37. Shasa

2.9K 184 7
                                    

Sekolah kembali berjalan seperti biasa, kasus Selva sudah ditangani, semuanya berjalan seperti biasa lagi, hanya butuh waktu 1 minggu dan berita pun tenggelam.

Proses belajar mengajar sudah diterapkan kembali. Dasha baru saja datang kesekolah bersama Devan.

"Ingat, jangan pernah ngomong sama si Tama itu, ngerti?" tanya Devan, Dasha mengangguk.

Dasha sudah mengatakan waktu itu Tama memperlihatkan sebuah rekaman padanya, dan kata Devan Tama hanya mengada-ngada.

"Iya." Jawab Dasha yang memberikan helmnya pada Devan, Devan lalu mengantar Dasha menuju kelasnya. Menuju koridor mereka berpapasan dengan Gideon.

"Ikut gue," ucapnya datar dan menarik tangan Dasha, dan itu langsung saja ditahan Devan.

"Mau apa lo?" tanya Devan yang mencengram lengan Gideon yang menarik Dasha.

"Lo kalau mau tau, ikut." Lanjut Gideon dan menghempaskan tanganya Devan, ia menarik Dasha menuju taman belakang, dimana orang-orang tidak kesini. Setelah sampai Gideon menatap tajam Devan.

"Munculin Nattasha, ada berita darurat." Ucap Gideon, Devan menyernyit begitupun Dasha, ia masih bingung kenapa Gideon membawanya kesini.

"Ga--" ucapan Devan terpotong.

"Munculin atau gue sama Natta akan masuk penjara." Ucapan Gideon mampu membuat mata Dasha melotot sempurna menatap Devan, apa-apaan ini. Ingin sekali Dasha bertanya namun Devan langsung menatapnya.

Memegang bahu Dasha dan menatap tajam, sesuatu dalam tubuhnya terasa seperti mendobrak keluar, Dasha mengerjapkan matanya.

Tatapan nya berubah tajam saat melihat Devan.

"Mengesankan Devano." Ucap Dasha, atau lebih tepatnya Nattasha.

"Natt, ada berita darurat," Gideon membuat fokus Nattasha beralih, alis Nattasha berkerut.

"Ada apa?" tanya Nattasha, Gideon menampilkan sebuah rekaman dimana polisi membongkar basecamp. "What the fuck." Umpat Nattasha.

Itu adalah ruangan eksekusi dimana para korban dibunuh dan dileburkan. Mata Nattasha bergerak gelisah.

"Gue harus kabur Natt, ada sidik jari gue disana, dan gue gak tau gimana mereka bisa nemuin rekaman rahasia gue." Gideon berkata sedikit terselip khawatir.

"Jangan bilang lo rekam aksi pembunuhan kita." Kata Nattasha, Gideon mengangguk.

Plak

"Lo goblog Gideon, lo bego," teriak Nattasha yang menampar Gideon dan mengacungkan jari didepan wajah Gideon.

"Gue minta maaf, gue tau gue ceroboh." Dada Gideon bergemuruh, ia tidak marah pada Nattasha, ia hanya takut ada video yang menampilkan wajah Nattasha, itu saja.

"Pergi lo, keluar dari sekolah ini, jangan pernah hubungin gue lagi, ini terakhir kalinya kita ketemu, hapus semua jejak, gue gak mau sampai polisi mencium keterlibatan gue." Tegas Nattasha.

Ya, dia sedang mencuci tangan atas perbuatanya sekarang, ia memperalat Gideon, itu yang seharusnya, Gideon mengangguk.

"Gue pergi ke Paris, tadi pagi polisi sudah didepan rumah gue, selamat tinggal Nattasha."

Gideon melenggang, namun belum sempat ia menjauh, Nattasha menahanya.

"Kalau lo sampai tertangkap, jangan pernah menyebutkan nama gue." Sarkas Nattasha, Gideon tersenyum kecil.

"Gue tau apa yang harus gue lakuin," ucapnya dan berjalan menjauh. Ya seperti inilah, Gideon tidak akan pernah menyebutkan nama sahabatnya itu apapun yang terjadi, tidak akan pernah.

Nattasha menghela napas, ia menatap Devan yang juga menatapnya, Nattasha tersenyum.

"Kenapa? Ada yang aneh?" tanya Nattasha, Devan menggeleng, ia lalu berjalan lebih dulu. "Sayang tunggu," teriak Nattasha yang langsung bergelayutan ditangan Devan, sementara lelaki ini hanya diam.

Setelah sampai kelas, Devan langsung menuju kelasnya juga, Nattasha melihat sekitarnya. Ia tersenyum evil saat melihat Siska tengah membaca buku fisika nya.

"Hai, udah lama gak ketemu," ujar Nattasha dan duduk disamping Siska, sementara gadis ini tengah berusaha agar tidak bergetar. Ia merasakan tangannya yang berkeringat.

"Siska Nabila, apa rasa lo sama gue udah hilang?" tanya Nattasha yang mengusap bahu Siska, seketika tubuh Siska terasa merinding. Ia menelan ludahnya secara terpaksa. "Lo mau tau sesuatu gak Sis?" Nattasha kembali bertanya sambil mengusap wajah Siska.

Siska sama sekali tidak menjawab.

"Gue meng-kambing hitamkan lo dalam masalah gue, lo adalah saksi sekaligus tersangka bagi gue." Kata Nattasha, Siska menyernyitkan keningnya.

"Kenapa lo ngomong soal pembunuhan itu sama orang lain Siska." Geram Nattasha, ya sebenarnya Nattasha mendengar pembicaraan Siska ditelpon. Namun Nattasha tidak tahu siapa itu.

"G-gue gak ngomong, d-dia udah tau d-duluan." Jawab Siska dengan suara bergetar, Nattasha terkekeh.

"Gue tau sayang, siapa orangnya?" tanya Nattasha mulai menarik pelan rambut Siska, wajah Siska sudah memerah menahan jambakan Nattasha.

"T-Tama, gue g-gak nyangka dia bisa tau." Jawab Siska. Ya, kemarin Tama menanyakan perihal itu pada Siska, dan Siska yang kaget sempat tidak memberi respon, ia juga sudah diancam oleh Nattasha, namun ancaman Tama lebih berpengaruh karna dia adalah anak polisi.

"Ck, anak polisi itu, kenapa dia selalu ikut campur." Kata Nattasha yang melepas cengkraman nya pada rambut Siska, ia lalu merilik meja Tama yang kosong. "Kenapa lo sangat tertarik dengan gue Tama?".

*

Tama membuka matanya saat ia merasakan kantuknya sudah hilang. Tama tengah tertidur di atap sekolah, ya. Tama berangkat sangat pagi-pagi sekali, dan alhasil ia tertidur disini, kebiasaan nya.

Tama yakin sekarang sudah jam pelajaran kedua dikelas, ia lalu bangun, mengucek matanya dan membias kan cahaya.

Matanya melotot saat pemandangan pertamanya adalah seseorang yang berdiri. Tama menelan salivanya, dia. Dasha.

"Sha--"

Baru saja Tama akan menyapa Dasha, ucapannya langsung dipotong oleh gadis ini.

"Gak perlu basa-basi, langsung tothepoint aja. Buat apa lo ikut campur urusan gue?" tanya Nattasha. Tama sedikit menaikan sebelah alisnya. "Tama Xaverio, bukannya kita tidak pernah ada masalah. JADI BUAT APA LO NYURUH POLISI BUAT NGEGELEDAH RUANGAN RAHASIA GUE."

Teriak Nattasha menggebu, ia menatap tajam Tama yang hanya menatapnya dengan datar.

"Lo gak perlu marah Nattasha, gak ada bukti yang mengarah ke elo. Semuanya memburu Gideon aja." Jawab Tama yang malah menyulut rokok yang ia keluarkan dari tas nya.

Nattasha terdiam, ia tahu tidak ada bukti yang menyerangnya. Namun perginya Gideon membuat Nattasha kuawatir.

"Pertanyan gue belum lo jawab, kenapa lo ikut campur?"

Tama tertawa, membuat Nattasha mengerutkan keningnya, setelah tawanya reda lelaki ini menatap lekat Nattasha.

"Gue kangen lo, bertahun-tahun gue nyari lo, dan sekarang setelah ketemu lo, gak mungkin gue lepasin lo, Shasa."

.
.
.
.
.
.
.
.
.

Bersambung.

Kepribadian Ganda [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang