XVII-Flashback IV Fahri

1.1K 71 4
                                    

Februari, 2017.

Reuni angkatan 153 di gelar, khususnya untuk para pria mereka sengaja menambahkan jam reuni untuk berbagi cerita dan melepas rindu sesama kumpulannya selama masa sekolah setelah empat tahun mengembara menjalani hidup.

Berlaku bagi empat sekawan yang pernah membentuk band semasa sekolah. Taufan Nugraha, Fathir Aldebaran, Muhammad Satria dan Fahri Akbar.

Keempatnya berbincang meski di dominasi dua orang yaitu Taufan dan Satria, sisanya hanya jadi pendengar atau sebatas mengangguk sambil menggunakan kosa kata “iya dan tidak” jikapun bersuara kalimat yang mereka keluarkan tidak lebih dari sembilan kalimat.

“diem-diem gitu si Fathir udah ngegas nikahin Elvin, ya syukurlah biar nggak diem-diem maen sabun saban hari.” yang disebutkan namanya hanya menatap datar, meminum kopi yang masih mengepulkan asap. Tidak memperdulikan ucapan pria yang kini dihadapannya dengan baju kebanggaannya.

“pas zamannya si Elvin ngejar-ngejar nggak mau, nolak segala lah macem pangeran satu sekolahan. Pas kuliah, udah pisah gak ketemu malah lo cariin, lo lamar pula langsung ke orang tuanya. Padahal si Elvin gak tau lo ngelamar dia.”

“karma applies.” Taufan mengangguk, tersenyum menggoda dan meremehkan secara bersamaan.

“gue udah bilang, meskipun Elvin polos nggak ketulungan tapi lo jatuh juga kan sama cewek kayak dia? Meskipun lo megang rekor cowok populer dengan segudang mantan bergincu dan berpakaian ketat, akhirnya cewek baik-baik begitu yang lo pilih jadi istri.” mau tak mau Fathir mengangguk, mengiyakan dalam hati berkata begitu beruntungnya ia menjatuhkan pilihan pada seseorang yang ia rasa tepat untuk menemani harinya berpuluh-puluh tahun kedepan. Bersyukur karena Tuhan menggerakkan hatinya mengejar perempuan yang dulu ia pandang sebelah mata.

“penganten baru nggak dipingit lo dikamar sama Elvin? Baru juga nikah sebulan.”

“gue enggak se-hyper itu.” keduanya tertawa kencang, menertawakan perkataan Fathir yang masih tetap sama datarnya.

Jika zaman sekolah mereka dulu, murid baru bahkan murid seangkatan baik kakak kelas maupun adik kelas tidak akan menyangka bahwa keempat pria dengan perbedaan sikap dan sifat bisa bersahabat begitu dekat hingga membuat group band gratis tiap kali ada acara sekolah. Taufan yang blak-blakan, blangsakan dengan segala kemampuan yang dimilikinya dibidang seni, ke tanpa maluannya. Satria yang tampan dengan pesona yang membuat para wanita mencintainya dengan mudah juga sifat friendlynya. Fathir si mantan kapten basket yang aura dinginnya mengalahkan kutub selatan—kata Naladhipa namun karena dinginnya ia dikejar banyak perempuan pada masanya sebelum mengikat diri dengan Elvina. Fahri yang sangat monoton, mempunyai nilai akademik yang sempurna semasa sekolah, kaku juga malas mengeluarkan banyak kalimat jika tidak perlu membuatnya jarang dilihat orang lain. Dan bagi Fahri itu adalah hal yang bagus untuk kedepannya.

“lo mau gimana lagi? Langsung pegang usaha bokap apa meniti karir lagi dari nol?”

“gue mau terusin usaha bokap, cuma gue juga mau bikin usaha baru.” semuanya mengangguk mengerti. Sebagai anak semata wayang wajar jika Fathir yang memegang usaha yang selama ini dibangun oleh orang tuanya, sementara ia membuat kagum yang lainnya karena mau menambah usaha lain. Panutan pria idaman.

“lo gimana?” pertanyaan Satria terarah pada Taufan yang kini tersenyum bangga dengan mengangkat kedua alisnya tinggi-tinggi.

“nah, tanya gitu dong dari tadi. Abang nggak peka ah!” ucapnya genit.

“gue lanjutin S2.”

“jangan bilang..”

Taufan mengangguk mantap. “yap, beasiswa again.” senyumnya melebar. Dihadiahi uluran tangan tanda selamat dari ketiga sahabatnya.

SASIKIRANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang