23. Keterlambatan

3.8K 204 2
                                    

Pintu gerbang SMA hampir saja ditutup kalau Dasha tidak segera memanggil pak satpam.

Hari ini adalah hari senin, untuk itu pukul tujuh pagi semua penghuni SMA harus sudah berada di lapangan upacara.

Dasha berjalan menuju kelasnya, ia hanya akan menyimpan tas dan ingin segera berjalan kelapangan lagi. Namun sebuah suara menghentikanya.

"Dasha Nattasha, inget gue." Seseorang berdiri dibelakang Dasha, keringat dingin mulai membasahi tangan Dasha. Dasha memutar tubuhnya.

Disana. Lelaki yang berseragam acak-acakan, tengah menatap Dasha dengan senyuman evilnya. Dasha meneguk salivanya, tentu saja ia tahu siapa orang ini, dia adalah murid di SMP Dasha sekolah, dan dia teman Nattasha.

"Gideon." Gumam Dasha.

Senyuman setan itu terbit dibibir Gideon, lelaki ini mendekati Dasha kemudian mencengkram bahunya.

"Lo kenapa belum mati Dasha, biarin Nattasha yang nguasain lo. Hidup lo gak guna Dasha," ucapan Gideon dengan sorot mata tajam.

Beberpaa hari ini Gideon mulai melihat Dasha, pertama saat melihatnya keluar dari toilet, dan yang terakhir saat turun dari atap. Kemudian Gideon mulai mengikuti Dasha, dan ini memang benar Dasha.

"Lepasin," ucap Dasha dengan suara getar. Gideon ini tampan namun sangat menyeramkan.

"Yang jadi kepribadian lain itu lo, bukan Natasha." Sentak Gideon berapi-api, ia kemudian melepaskan cengkramanya karna sudut matanya melihat seseorang yang sangat ia kenali, seseorang yang sudah berani menutupi Nattasha. Dia Devano.

Gideon melenggang pergi meninggalkan Dasha yang terpaku, ia menelan salivanya berat.

"Sha, kamu gapapa?" tanya Devand sambil melihat kepergian Gideon, sungguh ia tidak tahu kalau Gideon ternyata sekolah disini. Atau mungkin Gideon anak baru. Wajah Dasha pucat pasi.

"Van, ayoo." Ajak Dasha karna pengumuman upacara akan segera diselesaikan.

Setelah selesai upacara untung saja pelajaran B.Inggris kosong. Dan itu bisa membuat keuntungan untuk seorang Tama yang baru menginjakan kakinya disekolah pukul sembilan lewat.

"Haii," sapa Tama, Dasha yang masih melamun tidak sadar bahwa Tama menyapanya. Cowok ini tidak mendapat respon kemudian duduk disamping Dasha, "Lo bengong?".

"Eh." Sentak Dasha yang melihat wajah Tama begitu dekat, hampir saja napasnya tercekat melihatnya sedekat ini.

Tama menaikan sebelah alisnya melihat wajah panik Dasha barusan, ia kemudian mengalihkan pada sesuatu yang Dasha gambar, sebuah kupu-kupu yang dikedua sayapnya berbeda motip dan ukuran.

Disebelah kiri terlihat sayap yang mendominasi, coraknya sedikit namun tegas, juga berwarna merah. Disisi kanan terlihat sayap kecil dan bentuk yang indah juga berwarna putih. Lagi-lagi Tama menaikan sebelah alisnya tidak mengerti.

Dasha menutup bukunya dan duduk dengan tegak kedepan. Suasana masih ricuh, sebentar lagi ada pergantian mata pelajaran.

"Hallo..lo denger gue gak?" Tama sedikit berteriak membuatnya menjadi pusat perhatian dikelas. Dasha yang tersetak kaget dengan gugup melirik Tama.

Tama menatap Dasha kesal, ia kemudian berdiri dan menarik tangan Dasha, tentu saja gadis ini menolak namun tenaganya tidak cukup kuat untuk melawan seorang pria

"Kamu apa-apaan sih?" Dasha bertanya dengan menghempaskan tanganya, Tama yang menatapnya hanya berekspresi datar.

