"Kita kerumah sakit sekarang yuk. "

.
.
.
.
.
.
.
.
.

Bersambung

Kepribadian Ganda [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang