Tama memasuki halaman rumah tanpa pagar ini, ia lalu mengetuk beberapa kali daun pintu. Rumah ini sederhana, terdengar suara derap langkah dari dalam.
Tama tersenyum ramah pada wanita berjilbab yang membuka pintu itu.
"Asala..Asalamualaikum." Tama memberi salam dengan sedikit terbata, ia sedikit canggung wajar saja ia bukan muslim. Ibu berjilbab itu tersenyum ramah pada Tama.
"Wa'alaikum salam, adek nyari siapa?" tanya ibu itu, Tama kembali tersenyum ramah.
"Saya nyari Adisti Khoerunisa, apa ini benar rumahnya?" tanya Tama. Ibu berjilbab itu mengangguk.
"Saya ibunya, ada perlu apa yah dek?" tanya si ibu, Tama diam sebentar.
"Adisti nya ada dirumah gak bu?" kembali Tama bertanya, ibu ini mengangguk. "Mohon maaf bu, apa boleh dipanggilkan, saya ingin bicara." Ucap Tama. Ibu itu sedikit berpikir dan mengangguk.
"Ya sudah, kamu duduk dulu," ucap ibu yang mempersilahkan Tama duduk diteras depan, pintu lalu ditutup oleh ibu itu. Tama menunggu sekitar 5 menit.
Pintu lalu kembali dibuka, "yaudah ibu masuk dulu." Tama lalu berdiri melihat seorang gadis yang keluar dari rumah. Gadis yang baru kali ini ia lihat.
"Elo Tama kan?" tanya Adisti melihat Tama aneh, ada apa seorang Tama datang kerumahnya. Tama itu terkenal dingin dengan perempuan.
"Iya, ini gue. Gue kesini ada perlu sama lo." Ucap Tama, Adisti lalu duduk dikursi yang ada disebrang meja kecil. Yang memisahkan kursi nya dengan kursi Tama.
"Apaan?" tanya Adisti mulai curiga. Tama itu adalah detektipnya sekolah, ia takut Tama mengetahui hal-hal yang Adisti sembunyikan.
"Kenapa lo gak masuk sekolah, disaat semua murid masuk?" tanya Tama. Mata Adisti membulat, ia menelan saliva yang terasa pahit ini.
"L-lo, lo ngapain nanya gitu, terserah gue lah mau sekolah apa nggak, k-kenapa lo jadi kepo. Lagian lo kesini cuma buat nanya ini."
Tama menyeringai pada Adisti.
"Kenapa lo jadi gugup, padahal pertanyaan gue simple banget."
Skak.
Adisti merasakan bulir keringat didahinya, matanya bergerak gelisah, ia sedekali melirik Tama.
"Gue tahu, lo itu tahu sesuatu kan mengenai tragedi disekolah," tebak Tama. Adisti lalu berdiri dsn hwndak pergi namun tanganya langsung ditahan oleh Tama. "Kalau lo gak mau jelasin, gue bisa bawa lo ke kekantor polisi, dan membuat lo diintrogasi. Jadi, sebaiknya lo ceritain semuanya sama gue."
Air mata Adisti mengucur begitu saja, bibirnya bergetar menahan isakan. Ia lalu menatap Tama sebentar. Lalu mengangguk.
"Gue gak tau harus mulai dari mana." Adisti menggeleng kan kepalanya, ia lalu menutup wajahnya dengan kedua telapak tanganya. "Semua itu sangat menyeramkan, gue takut, mereka, gue ngeliat semuanya." Adisti kembali terisak.
Tama menyipitkan matanya, ia sudah siap dengan dengan ponselnya yang merekam suara Adisti.
"Siang itu, gue disuruh kak Selva buat manggil cewek dari ipa 5 yang namanya Siska Nabila, dikelas lo, buat nemuin dia dilab bahasa pas pulang sekolah.
"Waktu pelajaran terakhir, gue ketiduran sampai gak sadar kalau ternyata bel udah pulang dari lama. Pas gue bangun gue langsung menuju parkiran, tapi gak tau gimana, gue malah belok ke lab bahasa, gue penasaran ada bahasan apa kak Selva sama si Siska itu, karna yang gue tau kak Selva itu ratu bulli.
"Waktu gue udah sampe diluar lab, gue denger teriakan, gue gak tau siapa yang teriak, terus gue liat dari kaca deket tumpukan itu, gue liat tubuh kak Selva, kak Inka sama kak Winda udah telanjang diatas meja, dan gue shock banget waktu liat tubuh kak Narumi kayak melepuh gitu dikursi. Tapi ada yang lebih bikin gue shock lagi Tam. Disana ada Siska yang berada dipojokan, dan."
Adisti melirik Tama yang menatap nya juga. "Disana ada Dasha Nattasha yang lagi mandang tubuh kak Narumi."
Mata Tama melotot sempurna, Dasha, bagaimana mungkin ia terlibat, tapi tunggu, astaga, Tama mengusap wajahnya kasar. Tidak mungkin Dasha terlibat.
"Gak lama kemudian, ada sosok laki-laki yang buat gue jijik banget sama dia." Adisti kembali histeris, Tama memandangnya dengan fikiran kacau. "Gideon Pramudya anak ipa 4, dia memperkosa kak Selva, Inka dan Winda, Tam, dia memperkosa cewek-cewek itu, gak sampe disitu."
"Mata gue kaget, waktu si Dasha itu ngambil tambang, dan ngegantung kak Narumi. Dibantuin Gideon, gue.. gue gak tau apa yang gue liat itu real apa nggak, tapi gue liat sendiri, kak Narumi mati, dia gak bergerak lagi waktu digantung dengan tubuh melepuh."
Adisti kembali histeris, ia menangis dengan kencang, sampai ibunya keluar dengan langsung memeluk anaknya.
"Dari kemarin Adis selalu nangis kayak gini nak, ibu gak tau, untung aja siang ini dia udah membaik, tapi sekarang malah histeris lagi." Panik ibunya, Tama lalu membantu Adisti untuk masuk kerumahnya tanpa mengucapkan sepatah katapun.
Tama lalu berpamitan pada ibunya, ia juga meminta maaf karna sudah membuat Adisti histeris lagi.
Lalu Tama pulang kerumahnya, ia langsung saja masuk kekamarnya tanpa menyapa ayahnya dulu. Ia kembali memutar rekaman itu.
Kernyitan didahinya masih belum hilang. Ia tahu itu pasti Nattasha bukan Dasha, pertanyaan demi pertanyaan terus terngiang dikepalanya. Bagaimana bisa tidak ada bukti, bagaimana cara mereka melakukanya tanpa terdeteksi cctv.
Selihai apa mereka dalam menghilangkan bukti, ayahnya saja yang seorang polisi handal dan berpengalaman bisa terkecoh.
Bagaimana mereka bisa melakukan ini?.
Tama tidak habis pikir. Apa ia harus menjadikan semua ini sebagai bukti, dan menjadikan Adisti sebagai saksi mata kejadian.
Terlintas dikepala Tama nama seseorang. Devano, apa lelaki yang berstatus kekasih Nattasha juga mengetahui kejadia yang disebabkan oleh Nattasha.
Tama mengusap wajahnya kasar, ia tidak tahu harus melakukan apa.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.Bersambung
[Gue gak tau endingnya bakalan gimana, pusing juga sama jalan ceritanya, gue tetep usahain update dan namatin cerita ini meski jalan ceritanya udah diluar ide awal gue.]
![](https://img.wattpad.com/cover/127594031-288-k522938.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Kepribadian Ganda [END]
Teen Fiction(mengandung gore) Gadis lugu yang mempunyai kepribadian ganda. Dasha dan Nattasha Ditulis tanggal 2 Januari 2019 Selesai tanggai 24 Februari 2020