"Lo kenapa melamun?" tanya Tama tanpa menjawab pertanyaan Dasha tadi. Dasha menghembuskan napasnya kesal.

"Kamu kalau cuma mau nanya itu kenapa harus kesini," ucap Dasha setengah berteriak, tidak ada gunanya berbicara lemah kepada Tama.

"Yeh orang dari tadi gue nanya, lo gak gubris," balas Tama yang berjalan lebih dulu. Tama kira Dasha akan mengikutinya yang menuju kantin ,tapi saat Tama membalikan badanya, Dasha kembali masuk. Tama menghela napas dan melanjutkan jalanya menuju kantin.

**

Dasha memasuki Granmedia yang berada didekat sekolahnya, kemarin saat mengantar Siska membeli kamus Bahasa Inggris, Dasha melihat buku yang menarik perhatianya.

Dasha kemudian menjelajah rak-rak yang tersusun rapih, sepertinya kemarin buku yang ia lihat ada dibarisan Fiksi Remaja. Dasha mencarinya dengan sangat teliti.

"Itu dia,'' gumam Dasha yang akan mengambil buku itu, namun sebuah tangan lebih dulu mengambilnya. Dasha melotot sempurna dan melihat siapa orang yang sudah lebih dulu mengambil buku itu.

Tama batin Dasha melihat cowok yang tengah melihat cover buku yang diambilnya itu.

"Sory, itu buku yang mau aku ambil," beritahu Dasha yang membuat Tama meliriknya.

"Lho, lo ada disini?" tanya Tama yang melirik Dasha, tentu saja Tama berpura-pura baru mengetahui adanya Dasha. Sebenarnya ia mengikuti Dasha saat cewek ini tidak pulang.

Dasha memutar bola matanya malas, "Aku tadi liat duluan," ulang Dasha yang mengadahkan tanganya, alis Tama mengangkat sebelah.

"Gue yang duluan ngambil," ucapnya yang berjalan tanpa memperdulikan Dasha yang sudah melotot. Dasha menghela napas dan melihat tempat dimana novel tadi berada. Kosong, itu artinya buku tadi sudah habis. Dasha berjalan menuju Tama yang sedang berdiri didepan kasir.

"Mbak, novel ini masih ada gak?" tanya Dasha menunjukan novel yang dipegang Tama, mbak kasir melirik novel itu.

"Oh, udah abis kak, itu novel terahir cetak." Beritahu mbak kasir, mulut Dasha rasanya tidak mampu menutup. Dasha melirik Tama.

"Kamu bisa cari novel yang lain gak, itu novel terahir," pinta Dasha membuat Tama meliriknya kembali.

"Gue gak peduli," ucap Tama yang mengambil kembalian uangnya, ia kemudian berjalan lebih dulu. Dasha menatap kepergian Tama dengan helaan napas.

"Gak mau ngalah banget sih," gumamnya.

Dasha kemudian keluar dari Granmed dengan bahu melorot, ia beberapa kali menghela napas. Saat Dasha mengadahkan wajahnya, cowok itu. Tama, tengah berdiri bersender ditembok sambil menatapnya, entah kenapa Tama itu keliatan keren.

Tama mendekat pada Dasha, mengangkat tanganya dan memberikan plastik pada Dasha.

"Gak usah murung gitu, gue beli ini buat lo," ucap Tama, mata Dasha membulat dan mengeluarkan isi kantung plastik itu. Novel yang tadi, mata Dasha berbinar melihat novel dengan judul The Ice Girls itu.

"Lo." Lidah Dasha tak mampu berucap apa-apa lagi, ternyata Tama membeli buku ini untuknya, Dasha menatap Tama dengan penuh terima kasih, "Makasih, dan maaf gue udah berfikiran buruk tentang lo," jujur Dasha dengan kembali melihat novel itu.

Tama mengangguk, ia kemudian berjalan lebih dulu, Dasha melihat kepergian Tama.

Makasih Tama batin Dasha.

.
.
.
.
.
.
.
.
.

Bersambung

Kepribadian Ganda [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang