21. Bertamu

4.1K 236 1
                                    

Hari sabtu ini cucanya agak mendung, Dasha berjalan diperumahan sehabis membeli cemilan disupermarket. Angin semilir menerpa wajah putih Dasha, gadis ini kedinginan.

"Sha," panggil seseorang yang menghentikan laju motornya, Dasha melirik sebentar. Devano, "Dari mana?" tanyanya.

Dasha memperlihatkan kantung belanjaanya, "beli cemilan, kamu sendiri dari mana?" tanya balik Dasha.

"Beli bubur, ayo naik biar cepet sampai," ajak Devan, Dasha menggeleng.

"Gak ah, jalan kaki ajah udah dingin apalagi naik motor," Dasha menggigil dan membuat Devan melepaskan jaketnya.

"Yaudah nih pake," Devan memberikan jaketnya dan membiarkan dirinya yang kedinginan, tanpa pernolakan Dasha langsung mengambil jaket itu.

"Makasih yah Van, dingin banget soalnya," ucap Dasha yang diangguki Devan, mereka kemudian segera melajukan motornya, tapi tetap saja Dasha kedinginan.

"Sha," panggil Devand, Dasha yang mendengar Devand memanggilnya segera mendekatkan diri agar suaranya terdengar, "kamu jangan main sama si cowok itu yah," lanjutnya. Dasha menyernyit, siapa yang dimaksud Devand, Tama kah?.

"Dia gak baik Sha, penuduhan dia dulu terhadap kamu masih belum bisa aku terima," Devand kembali melanjutkan. Dasha sempat menghela napas. Ingin ia mengatakan bahwa ia sudah memaafkan cowok itu. Namun demi menghargai sahabatnya ini ia mengangguk.

"Iya Van, hm, kamu mau mampir." Ajak Dasha yang kini sudah sampai didepan rumahnya. Devan melihat bubur yang dipesan ibunya.

"Gak deh Sha, kalau mampir dulu nanti mamih pasti ngambek karna buburnya lama," Dasha mengangguk pasrah. Ia kemudian melepaskan jaketnya.

"Hati-hati yah Van." Ucap Dasha dan mendapat anggukan Devan. Cowok itu segera melenggang pergi, dan Dasha pun masuk kerumahnya.

Tin tin

Belum sempat Dasha menutup pintu sepenuhnya, suara klakson motor terdengar. Apa itu Devan. Dasha kemudian membuka pintu kembali dan melihat siapa orang dibalik helm hitam, sekilas Dasha menggeleng tidak mungkin.

"Tama," Ya cowok itu, Tama membuka helmnya dan tersenyum kearah Dasha yang melongo dengan datangnya Tama. Cowok itu beranjak dari motor dan mendekati Dasha.

"Em, lo hari ini ada acara gak?" tanya Tama membuat Dasha diam. Tidak tahu harus menjawab apa, jika ia menjawab tidak ada rencana, apa yang akan Tama lakukan.

"A-aku ada janji, iya, janji sama.." Dasha menghentikan ucapanya karna Dasti keluar dari rumah dan menyernyit heran.

"Lho kenapa tamunya gak disuruh masuk Sha, .. oh iya kaka berangkat kerja dulu yah, jagain rumah, kalau mau keluar jangan lupa kunci yah," Dasha mengangguk patuh, Tama menyalami Dasti.

"Pagi kak," sapa Tama sopan, Dasti mengangguk dan kembali berpamitan untuk berangkat kerja. Diperusahaan Dasti memang tidak ada hari libur.

Kepergian Dasti membuat suasana canggung bagi Dasha dan Tama. Mereka sama-sama diam, namun karna Tama tidak suka suasana ini ia akhirnya berkicau.

"Eh ini tamunya gak disuruh masuk," ulang Tama yang mengulang ucapan Dasti tadi. Dasha gelagapan ia kemudian menggaruk gugup.

"Eh anu.. iya, ayo silakan masuk," gugupnya yang membuka pintu lebar-lebar, Tama kembali tersenyum kemudian masuk lebih dulu. Dasha kemudian menutup pintu.

"Mau minum apa?" tanya Dasha canggung, cowok ini menjawab air putih saja, setelah Dasha mengambilkanya mereka kemudian duduk bersebrangan.

"Lo ada janji sama siapa?" tanya Tama yang melirik Dasha sebentar, gadis ini gelagapan, ia sesungguhnya berbohong mengenai janji. Ia sama sekali tidak ada janji hari ini.

"Mm, anu- gak ada,"jawabnya. Tama mengangguk dengan tersenyum kecil, ia tahu kalau tadi Dasha berbohong. Tama berdehem sebentar.

"Lo mau jalan gak sama gue," Tama mengatakan dengan menatap Dasha, Dasha diam, tidak tahu harus menjawab apa, Dasha harus menolak Tama, itu yang diinginkan Devand.

"Maaf-,'' belum sempat Dasha menjawab, Tama langsung memotongnya.

"Tidak ada penolakan," Dasha sempat menyernyit heran. Lalu kenapa Tama bertanya jika ia tidak mau ditolak, aneh bukan.

Mereka kemudian memutuskan pergi. Ya walaupun Dasha tidak menyetujuinya.

**

Brakk

"Bangsat..bangsatt, mati lo anjingg," Nattasha menendang pintu atap sekolah dengan keras. Ia kemudian kembali menendang apa saja yang ada didepanya, tong sampah misalnya.

Nattasha mencoba merendamkan emosinya dengan membuang napas berkali-kali.

"Kenapa lo?" tanya Tama dengan sesekali menguap, ia kemudian menyipitkan matanya, Dasha pikirnya, saat datang kesekolah Tama memutuskan keatap untuk tidur, namun sebuah gebrakan membuatnya terbangun.

Mata Nattasha memicing, ia berdecih sinis, kemudian kembali menendang beberapa barang yang berada diatap. Tama mengusap wajahnya, aneh dengan kelakuan Dasha.

"Sha, lo kenapa?" tanya kembali Tama, ia mendekatkan dirinya pada Dasha.

"Gak usah deketin gue anjing, lo minggir.." Nattasha sedikit mendorong Tama yang mendekatinya, ia kemudian duduk ditempat dimana tadi Tama tertidur. Tama kembali dibuat mematung.

Nattasha menendang pembatas atap dengan sedikit kasar, wajahnya memerah padam, ia sungguh kesal sekarang.

"Liat ajah, gue bunuh lo." Gumam Nattasha kemudian menghela napas lagi, ia sedikit melirik Tama yang mematung disana, "kenapa lo, kaget? ck, lemah." Lanjutnya.

Tama menggelengkan kepalanya, sepertinya ini adalah kepribadian Dasha yang lain, yang pernah Tama ketahui juga.

"Lo kenapa marah-marah, ada yang buat lo kesel?" tanya Tama sambil melihat gerak gerik Dasha, dia memang sangat berbeda dengan penampilan Dasha yang biasa. Rambut yang diikat kuda, baju yang dikeluarkan serta kancing atasnya terbuka, tak lupa dasi yang digenggam ditanganya. Tapi jika seperti ini memang lebih cantik.

"Gue benci banget sama Devano, dia marah-marah gak jelas, dan dengan bangganya dia mencoba balikin si Dasha sialan lagi." Tama mencoba mengartikan apa maksud dari perkataan Dasha ini.

"Tapi .. lo kan emang Dasha," balas Tama, mata hitam Nattasha meliriknya dengan sinis.

"Gue Nattasha, asal lo tau ya, si Dasha sialan ini yang kepribadian lain gue," curhatnya, Tama menelan ludahnya, jika ia tidak tau akan kepribadian ganda Dasha, ia pasti akan berpikiran Dasha gila, mana ada coba orang membenci dirinya sendiri, kecuali orang bodoh.

"Jadi nama lo.. Nattasha?" tanya Tama dengan menaikan sebelah alisnya, Nattasha mengangguk kemudian menelisik Tama.

"Gue sepertinya pernah ketemu lo," Nattasha merasa pernah bertemu dengan cowok ini, tapi ia tidak ingat. Apakah Tama salah satu mantanya dulu. Tama tersenyum miring.

"Apa hubungan lo sama si Devand?" tanya Tama tanpa menjawab pernyataan Nattasha. Mendengar nama Devano membuat Nattasha kembali memuncak.

"Gue pacarnya," jawab Nattasha, Tama kembali mengangguk pelan, jadi bukan Dasha yang menjadi pacarnya Devand, tapi Nattasha lah. Lalu kenapa Devand seolah-olah memiliki Dasha.

Tama kemudian tersenyum miring, ia kemudian menarik tangan Nattasha, "Apaan nih," kesal Nattasha, Tama kemudian menunjuk lapangan dengan dagunya.

"Lo mau disini terus, kelas udah masuk," jawab Tama, Nattasha kemudian melihat kelasnya. Ia lalu berdiri dengan melepaskan tarikan Tama.

"Gue bisa sendiri," ucapnya kemudian berjalan kepintu dan meloncat dengan cepat, ia menuruni 3 anak tangga sekaligus. Bibir Tama melengkung menunjukan senyuman miringnya.

.
.
.
.
.
.
.
.
.

Bersambung.

Kepribadian Ganda [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang