17. Antara logika dan kejadian

4.9K 258 3
                                    

Sudah 15 menit yang lalu Tama sampai dirumah Dasha, tidak sulit mencarinya karna jarak dari sekolah juga tidak terlalu jauh.

Sudah dari tadi juga Tama ragu-ragu untuk menengok Dasha, ia tidak percaya diri, ia takut keluarga Dasha mengusirnya, ah pikiran Tama sangat pesimis. Menghela napas, Tama akhirnya berani berjalan kearah depan pintu rumah Dasha, diketuknya pintu itu.

Suara langkah terdengar pelan, membuat Tama memundurkan kakinya 1 langkah. Pintu terbuka menampilkan perempuan yang sedikit mirip dengan Dasha, Tama tidak tau siapa ini.

"Shalom," salam Tama membuat Dasti tersenyum dan mengangguk.

"Nyari siapa yah?" tanya Dasti melihat Tama aneh, pasalnya ia tidak mengenal siapa cowok yang masih SMA ini , Dasti tau dia SMA karna Tama masih memakai seragam.

"Saya Tama Xaverio, teman nya Dasha, apa benar Dasha sakit?" tanya Tama membuat Dasti menyernyitkan keningnya, sepertinya Dasha tidak membicarakan apapun soal temannya yang akan berkunjung.

"Oh iya.. saya Dasti, kakanya Dasha, yaudah masuk, Dasha nya dikamar," ucap Dasti yang gugup sendiri, pasalnya ia tidak pernah kedatangan tamu Dasha, ya karna hanya Devano teman Dasha.

Tama mengangguk dan ikut masuk, ia kemudian memberikan bingkisan kecil kepada Dasti.

"Ini kak, saya gak bawa apa-apa, maaf yah.." ucap Tama membuat Dasti tertawa. Namun Dasti tidak mengatakan apa-apa, ia pikir cukup lucu saat Tama mengatakan tidak bawa apa-apa, tapi ia memberikan buah tangan.

"Hm, kaka ada keperluan dikantor, Tama bisa gak jagain Dasha sampai kaka pulang?" tanya Dasti yang tak enak , namun melihat wajah Tama membuat Dasti memberanikan diri.

"Bisa kak, saya akan jagain Dasha, kaka santai saja," ucap Tama membuat Dasti tersenyum lebar, ia lalu membawa susu ke kamar Dasha, diikuti Tama dibelakang.

"Dasha lagi tidur, tolong jaga yah," ucap Dasti yang diangguki Tama, perempuan itu kemudian segera pergi ke kentor nya, sebenarnya sudah banyak sekali panggilan untuk mengharuskan ia pergi.

Kembali ke Tama, sekarang cowok itu tengah duduk disofa yang ada dikamar milik Dasha, kamar ini tidak begitu luas tidak seperti kamarnya, hanya saja sangat rapi khas wanita.

Foto antara Dasha dan kakanya pun banyak dipajang, Tama sempat mengira Dasti adalah kembaran Dasha, dilihat dari wajahnya mereka hampir sama, namun saat mengatakan Dasti akan kekantor sepertinya perempuan itu jauh diatas Dasha umurnya.

Mata Dasha bergerak, setelah itu Dasha membuka matanya, hal yang ia pertama lihat adalah adanya Tama didepan yang duduk menatapnya, cukup kaget bagaimana bisa cowok itu ada dikamarnya.

"Lho," kaget Dasha dan saat ia berusaha duduk, Tama membantunya, Dasha kembali menatap aneh Tama.

"Kamu kenapa bisa disini?" tanya Dasha saat sudah menemukan sandaran duduknya. Tama menggaruk belakang tengkuknya, gak tau harus jawab apa, masa harus bilang 'gue khawatir sama lo' kan gak mungkin. "Kaka kemana?" tanya lagi Dasha.

"Sebenarnya ada tugas yang harus kita berdua kerjakan, makanya gue kesini waktu denger lo sakit, betewe tadi kaka lo ke kantor, dia nitip lo ke gue," jawab Tama dengan mantap, ia juga memang ada tugas juga sih.

Dasha mengangguk, "Aku udah gapapa kok, kamu bisa pulang sekarang, urusan tugas bisa dikerjakan besok di kelas," ucap Dasha tak enak jika harus merepotkan orang asing, Tama itu orang asing tapi sudah dipercaya oleh Dasti untuk menjaganya. Kan aneh.

"Kaka lo udah nitipin lo ke gue, secara gak langsung sebelum kaka lo datang lo tanggung jawab gue," jelaskan Tama membuat Dasha diam, terlalu banyak berpikir membuatnya pusing kembali.

Ia lalu melihat jam yang menempel didinding kamarnya, sudah menunjukan pukul 17 , itu artinya sudah 3 jam ia tertidur. Dasha merasakan lapar diperutnya, namun ia juga tak bisa bangun, rasa pusing itu seakan menjadi saat ia hendak bangun.

"Lo mau apa?" tanya Tama siaga, membuat Dasha menghela napas, tidak ada pilihan lain.

"Aku laper," beritahu Dasha dengan pelan, berharap Tama tidak mendengarnya, dengan sigap Tama mengambil makanan yang sudah Dasti sediakan di meja.

Saat akan menyuapi Dasha, tangan Tama berhenti, karna Dasha menggeleng, ia kemudian memberikan piring itu pada Dasha.

Dasha terlihat kesusahan mengambil mangkuk itu, tangannya yang lemas membuat apapun yang ia lakukan tidak bertenaga.

"Biar gue yang nyuapin," ucap Tama yang mengambil mangkuk bubur itu, ia lalu menyuapi Dasha dengan teliti, membuat Dasha benar-benar tidak enak, ia sudah terlalu banyak merepotkan Tama.

"Aku bisa sendiri kok," ucap Dasha dengan wajah tidak enak, Tama tersenyum kecil.

"Gue aja," ucap Tama ,Dasha kemudian diam ia tidak melawan Tama saat ini. Setelah menyuapi Dasha, lelaki itu kemudian duduk disofa kamar Dasha, sebenarnya ia gugup karna hanya berdua dengan Dasha dikamar ini, namun karna permintaan Dasti-kaka Dasha- ia tidak bisa mengabaikannya begitu saja.

Beberapa jam kemudian Dasti datang, Tama kemudian langsung pamit pulang.

"Kaka lain kali jangan minta bantuan gitu sama orang asing, kan gak enak," ucap Dasha yang duduk dikasurnya menghadap Dasti yang tengah memindahkan chanel tv.

"Orang asing apanya, dia kan temen kamu," ucap Dasti yang melirik Dasha sebentar, kemudian kembali memfokuskan pada tv, Dasha menghela napas, "Bukanya kamu bilang dia juga yang membantu kamu memberikan pengobatan," lanjut Dasti.

Dasha mengangguk, namun tak memberikan respon lagi, ia cukup menyesali kejadian beberapa hari lalu, Dasha kemudian ingat sesuatu.

"Oh iya kak, soal hadiah yang mau aku kasih ke Tama, kaka udah siapin?" tanya Dasha membuat Dasti mengangguk, ia kemudian menujuk bungkusan diatas meja.

"Udah malem, sekarang kamu cepet tidur yah, kaka ada dibawah, oke." Pinta Dasti yang menyelimuti tubuh Dasha.

Kemudian Dasti mematikan tv dan segera menutup pintu, Dasha pun segera melanjutkanya kealam mimpi.

Namun beda hal nya dengan Tama, justru cowok itu menatap ponsel yang tengah memperlihatkan introgasi dikantor polisi, instrogasi Sully, Flora dan Evi.

Tama kembali menggelengkan kepalanya, logika dan kejadian sungguh bertolak belakang, bagaimana mungkin coba Sully yang dikhianati Evi, dan ingin bunuh diri, namun Flora juga ikutan bunuh diri.

Aneh, semua ini seperti sudah diskenario oleh pelaku sebenarnya, pelaku itu tau semua ini tidak masuk akal dan mempermainkan polisi dengan bukti.

Tama menggeram marah.

"Gue tau lo masih berkeliaran disini, gue tau lo pantau gerak polisi, gue tau," erang Tama yang sangat marah.

Ia berjanji akan menangkap pelaku itu, Tama berjanji.

.
.
.
.
.
.
.
.
.

Bersambung

Kepribadian Ganda [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang