6. Dia yang memulai

8.8K 441 2
                                    

Bagi Dasha menjalin hubungan sangat lah penting. Entah itu hubungan erat ataupun biasa saja, mungkin keadaan Dasha dan Devan termasuk hubungan erat.

Keduanya sudah menjalin hubungan selama bertahun-tahun, tentu saja karna mereka teman masa kecil, itu kata Devan.

Namun yang mereka miliki bukan lah hubungan percintaan. Melainkan hubungan kekeluargaan, Devan sudah dianggap adik sendiri oleh Dasti.

Jujur saja, sebelum mereka putus kontak, Devan pernah menyatakan cintanya pada Dasha. Namun Dasha menolak, ia tidak ingin hubunganya dengan Devan hancur gara-gara putus nantinya.

Jika mereka pacaran.

Ia masih ingat nasihat Dasti, kira-kira seperti ini.

Jika dia tulus menyukai kamu , dia pasti akan menerima jika kamu menolaknya, tapi ingat tolaklah secara halus, karna kalau kamu cinta pertamanya, akan menjadi luka dalam jika kamu menolaknya dengan kasar.

Entah kenapa Dasha pun menuruti nasihat Dasti, dan lihat sekarang, hubunganya dengan Devan semakin erat dikala mereka dipertemukan kembali disekolah baru Dasha.

"Iya kak, mama sekarang dirawat dirumah sakit, kemaren kepleset dari tangga," ucap Devan. Ia kini tengah makan malam dirumah Dasha, tentu saja karna sekarang mereka rumahnya satu perum.

"Oh, besok sekalian ajah kaka jenguk tante Iren, Sha besok kaka pulang agak malam yah," ucap Dasti membuat Dasha mengangguk. Mereka bertiga pun menyelesaikan makan malam ini. Setelah selesai Devan dan Dasha pun duduk di kursi taman depan.

"Aku denger ada cowok yang ngebelain kamu yah, Sha?" tanya Devan tanpa menatap Dasha. Dasha kemudian menatap Devan, ia sebenarnya berfikir siapa yang dimaksud sahabat nya ini.

"Siapa?" tanya balik Dasha, ia tidak tau siapa yang dimaksud Devand.

"Katanya teman sekelas kamu," jawab Devan dengan menatap balik Dasha.

Dasha kemudian memutar kembali otak nya, ahirnya ia ingat.

"Oh, aku inget, hari itu sebelum kita ketemu di belakang taman," balas Dasha.

Devan menyernyitkan kening nya, "Yang itu.." balas Devan, Dasha pun mengangguk.

"Iya, jadi aku hampir ditampar sama Flora, enggak tau gimana dia nahan tamparan Flora," jawab Dasha yang mengingat kejadian itu.

"Dia..siapa?" tanya kembali Devan, entah lah ada sebuah ganjalan dihatinya, ia seperti tidak suka, mungkin tepatnya cemburu.

"Namanya Tama, aku gak tau nama panjangnya, aku hanya ingat nama depannya saja," jawab Dasha. Devan pun mengangguk, ia kemudian menatap langit malam yang menyajikan hamparan bintang disana.

**

Pagi ini Dasha berangkat agak siang kesekolah, ia ingin datang saat bel berbunyi. Karna Dasha tidak ingin Sully kembali mengganggunya.

Dan tepat, setelah Dasha hampir sampai ke kelasnya bel pun berbunyi nyaring. Dan kemungkinan kecil Sully mengganggunya, mungkin.

Ia pun masuk kelas yang sudah ramai, ia segera menuju kursi nya yang paling belakang. Dan lelaki itu, Tama dia sudah ada dikursinya, tumben sekali tidak telat.

Baru saja Dasha ingin menelpelkan bokongnya di kursi, Tama menatapnya.

"Kenapa lo duduk di belakang, bukanya ini tempat lo?" tanya Tama menatap kursi disebelahnya. Ya, benar sekali itu tempat Dasha, awalnya.

"Tidak apa-apa," jawab Dasha canggung, ia pun menaruh tas nya.

"Duduk aja disini, ini tempat lo," ujar Tama yang semakin membuat Dasha canggung.

"Tidak, terima kasih," jawab Dasha seadanya. Tama menghela napas.

"Duduk." Sahut Tama tajam yang membuat Dasha mati kutu.

Issh kenapa dia memaksa batin Dasha yang terpaksa mengikuti ucapan Tama untuk duduk disebelahnya. Ia kemudian duduk, Dasha benar-benar canggung.

"Lo udah sarapan?" tanya Tama membuat Dasha membulatkan matanya sempurna.

"Ha!" kaget Dasha tanpa sadar, ia sungguh kaget dengan pertanyaan Tama yang tiba-tiba, "Ya aku sudah sarapan," lanjutnya. Tama kemudian mengangguk, Dasha pun meletakan tas nya dengan hati-hati.

"Mau makan siang bersama?" tanya Tama kembali membuat mata Dasha melotot sempurna.

Ada apa denganya, astaga apa aku harus menolaknya nya, ya sepertinya harus Batin Dasha.

"Maaf-.." baru saja Dasha ingin menolak ajakan Tama, lelaki itu kembali berucap.

"Kalau lo nolak, itu artinya lo bakal di ganggu Sully lagi, bukanya lo datang siang karna gak mau di ganggu Sully," tebak Tama yang sangat benar.

Astaga ada apa dengan dia, apa dia tau apa yang dipikirkan aku lagi-lagi batin Dasha.

"Baiklah," jawab Dasha tidak tau harus menjawab apa lagi, disisi lain ia juga takut Sully kembali mengganggunya.

**

Dasha dan Tama berdampingan saat akan ke kantin, dan itu membuat pemandangan tak biasa disekolah ini. Tentu saja banyak orang yang diam-diam membicarakan mereka.

Entah kenapa itu sama sekali tidak membuat Tama terusik.
Mereka pun mengambil makanan dikantin.

"Gue yang traktir," ucap Tama yang kembali membuat Dasha bingung.

"Kenapa?" tanya Dasha tidak tau harus merespon apa.

"Karna gue yang ngajak lo makan siang," jawab Tama membuat Dasha diam. Mungkin hal ini membuat Dasha sangat menyesali perbuatanya yang mengiyakan ajakan Tama.

Bukanya ia tenang, malah Dasha semakin gelisah dengan tatapan semua orang terhadapnya.

"Apa lo ngerasa gak nyaman?" tanya Tama membuat Dasha yang menatap sekitar kantin terhenti.

Kenapa dia masih bertanya, tentu saja jawabanya sangat tidak nyaman hanya bisa dalam batin Dasha berucap panjang lebar.

"Apa kamu tidak melihat tatapan mereka?" tanya balik Dasha, ia sebenarnya memberanikan diri untuk bertanya.

"Gue sama sekali gak peduli," jawab Tama yang meminum air nya, Dasha menghela napas.

"Seandainya aku bisa hidup seperti itu, hidup tanpa memikirkan pendapat orang lain," cicit Dasha.

"Kenapa?" tanya Tama yang membuat Dasha tersadar, Dasha kemudian menggeleng.

Semoga hari ini tidak akan terjadi lagi.

.
.
.
.
.
.
.
.
.

Bersambung

Kepribadian Ganda [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang