20. Kenalan

4.3K 237 3
                                    

"Dasha punya kepribadian lain, dan Devan bisa mengendalikanya."

Tama bergumam menatap langit hitam itu dengan tatapan aneh, Ia mengangguk pasti saat memikirkan tentang Dasha.

"Lo manfaatin kepribadian lain Dasha untuk kepuasaan lo sendiri Devano, dan gue gak akan biarin ini semua terus terjadi, gue akan menghilangkan sisi lain Dasha," Tama tersenyum pasti.

"Nattasha memang milik lo, tapi Dasha tidak, dan gue masih ada harapan." Tama kemudian kembali menyesap kopi hangatnya dengan masih menatap langit hitam.

Dasha adalah gadis yang membuatnya tertarik, Dasha juga gadis unik, yang membuatnya unik adalah kepribadian gandanya itu.

**

"Tama, gue suka lo. Lo mau jadi pacar gue kan, pliss." Untuk kesekian kalinya seseorang menyatakan perasaanya pada cowok bermata coklat terang itu. Dan cowok itu hanya menampilkan ekspresi datar saja.

Tama baru saja datang kesekolah saat istirahat tiba, dan saat diparkiran seorang cewek berponi menyatakan perasaan padanya.

"Lo gak punya harga diri ya," Tama mendengus sebal kemudian meninggalkan si gadis poni itu dengan kernyitanya.

"Lo kalau nolak ya nolak ajah Tam, gak perlu bilang gue gak punya harga diri, lagian gak ada salahnya kalau cewek yang nembak duluan," sungut gadis berponi itu dengan geram.

Tama memang seenak jidatnya kalau ngomong, Tama sering sekali menghina gadis yang menyatakan perasaan padanya, itu memang Tama. Harusnya mereka semua tahu.

"Lo ganggu," ucap Tama yang berjalan kembali, membiarkan gadis itu menggeram semakin kesal.

"Tama, gue benci lo," teriaknya yang sama sekali tidak dihiraukan cowok tampan itu.

Suasana kelas siang ini agak ricuh, pasalanya Dasha si gadis berkepang dua ini tak sengaja menabrak Yuli saat melewatinya tadi.

Otomatis Yuli segera mencercanya habis-habisan.

"Lo emang parasit banget yah, lo sengaja banget pengen punya masalah sama gue," bentak Yuli yang mendorong bahu Dasha, Dasha menggeleng, sungguh ia tidak sengaja, tadi tiba-tiba Yuli berjalan cepat dan menabraknya, dan malah menyalahkan Dasha.

"Aku gak sengaja, maaf," lirih Dasha yang menunduk, Yuli kesal kemudian menjambak rambut Dasha kencang.

"Maaf..maaf, lo pikir bisa selesai dengan maaf," bentaknya yang membuat Dasha meringis, apalagi sekarang, walaupun Dasha tidak bersalah ia tetap mengakuinya dan meminta maaf, lalu apalagi.

"Hajar ajah Yul, cewek kayak dia ini memang ngeselin,"

Semua teman kelasnya mengkoarkan, Dasha ketakutan, apa yang harus ia lakukan, semua orang memencinya.

"Eh gadis gila, kalau gue lagi ngomong lo dengerin bego," Yuli menarik kepangan rambut Dasha, membuat gadis ini mendongak dengan air mata yang bercucuran, "Lo gak perlu tunjukin wajah memelas lo sama kita, gak akan ada yang kasian sama lo," lanjutnya.

Apa? Dasha tidak pernah ingin dikasihani. Mereka salah paham pada Dasha, Dasha tidak seperti itu. Tidak ada yang bisa dilakukan gadis ini sampai akhirnya ada teman kelas yang nyeletuk.

"Jangan ketelaluan Yul, liat dia kesakitan, ini namanya kekerasan fisik lo bisa dilaporin kepsek," Siska namanya, gadis berambut merah maroon ini membela Dasha. Sebuah luapan hati muncul pada hati Dasha, ada yang memberi pertolongan padanya.

"Halah lo gak usah ikut campur," balas Yuli yang semakin mengeratkan jambakannya.

"Permisi..permisi kepsek datang," sebuah suara yang membuat semua orang memberikan jalan padanya, dia adalah Tama. Wajah Yuli seketika pucat, Tama menatap Yuli dengan wajah jijik.

"Model model kayak lo gini nih yang bikin indonesia ancur, sok sok an senoritas, urusin dulu tuh keluarga lo yang makan hasil suap." Semua orang terpana dengan apa yang Tama ucapkan.

Yuli melepaskan jambakannya pada Dasha. Bagaimana Tama bisa tahu mengenai keluarganya. Semuanya kemudian berbisik mengenai berita yang Tama katakan. Yuli menatap seluruh orang yang tadi bersamanya semuanya mebisikan mengenai Yuli, mereka tidak menyangka.

"Ahh ternyata kemarin gue ditraktir hasil suap, gak sudi kalau gue tau," itu teman Yuli yang berbicara, mata gadis ini memanas mendengar ucapan itu, ia kemudian menutup telinganya dan segera berlari kemana saja. Semuanya pun mengikuti Yuli.

Tama kemudian menahan Dasha yang akan keluar, "lo gapapah kan?" tanya Tama, Dasha mengangguk, Tama masih tidak melepaskanya.

"Maaf aku harus ketoilet," ucap Dasha membuat Tama otomatis melepas tanganya, ia menggaruk kepalanya karna merasa tidak enak. Sementara Dasha segera melenggang pergi.

Dasha baru saja mengusap wajahnya dengan air, matanya sembab akibat tadi menangis.

"Lo gapapah kan?" tanya seseorang yang ikut membasuh wajahnya, Dasha sempat terkejut ada yang berbicara padanya, ia kemudian tersenyum pada Siska.

"Iya gapapa," jawabnya canggung. Siska menatap Dasha dengan menyenderkan tubuhnya diwastafel. Siska melipat kedua tanganya.

"Gue heran sama lo, kenapa ya mereka bisa gak suka gitu sama lo, padahal yang gue perhatiin. Lo gak pernah tuh nyenggol mereka duluan," Siska masih tak habis pikir, Dasha tersenyum.

"Aku juga gak tau, mereka tiba-tiba ajah kayak gitu, .. mungkin karna aku cupu," ucap Dasha yang menilik penampilannya, Siska menggeleng.

"Kalau karna cupu sih gak mungkin, soalnya banyak kok yang masuk sekolah ini dengan penampilan cupu tapi gak dibulli," lanjut Siska. Mereka kemudian keluar dari toilet bersama.

"Oh iya, gue belum tau nama lo, kenalin gue Siska." Siska memperkenalkan dirinya. Dasha menyambut uluran tangan Siska.

"Dasha," ucapnya memperkenalkan, tak pernah ia berteman dengan seorang gadis selama ini. Ia bahkan tidak tahu apa yang harus dilakukan. Sebenarnya juga Siska sudah lama ingin berteman dengan Dasha namun Dasha selalu menghindar.

Namun sekarang keduanya sudah berkenalan satu sama lain, semoga saja Siska bisa menjaga Dasha dari bullian teman-temanya. Dasha sangat mengharapkan itu.

.
.
.
.
.
.
.
.
.

Bersambung

Kepribadian Ganda [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang