XXXVI-Liburan Hari Kedua

929 74 7
                                    

Jadi Sasi sudah bersiap mengenakan kaos pendeknya juga celana pendek dipadu kan dengan sepatu kets warna hitam, entah akan kemana ia hari ini. Yang jelas ia sudah bersiap.

Menunggu Fahri diluar hotel terasa agak lama, panasnya pagi itu terasa menusuk kulitnya yang kuning langsat. Sinar matahari membuatnya seperti mengintip jika melihat sesuatu yang jauh. Terlalu silau.

Sampai akhirnya pria yang ia tunggu menampakan diri. Pria itupun sama halnya lebih memakai pakaian santai, justru lebih mengarah jika kali ini mereka akan pergi ke pantai.

Namun Sasi mengernyit ketika Fahri menerima sepeda yang kini pria itu bawa kearahnya.

“kamu beli sepeda?”

“menyewa.”

Sasi ber-oh ria, menganggukan kepala.

“ayo.” Sasi tampak kebingungan, tidak ada jok belakang disepeda itu.

“saya rasa kamu salah pilih sepeda.”

“kenapa?”

“nggak ada tempat untuk saya duduk.”

Fahri menepuk besi di bagian depan, penghubung antara pegangan sepeda dengan jok duduknya.

“disini.”

Sasi mengernyit. “disitu?”

“iya. Memang kamu nggak muat disini?”

“tapi mungkin akan nggak nyaman.”

“untuk siapa?”

“kamu.”

“coba dulu, kita nggak pernah tahu apa akan nyaman atau tidak jika tidak mencoba.” meski Sasi mendengar ada makna yang terselubung dari perkataan yang Fahri keluarkan, Sasi dengan ragu mencoba duduk. Dihalangi oleh kedua lengan Fahri yang terlihat kokoh menjaga agar Sasi tidak bisa kemana-mana. Juga aroma mint pria itu jelas tercium oleh hidungnya.

“kita memang mau kemana?”

“ke pantai.”

“saya berat?”

“bagi saya pas.”

“tahu darimana?”

“karena kamu tidak membuat kita oleng.” Sasi tersenyum tipis, menatap ke depan. Mengalihkan pandangannya kemanapun asal jangan pada pria yang kini berada dengannya dengan jarak yang sangat dekat.

Tidak terasa mereka sampai dipantai Tanjung Benoa Bali. Perlahan Sasi turun, membiarkan Fahri memarkirkan sepeda sewanya.

Sasi menatap kagum, sekaligus senang. Fahri menatapnya disamping, wanita itu tercengang dengan apa yang kini terpampang dihadapannya.

“bagus kan?”

“ini lebih indah dari yang pernah saya bayangkan.” wanita itu menatapnya senang.

“ayo.” Fahri berjalan, membiarkan Sasi mengikutinya dibelakang.

“kemana?” dengan suaranya yang lumayan bersemangat.

“ikut saja.” Sasi menggangguk cepat, meski tidak disejajar dengan pria itu namun langkah kakinya dengan pasti berada dibelakang pria yang kini semakin jauh dari pandangan. Sebenarnya menikmati pemandangan seperti ini pun rasanya sudah cukup bagi Sasi. Tapi pemikiran pria itu lain, jadi Sasi hanya bisa mengikuti apa yang diinginkan pria itu.

Sasi melihat Fahri sedang berbincang dengan seseorang, rasanya pria itu sedang berbicara dengan salah seorang pemandu. Sasi terlalu sibuk memfoto bagian-bagian penting disekitarnya. Sampai tidak menyadari Fahri menghampirinya.

“ayo bersiap.”

“apa?”

“kita main wahana Jet Ski.” untuk pertama kalinya Fahri menarik tangannya lembut, melengkapi ruas kosong jari-jari Sasi. Mengisinya hingga terasa pas.

Sebenarnya Sasi belum pernah berlibur diluar pulau Jawa, ia terlalu sibuk mengurusi hal-hal keluarganya juga pekerjaannya hingga belum pernah bermain sejauh ini. Jadi bersama Fahri saat ini adalah pengalaman pertamanya.

Setelah mengenakan seluruh perlengkapan, rompi pelampung sebagai keselamatan pertama jika terjatuh kebawah laut. Sasi duduk dibelakang Fahri yang terlihat rileks mengemudikan motor air berwarna putih kuning ini.

Fahri menarik tangannya, membuat kedua tangan Sasi melingkari perutnya.

“pegangan, saya tidak mau kamu terjatuh.” Sasi menarik tangannya, memegang rompi yang Fahri kenakan.

“saya memegang ini saja.” Fahri justru kembali kedua tangannya, kali ini lebih lama.

“saya tidak mau kamu sampai terjatuh, kamu melingkarkan tangan diperut saya bukan masalah.” Sasi terdiam, tidak bisa berkata apa-apa untuk mengelak.

Saat instruktur memulai perjalanan, Fahri mengikuti perlahan. Yang Sasi rasakan benar-benar menakjubkan. Ia tidak tahu harus menanggapi seperti apa, ia hanya bisa mengatakan kalau semua yang ia lihat luar biasa. Udaranya, pemandangannya juga seseorang yang kini tengah bersamanya seakan memberitahu Sasi bahwa ternyata dunia ini indah. Dunia tidak sekejam yang selama ini ia jalani, masih ada hal yang menyenangkan yang ia dapatkan dalam 25 tahun hidupnya. Meski bersama orang yang hatinya tidak ia ketahui untuk siapa, tapi yang penting bagi Sasi ia bersama dengan orang yang ia cintai. Sekali ini saja, saat dikesempatan ini Sasi ingin egois. Membuat pria itu meluangkan waktu hanya untuknya, sejenak Sasi menyingkirkan semua kemungkinan-kemungkinan menyakitkan jika mereka berpisah kelak. Kini bukan itu yang ada dibenaknya.

Hanya ada dia dan Fahri, itu bahagia.

🌜

Setelah puas dengan Jet Ski, kini Fahri mengajak Sasi bermain permainan lain.

Rolling donut. Fahri benar-benar mengajaknya bermain wahana air itu. Sasi pernah dengar cerita temannya yang liburan di Bali, katanya permainan itu menyeramkan.

“kenapa?” raut wajah Sasi membuat Fahri bertanya.

“saya nggak mau, Fahri. Takut.” Fahri tersenyum sinis yang tipis.

“kenapa harus takut? Ini menyenangkan.”

“kamu pernah mencobanya?”

“ya, setiap kali saya ingin melepaskan beban.”

“katanya menakutkan.”

Fahri kembali mengisi ruas jarinya yang kosong. “jangan percaya katanya, ayo.” Sasi menarik nafas, mengikuti Fahri. Kini berjalan disampingnya.

Saat pemandu berkata sebentar lagi mereka akan mulai, Sasi memegang kencang lengan Fahri.

“yakin saja, tidak akan apa-apa.” kali ini Fahri tidak senyum sinis, tapi senyum tipis yang benar-benar menyejukkan. Bagi Sasi menenangkan.

Saat Speedboat mulai menarik boat, Sasi masih bisa tenang. Namun ketika semakin cepat dan bergerak zig-zag Sasi berteriak, pelan-pelan melepaskan pegangannya pada Fahri. Kini bukan teriakan histeris, namun seperti apa yang ingin ia luapkan bisa ia utarakan lewat teriakan. Melepaskan beban.

Fahri memandanginya, menatap wanita itu dari samping. Tanpa sadar bibirnya tertarik keatas, wanita itu seperti menikmati cara melampiaskan bebannya dengan berteriak tanpa takut mengganggu orang lain. Tanpa akan ada yang menatapnya kasihan. Tidak ada yang berbasa-basi menanyakan keadaannya atau ingin tahu apa yang wanita itu rasakan hingga berteriak sedemikian kencangnya.

Sasi tersenyum lebar menatapnya, mengatakan bebannya sudah ia luapkan tanpa ia berkata sedemikian panjang. Rasa sesak di dadanya hilang, seperti terjatuh dalam ke laut.

Meski aku tahu setelah ini akan datang badai yang besar,
badai yang akan memporak-porandakan hatiku untuk waktu yang lama.
Namun saat ini, yang aku ketahui meski akan kehilanganmu
aku pernah merasakan hal menyenangkan yang hanya dibagi denganmu.

-Sasikirana

SASIKIRANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang