''Aku bisa jalan sendiri ko."
Lagi-lagi Dasha mengucapkan itu, perasaan Tama juga gak karuan, kenapa Uks serasa jauh banget.
Setelah sampai Tama mendudukan Dasha ditepi ranjang pasien. Tama kemudian mengambil kotak kesehatan yang tersedia banyak disini.
Tama lalu menyuruh Dasha sedikit menunduk, saat melihat darah dilantai tadi, ia tahu dimana letak luka dikepala Dasha.
"Aw.." ringis Dasha saat Tama mengoleskan alkohol, ia lalu mengadahkan kepalanya. "Aku obatinnya dirumah aja yah, disini sakit soalnya," lanjut Dasha yang kepalanya sedikit makin berdenyut.
"Nanti lo bisa infeksi," jawab Tama yang menuntun kepala Dasha agar menunduk lagi, saat akan dioleskan betadin. Tangan Dasha langsung mecengkram celana Tama, dan itu membuat Tama terkejut sendiri. Terdengar rintihan Dasha, karna itu Tama membiarkan Dasha mencengkram pahanya agar bisa menahan.
Tama kemudian memasangkan salep, cassa, dan perban setelah dirasa selesai, Tama segera menyimpan kembali peralatan kotak kesehatanya. Sedari tadi tangan Dasha serasa sangat sakit, mungkin ini akibat ia sempat menahan waktu jatuh.
Tama yang melihat itu lalu menarik tangan Dasha, terdengar sedikit erangan.
"Sakit tangannya?" tanya Tama namun membuat Dasha menggeleng.
"Enggak ko, makasih yah udah ngobatin aku,.. yaudah aku permisi dulu," ucap Dasha yang berjalan kearah pintu Uks untuk keluar.
Namun saat ia akan membuka pintu, tangan kanan nya sangat sakit hanya untuk mendorong pintu saja, ia kemudian membuka pintu dengan tangan kiri. Namun belum sempat Dasha membuka pintu, tangan Tama sudah menarik Dasha kembali ke tepi ranjang.
"Gue tau tangan lo kesleo," ujar Tama yang menekan tangan Dasha, seketika Dasha meringis sakit, seketika itu juga Tama tau letak kesleo nya dimana. Saat Tama akan memijit tangan Dasha.
"Jangan..sakit soalnya," lanjut Dasha membuat Tama tersenyum hangat, ia lalu meletakan tangan kiri Dasha di rambutnya, aneh, tentu saja, untuk apa Tama meletakan tangan Dasha dirambutnya.
"Gue hitung sampai 3 biar lo siap, ini agak sakit soalnya," ucap Tama membuat Dasha ketakutan, wajah Dasha sangat memerah.
"Satu.."
"Duaa-" Krek
Dasha menjambak rambut Tama dengan keras, Dasha benar-benar menjerit, Tama gimana sih katanya hitung sampai 3, ini cuma sampai 2, kan Dasha belum siap.
Setelah selesai menangis, Dasha menatap Tama yang terlihat sedikit bersalah.
"Kamu bisa hitung gak sih, katanya sampai 3, ini ko.." Dasha kembali menangis, dan itu semakin membuat Tama terkekeh, namun tidak ia tunjukan.
"Coba gerakin tangannya, masih sakit apa nggak," lanjut Tama yang membuat Dasha menggerakan tangan nya perlahan, uhhh, Tama hebat juga, tadi sebelum di pijit tangan Dasha sangat sakit, tapi kini merasa lebih baik.
"Makasih," ucap Dasha benar-benar tulus, ia sedikit tidak enak karna tadi menjambak Tama sangat keras.
"Iya, gimana kalau pulangnya gue anterin?" tanya Tama membuat Dasha mengangguk, mau gimana lagi, bus kayaknya udah lewat juga.
**
"Lho..kepala kamu kenapa diperban?" tanya panik Dasti saat melihat adik nya yang sedang duduk disofa kepalanya diperban.
"Eh kaka udah pulang, tadi disekolah aku kpleset kak, aku juga gak tau kenapa kepala aku malah diperban," jawab Dasha yang mengajak Dasti duduk agar tenang.
"Kita kedokter yah Sha, kaka takut infeksi," lanjut Dasti yang menarik lengan Dasha, namun Dasha menahanya.
"Gak perlu kak, ini pengobatanya udah bener ko," tegas Dasha membuat Dasti segera memeluknya.
Dasha lalu melepas pelukan kakanya itu, ia kemudian melihat belanjaan Dasti dan segera meraihnya.
"Wah, ada nastar, makasih kak," ucap Dasha yang akan kembali memeluk Dasti namun kepalanya kembali berdenyut. Dasti lalu membawa Dasha ke kamarnya.
"Sha ke dokter yah, takut terjadi apa-apa," ulang Dasti yang sangat khawatir pada adiknya itu. Dasha kembali menggeleng .
"Gak perlu kak, aku gapapa, serius," ucap Dasha yang tersenyum hangat, Dasti lalu membalas senyuman Dasha, ia cukup senang Nattasha tidak kembali lagi untuk sementara.
"Yaudah, kamu istirahat," balas Dasti yang menaikan selimut ke dada Dasha, ia kemudian melenggang keluar.
**
Tama kembali tersenyum mengingat dimana rambutnya dijambak oleh Dasha, ia baru menyadari ternyata Dasha kuat juga.
"Manis," ucap Tama saat mengingat kembali Dasha, entah kenapa ia menjadi lebih penasaran pada gadis itu. Dari awal kemunculan Dasha emang udah buat Tama penasaran, cuma sekarang lebih, apalagi setelah kecurigaan nya hilang.
"Xav, ngelamun mulu lo," ucap Radit yang ikut duduk di teras kamar Tama yang berada di lantai dua. Tama berdehem menstabilkan wajahnya yang tadi senyum-senyum sendiri.
Raditya adalah sepupu Tama, yaitu anak dari kaka ayah Tama, Radit juga sama seorang polisi di kota ini, sama seperti ayah Tama.
"Apaan sih lo bang, siapa yang ngelamun coba.. oh iya bang kasus Sully emang bener yah udah ditutup?" tanya Tama, pasalnya ia tau dari ayahnya, Tama hanya ingin memastikan.
Radit mengangguk, ia lalu menghela napas. "Iya, karna atasan bilang bukti sudah ada, pelaku ditemukan, motip juga sudah jelas.. cuma yah," Radit kembali menghela napas, "ini kayak janggal gitu lho," lanjut Radit.
Tama menyipitkan matanya, itu artinya bukan hanya dirinya yang menganggap kasus ini janggal.
"Gue setuju, terus mereka bisa sekolah lagi?" tanya kembali Tama, Radit kemudian mengagguk.
"Yap, mereka masih dibawah umur, tapi mereka akan di masuk tahanan luar, yang artinya akan terus diawasi.." jelaskan Radit, ia lalu mengusap wajah nya gusar, bagaimana bisa kasus ini berakhir begitu saja.
"Gue yakin, pelakunya masih berkeliaran."
.
.
.
.
.
.
.
.
.Bersambung
KAMU SEDANG MEMBACA
Kepribadian Ganda [END]
Teen Fiction(mengandung gore) Gadis lugu yang mempunyai kepribadian ganda. Dasha dan Nattasha Ditulis tanggal 2 Januari 2019 Selesai tanggai 24 Februari 2020