Sasi menatap Fahri di depannya tak percaya. Pria itu menjemputnya pulang kerja, suatu hal yang tidak pernah Sasi bayangkan seumur hidup. Bahkan di dalam pernikahannya.
"Hai." Sapanya. Lengan kemeja pria itu digulung sampai siku, sudah tidak ada dasi yang bertengger di lehernya. Sasi melihat ada sedikit air yang membasahi rambut pria itu, raut wajahnya berseri-seri. Perlahan Sasi mendekat dengan ragu, tersenyum kikuk ketika jarak mereka terpupus.
"Kamu jemput saya?"
"Enggak."
Dahi Sasi berkerut. "Lalu siapa?"
"Saya jemput istri saya yang kemarin-kemarin marah." Jawabnya tersenyum, membuat Sasi mencibir pelan namun semburat merah dipipinya terlihat.
"Apa sih."
"Tapi dia senang saya bilang itu." Lagi, Sasi benar-benar panas.
"Jadi mau jemput saya atau jemput istri kamu yang kemarin marah?"
"Jemput kamu, istri saya yang sekarang merona." Ujarnya sambil membuka pintu depan mobil, mempersilahkan Sasi masuk dengan cepat menyembunyikan rona merah di pipinya yang semakin menjadi-jadi.
"Saya mau ajak kamu ke suatu tempat, saya nggak tau kamu suka atau tidak. Tapi kita coba ya." Ucapnya lalu mengemudikan mobil, membawa mereka ke tempat yang Sasi tidak tahu.
🌜
"Festival lampu?" Tanya Sasi ketika Fahri memberhentikan mobilnya di area parkir daerah asia afrika.
"Iya." Mereka turun, berjalan pelan.
"Kenapa festival lampu?"
"Saya kira kamu suka, kan perempuan suka warna-warni." Sasi tersenyum, membuat pria 25 tahun itu ikut tersenyum.
"Iya, terimakasih ya."
"Untuk apa?"
"Membawa saya kesini." Fahri hanya tersenyum, membuat Sasi nyaman. Sangat.
"Kamu bisa foto saya disini?" Tanya Sasi ketika disekitarnya banyak lampu terang berwarna-warni dengan indah.
Sasi memberikan handphonenya agar pria itu memotretnya namun pria itu justru mendekat, berdiri disampingnya.
"Ayo kita berfoto, kita nggak punya foto berdua kan?"
"Apa nggak apa-apa?"
"Kamu lucu." Ucapnya membuat Sasi kebingungan.
"Kenapa?"
"Kamu istri saya, kenapa harus bertanya? Ini hal wajar kan?"
"Tapi enggak dengan kamu."
"Mulai sekarang, belajar."
"Apa?"
"Bersama saya, senyaman mungkin." Lalu ia membenarkan posisi ponsel agar mereka berdua terlihat bagus dengan latar belakang yang indah.
Malam ini untuk kali pertama Sasi seakan lupa bahwa ia pernah terluka oleh pria yang kini berfoto dengannya disetiap sudut, dengan pria yang tersenyum indah dengannya, pria yang seperti tidak akan menyakitinya dengan cara apapun. Sepeti pria itu akan tetap berada disampingnya sampai kapanpun.
"Ayo pulang." Ajaknya, Sasi melihat jam di tangannya sudah menunjukan pukul sembilan malam. Angin malam mulai terasa menyapa kulitnya.
Sasi mengangguk sebagai jawaban.
"Mau makan malam dulu?" Tanya Fahri dibalik kemudi, lampu merah membuatnya bisa menatap Sasi dengan leluasa.
"Tapi masih sempat kalau saya masak dirumah."
"Enggak apa-apa untuk hari, lagian saya makan diluar bersama kamu."
"Memang mau makan apa?"
"Saya nggak tau kamu suka atau nggak, tapi saya yakin enak."
"Oke, saya ikut kamu." Lampu hijau, kendaraan lain mulai membunyikan klakson. Fahri melajukan kembali mobilnya hingga berhenti disebuah pinggir jalan.
"Nasi goreng?" Tanya Sasi tak percaya, tapi panggilan mantap Fahri membuatnya ikut keluar mengekori pria yang kini sudah memesan.
"Kenapa jauh-jauh kesini kalau mau nasi goreng?"
"Supaya lama bersama kamu."
"Alasan."
"Memang alasan, nanti kalau dirumah saya di tinggal tidur." Sasi tersenyum menanggapi ucapannya sampai pesanan Fahri sudah dihidangkan.
"Semoga suka ya." Sasi mengangguk, tidak ada yang buka suara sampai semua makanan habis tak tersisa.
"Sepertinya kamu juga suka."
"Ya, untuk pilihan kamu saya suka."
"Sasi."
"Ya?"
"Kamu tau kenapa saya bawa kamu sejauh ini?"
"Karena disini enak."
"Bukan."
"Alasan supaya kamu bisa lama-lama sama saya?"
"Bukan."
"Lalu?"
"Supaya kamu tau, sebanyak apapun penjual nasi goreng tapi kalau saya suka saya akan pilih yang saya suka."
Sasi terdiam.
"Sama dengan kamu. Sebanyak apapun perempuan diluar sana, kalau saya sudah yakin dengan kamu, saya pilih kamu. Bagaimanapun sulitnya."
"Kamu gombal?"
Fahri menggeleng. "Saya nggak tau gombal itu apa, saya hanya bilang apa yang ingin saya sampaikan."
"Lalu, kamu tau kenapa saya ajak makan nasi goreng daripada restoran yang mewah? Yang tidak bikin kamu kedinginan? Yang pelayanannya bagus?"
"Kenapa?"
"Karena se'sederhana apapun jika dengan orang yang tepat akan selalu terasa menyenangkan."
"Kamu tau apa yang saya kesalkan sekarang?"
"Apa?"
"Saya lupa bahwa kamu menghancurkan saya, karena sekarang kamu benar-benar seperti impian yang menjadi nyata. Indah dan sepertinya tidak singgah."
"Kamu harus percaya."
"Tentang apa?"
"Bahwa ini memang indah dan saya tidak akan singgah." Fahri meraih tangannya.
"Maka dari itu bertahanlah dengan saya, beri saya waktu membuktikan kepada kamu bahwa saya tidak main-main ketika saya bilang kamu jangan pergi Karena saya sudah nyaman dengan kamu."
Sebenarnya sudah banyak tanda yang aku tunjukan bahwa aku tak ingin kamu pergi.
-Fahri
Ternyata ini bukan benci,
Ini hanya sakit hati.
Mungkin akan sembuh dengan sendirinya.-Sasikirana
KAMU SEDANG MEMBACA
SASIKIRANA
ChickLitIni bukan pernikahan yang terjadi karena perjodohan, kawin paksa atau bahkan pernikahan kontrak. Ini murni menikah, secara sadar. Hanya bedanya, yang satu benar-benar mencintai namun yang satunya justru hanya ingin melindungi dari cinta palsu dan pe...