34. Insting Detektip

3K 168 6
                                    

"Saya melihat nya... mereka... membunuh siswi itu.. saya melihat lelaki itu memperkosa siswi itu..saya melihatnya."

*

*

Siska Point Of View.

Gue gak tau harus gimana sekarang, pembunuhan itu, pemerkosaan itu. Mereka melakukanya didepan mata gue.

Gue ngeliat tangan yang sedari tadi megang lengan gue. Nattasha, dia senyum penuh mistery natap gue.

"Tau kan, tutup mulut, anggap aja gak terjadi apapun. Nikmati semua yang tadi lo liat."

Lo gila Nattasha, gue harus menikmati perbuatan lo yang menggantung kak Narumi didepan mata gue sendiri. Dia psyco, Nattasha gila.

"Kalau lo berani ngomong sama orang lain, lo akan mati." Gideon si anak ipa 4. Lelaki menyeramkan itu mengancam gue. Gue gak tau harus gimana, mulut gue gak bisa berucap apapun, gue gak bisa minta tolong kesiapa pun.

Kami lagi dirumah Dasha sekarang, gue gak tau harus panggil dia Nattasha atau Dasha saja.

Beberapa jam yang lalu pemberitaan pembunuhan sudah menyebar, mereka meyakini Selva dan teman-temanya memang tersangka utama.

Camping tidak jadi diselenggarakan akibat kejadian ini. Semuanya bertanya-tanya, bagaimana mungkin Selva dan teman-temannya melakukan itu padahal Narumi adalah sabahatnya.

Gue gak tau lagi harus gimana, Nattasha tiba-tiba berdiri dan masuk kedapur, ninggalin gue sama si anak ipa 4 ini. Dia masih ngeliatin gue, gue agak takut demi apapun.

"Jangan pernah tertarik sama Nattasha, gue tau lo lesby Siska."

Damn it.

Anjing Bangsat Setan.

Gimana dia bisa tau, padahal gak ada seorang pun yang tau mengenai ini. Hanya gue, satu-satunya.

Baiklah, gue ngaku, gue berteman dengan Dasha adalah karna gue tertarik sama dia. Tapi itu sebelum gue tau kalau Nattasha-kepribadian lain Dasha sekejam ini.

Yang gue rasain sekarang ada ketakutan.

"Gak usah aneh gitu natap gue nya, rahasia lo aman sama gue. Selagi lo, tutup mulut."

Gideon, lelaki yang menurut seluruh cewek disekolah gue adalah lelaki tampan. Tapi. Oke, gue akui, dalam pandangan gue pun sebagai gadis lgbt, Gideon ini memang tampan. Tapi semua itu hilang kalau dia ngomong.

Menyeramkan, tatapan tajam itu kayak mau ngebunuh, gue yakin gak sedikit yang jadi korban dia, dilihat dari dia memperkosa 3 cewek itu tanpa keliatan puas.

"Sayang sekali padahal lo cantik, ck ck ck," lanjut dia, gue sangat takut, gue mau pulang. Dari sini gue tau.

Nattasha, Gideon dan Devano adalah psycopath, gue menyesal kenal dengan mereka yang mengakibatkan gue melihat adegan pemerkosaan dan pembunuhan didepan mata gue sendiri.

■●

Tama memarkirkan motornya diparkiran, sekolah sudah ramai, pihak sekolah mengumumkan pembatalan camping yang hari ini diselenggarakan.

Tama mulai mendekati ayahnya yang memang masih bertugas disana, ia memasuki lab bahasa.

"Ada yang mencurigakan pah?" tanya Tama, Adi-ayah Tama- menggeleng.

"Cctv mati, tidak ada sidik jari lain disini selain sidik jari Selva, Inka dan Winda." Ucap Adi.

"Tapi Xav, ditubuh mereka bertiga ada bekas pukulan dikepala dan tubuh, tapi mereka mengatakan kalau itu terjadi akibat perkelahian mereka, tapi anehnya, dikursi besi itu, hanya ada sidik jari Selva, sementara ia juga mendapatkan luka sama dikepalanya. Kasus ini sama aneh nya seperti kasus Sully dkk."

Tama mengangguk, kenapa sekolahnya menjadi misterius seperti ini. Entahlah Tama berfikir pasti ada salah satu psycopath yang berada disekolah sini.

"Papah sudah introgasi, semua pihak yang terkait?" tanya Tama.

"Udah, dan keluarga Narumi bilang, Narumi dan ketiga temannya itu sangat dekat, begitupun kesaksian keluarga Selva dan lainnya, mereka bahkan tidak menyangka dengan kejadian ini."

Tama kembali mengangguk. Ia keluar dari lab bahasa, kemudian menuju keruangan guru, semua siswa dan siswi hadir, bahkan setelah diumumkan bahwa camping tidak jadi pun. Mereka semua masih disini.

"Permisi pak," sapa Tama saat masuk keruangan pak Juned, sebagai guru kesiswaan.

"Iya, masuk Xav, gimana papah kamu sudah selesai?" tanya pak Juned, sebenernya pak Juned adalah teman ayah Tama.

"Oh, belum pak. Oh iya, saya boleh tanya gak pak?" Tama mengajukan pertanyaan. Pak Juned lalu mengangguk.

"Silahkan."

"Semua siswa dan siswi datang kesekolah kan hari ini?" tanya Tama. Pak Juned terlihat berfikir.

"Sepertinya begitu, tapi tunggu." Ucap pak Juned lalu memeriksa absenan yang wajib dikumpulkan setiap kelas, lalu pak Juned membuka kelas 11ipa3. "Ah, gak semua masuk Xav, ada satu siswi yang gak ada keterangan." Lanjut pak Juned.

Sibuah senyuman terbit dibibir Tama.

"Siapa pak?".

"Adisti Khoerunisa. Bapak gak tau kenapa dia gak masuk disaat seluruh siswa sekolah masuk." Kata pak Juned.

"Saya minta alamatnya pak."

"Untuk apa?" tanya pak Juned. Tama tersenyum.

"Saya akan mencari bukti." Insting detektipnya tak pernah lengah. Tama akan selalu mencurigai apa yang pantas dicurigai.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Bersambung

Kepribadian Ganda [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang