26. Bukan nembak

3.5K 202 1
                                    

"Lo kenapa gak mau jadi pacar gue?".

Pertanyaan itu membuat mulut Dasha rasanya menganga, barusan adalah pertanyaan Tama. Lelaki gila mungkin pikir Dasha, bagaimana tidak lelaki ini mengatakan ucapan diatas dengan lantang saat teman-teman kelasnya melewatinya begitu saja.

"Kamu, bikin aku malu." Beritahu Dasha yang mengedarkan pandanganya dan meringis melihat tatapan orang-orang ini.

"Gue udah nembak lo 2 kali yah Sha," cibir Tama yang melingkarkan tanganya didada. Dasha mengerutkan keningnya.

"2 kali, kapan?" tanyanya ambigu, terlihat Tama yang mengusap wajahnya.

"Ya 2 kali, pertama saat lo turun dari motor gue beberapa minggu yang lalu, kedua, sekarang. Barusan gue nembak lo Dasha," gemas Tama yang hampir saja mencubit pipi Dasha, untuk saja gadis ini menggindar.

"Kamu bukan nembak, yang barusan dan beberapa minggu yang lalu itu adalah pertanyaan kamu, bukan nembak." Terangkan Dasha membuat salah satu alis Tama naik.

"Menurut gue sama ajah," balasnya tak mau kalah, terdengar helaan napas kesal dari Dasha.

"Yaudah terserah kamu, permisi," balas Dasha yang mencoba melewati Tama dari samping. Namun lelaki ini malah mengikutinya, "aku mau pulang Tama, tolong jangan dibuat ribet." Mohon Dasha karna dirinya sudah sangat lelah sekarang.

"Yaudah, lo jawab dulu baru gue berhenti."

"Jawab apa sih, nih aku ulangin yah, beberapa minggu yang lalu kamu ngomong, 'Lo kalau gue tembak, mau gak?' terus yang barusan, 'Lo kenapa gak mau jadi pacar gue'. Terus, dimana letak kamu nembak akunya Tama. Udah aku bilang, kamu itu memberikan pertanyaan bukan perasaan, ngerti kan?".

Dasha menghela napas setelah mengatakannya dengan panjang lebar, ini pertama kalinya ia ngomong dengan orang asing sangat pajang.

"Ya menurut gue itu.. yang gue tanyakan yang perasaan gue, ah gak penting. Oke gini, Dasha gue suka sama lo, lo mau gak jadi pacar gue?".

Oke, sekarang baru Tama nembak.

"Gak," jawab Dasha yang melenggang pergi meninggalkan Tama yang hampir saja tersedak air liurnya sendiri. Barusan ia ditolak.

Dasha berjalan dengan menghenta-hentakan kakinya, kesal bercampur malu menyelimutinya. Penolakan barusan cukup adil dengan kekesalanya pada cowok itu. Dasha mengadahkan wajahnya dan menyernyit saat melihat Gideon berjalan dengan menunduk, lelaki itu tengah memainkan ponselnya. Dasha mengikuti Gideon, apa ini.

Apa Deon mau nyebrang batin Dasha aneh saat melihat cowok itu berdiri dipinggir jalan dengan mata yang masih tertuju diponsel. Lelaki itu kembali melangkah.

Mata Dasha terbelalak kaget saat beberapa meter ada mobil yang akan melintas sementara Gideon terus melangkah. Dengan keberanian tinggi Dasha menarik tangan Gideon sampai lelaki ini mundur kembali dan mobil itupun membunyikan klakson sambil melewati mereka.

Mereka terjerembab diaspal. "Aisssh," kesal Gideon saat bajunya kotor terkena genangan air. Gideon melihat siapa yang menariknya tadi, wajahnya memerah saat melihat gadis itu sama terjerembab di aspal. "Lo, kenapa hah narik-narik gue kayak gitu, sialan." Umpat Gideon.

Dasha mencoba melihat Gideon, ia kemudian berdiri dengan membersihkan roknya.

"Maaf, tadi pas kamu mau nyebrang ada mobil yang lewat, aku reflex narik kamu Gi,'' jelaskan Dasha membuat Gideon memutar bola matanya malas, ia juga sedikit menyernyitkan keningnya. Bagaimana bisa ia berada dijalan raya ini, padahal ia tadi masih berada di area sekolah.

"Sha," Tama menahan bahu Dasha, Gideon menatap Tama tidak suka begitupun sebaliknya, "Kenapa lo harus tolongin si psyco ini sih Sha, biarin ajah dia mati ketabrak." Tama membawa Dasha kembali masuk kepekarangan sekolah.

Siku Dasha berdarah akibat goresanya dengan aspal tadi, dan Dasha sama sekali tidak menolak Tama, karna sungguh ia membutuhkan Tama sekarang. Mereka masuk Uks, ada beberapa anak PMR yang sedang bersenda gurau di Uks. Namun saat melihat datangnya Tama mereka langsung keluar setelah Tama mengusirnya.

"Lo duduk," ucap Tama, gadis berambut coklat ini hanya menurut saja. "Agak sedikit perih yah," lanjut Tama yang meniup pelan luka Dasha dan mengoleskan alkohol pada luka itu. (maaf kalau salah, gue gak tau cara bersihin luka urutanya gimana).

"Ahhrrg," erang Dasha kesakitan, rasanya itu sangat perih, Tama kembali meniup-niup luka itu. Dasha sedikit menjauhkan sikunya tidak enak. Setelah mengoleskan betadine Tama menutup luka Dasha dengan plester.

"Makasih," tulus Dasha yang menatap Tama, cowok yang tengah membereskan peralatan ini mengangguk.

"Pulang bareng gue yah," baru saja mulut Dasha akan menolak, "gak nerima penolakan." Lanjutnya membuat Dasha menutup kembali mulutnya. Mereka setelahnya kembali keparkiran yang sudah sepi.

Tama memakaikan helm pada Dasha, cewek ini tidak menolak karna ia tahu tanganya sedikit pegal.

.
.
.
.
.
.
.
.
.

Bersambung

Kepribadian Ganda [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang