39. Mempertahankan

2.9K 174 9
                                    

"K-kamu udah tau semuanya? apa maksud kamu Sha, dan dia, kenapa kamu bisa sama dia, jawab Sha?"

Tanya Devan bertubi, ia menghadang jalan Dasha dan Tama. Mata Devan berkilat marah menatap Tama.

"Gimana bisa kamu muncul, padahal Nattasha masih nguasain kamu?" tanya Devan kembali, lelaki ini bingung, Dasha tidak pernah muncul kecuali dia yang melakukanya. Padahal Devan ingat sekali, Nattasha belum ia hilangkan tadi.

"Van, dia, Rio. Sahabat kecil aku, dia yang ada dimimpi aku, diingatan aku, bukan kamu Van." Jawab Dasha, mata Devan melotot sempurna, ia menatap Dasha tidak percaya.

"Apa kamu bilang? Dia, sahabat masa kecil kamu, itu bohong Sha, jangan pernah percaya sama dia, dia cum--".

"Van, aku mohon, dia tau semua masa lalu aku Van, masalalu yang bahkan kamu sendiri gak tau, jujur sama aku Van, kamu bukan teman masa kecil aku kan? kita hanya bertemu saat aku menginjak SMP kan?" tanya Dasha mendesak.

Devan diam, ia menatap Dasha tak percaya, kenapa semuanya seperti ini.

"Ya Sha, aku emang bukan teman dari kecil kamu, kita hanya ketemu saat kamu SMP, tapi Sha, aku yang selalu jaga kamu, aku yang munculin kamu dan mengambil alih tubuh Nattasha."

"Nattasha yang muncul, bukan Dasha, Nattasha lah kepribadian lain Dasha, lo salah Devano. Gideon yang memunculkan Nattasha, Gideon yang membentuk karakter kejam Nattasha, gue sangat tau sekali, Shasa yang gue kenal, anak yang baik dan murah senyum."

Lanjut Tama, Devano terdiam, matanya bergerak gelisah, kenapa semuanya tidak sesuai harapanya, kenapa sosok Tama muncul dan menghancurkan apa yang ia miliki.

"Terserah lo, Sha, ayo ikut aku, jangan pernah berhubungan lagi sama dia, ini terakhir kali kamu kominikasi sama dia." Ucap Devan yang menarik tangan Dasha, namun tangannya langsung ditahan oleh Tama.

"Jangan sentuh dia." Tajam Tama yang matanya berkilat marah, ia tidak suka Dasha ditarik-tarik seperti itu.

"Sha ayo," Devan tidak memperdulikan Tama, ia terfokus pada Dasha, Dasha menghela napas dan perlahan melepaskan tangan Devan dari tanganya. Mata Devan melotot.

"Maaf Van, aku gak bisa, aku gak mungkin pergi dari Rio, maaf Van," ucap Dasha yang menunduk, wajah Devan mengeras, urat lehernya terlihat mengencang.

"KENAPA HAH. KENAPA LO GAK MAU TINGGALIN DIA, LO TAU KAN GUE CINTA SAMA LO DASHA," teriak Devan tepat didepan Dasha, gadis ini semakin menunduk dalam.

"Jangan berani bentak dia," geram Tama yang mendorong tubuh Devan agar menjauhi Dasha, napas lelaki itu memburu menatap Dasha.

"Gue kasih satu kesempatan lagi, ayo kita pergi dan lo jangan pernah temuin dia lagi." Tunjuk Devan pada Tama, rahang lelaki ini mengeras, wajah Dasha terangkat menatap Devan.

"Maaf Van--".

"GOBLOK, GUE UDAH KASIH LO KESEMPATAN, JANGAN SALAHIN GUE KALAU GUE JEBLOSIN LO KEPENJARA DASHA." Teriak Devan dan membalikan badannya, meninggalkan Dasha yang menangis tersedu.

Devan tidak pernah membentaknya, Devan tidak pernah mengumpatnya, tapi hari ini, Devan marah besar.

"Gapapa, keputusan kamu udah bener," Tama memeluk Dasha, tubuh gadis ini bergetar merasakan sakit dihatinya, Tama hanya bisa mengelus punggung Dasha membiarkan seragamnya basar oleh air mata.

Setelah tenang, Tama membawa Dasha kebelakang sekolah, ia mendudukan Dasha.

"Rio," panggil Dasha lirih, wajahnya masih memerah karna habis menangis, Tama mengusap rambut Dasha sambil tersenyum. "Gimana kalau Devan beneran jeblosin aku kepenjara, Rio?" tanya Dasha.

Kepribadian Ganda [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang