LV-Terimakasih.

1.7K 80 14
                                    

Sasi terbangun karena sinar matahari membangunkannya lewat celah jendela yang tertutup tirai berwarna biru langit, kesukaannya.

Di depannya Sasi dapat melihat dengan jelas senyum lebar yang akhir-akhir ini menjadi hal pertama yang ia lihat ketika membuka mata atau pelukan ketika matanya akan terpejam dijalan hari.

"Selamat pagi." Sasi mulai terbiasa dengan sapaan hangat di pagi hari oleh pria yang kini menatapnya seolah-olah tidak ada hal menarik di sekitarnya kecuali Sasi. Manis.

"Pagi." Balas Sasi, matanya tertutup sebentar karena Fahri menciumnya kilat dan Sasi mulai terbiasa.

"Ayo, kita sarapan." Sasi tersenyum, mengangguk lalu mengikat rambutnya yang terurai.

"Hari ini saya bisa pulang cepat, jadi saya bisa jemput kamu tepat waktu." Sasi mengangguk, menyiapkan sarapan.

"Fahri." Ucapnya ketika Fahri memeluknya dari belakang, menaruh kepalanya dibahu Sasi.

"Kenapa?"

"Kamu berat."

"Nggak apa-apa, saya suka."

"Saya lagi siapkan sarapan biar kita nggak terlambat."

"Kadang saya hanya mau dirumah seharian sama kamu."

Sasi berbalik, menjauhkan jaraknya dengan Fahri yang kini menatapnya.

"Hari libur kan bisa."

"Bukannya libur nanti kita ada rencana pulang ke Bogor ketemu mami?"

"Iya, itu seharian kita sama-sama. Apa nggak cukup?"

"Nggak."

"Loh.."

Fahri memeluk pinggang Sasi, membawanya kembali mendekat. Kini Sasi melihat jelas retina pria itu.

"Saya hanya mau ada kamu, tidak ada siapa-siapa."

Sasi terdiam, meski mulai terbiasa dengan interaksi mereka akhir-akhir ini namun tetap terasa berbeda ketika situasi sedekat ini.

Hidung mereka sudah bersentuhan, sedikit lagi Fahri bisa merasakan sensasi ketika bibirnya bersentuhan dengan Sasi sebelum seseorang datang dan mengacaukan semuanya.

"Hi!-"

Keduanya tersentak kaget, Fahri mundur beberapa langkah kebelakang. Di depannya Sasi dengan cepat memutar tubuhnya memunggunggi Fahri, membuat Taufan berkerut.

"Sorry ya, tapi kalian nggak perlu kaget juga. Gua udah kepala dua, udah bukan bocah. Lanjut aja." Ucapnya santai, berjalan menuju meja makan lalu duduk dengan luwesnya.

"Kenapa nggak dilanjut?" Fahri mengusap wajahnya kasar, mengambil tempat didepan Taufan yang kini menggigit sandwichnya.

"Kamu sedang apa sepagi ini?"

"Lagi membangun masa depan, ya ikut sarapan lah. Mata lo buta?"

"Maksud saya, kenapa nggak kasih kabar kalau mau kesini?"

Taufan mengangkat kedua bahunya acuh, seolah kedatangannya juga peristiwa yang hampir dilihatnya bukan masalah. "Ya biasanya juga nggak apa-apa kan?"

"Ya beda."

"Apanya?"

Fahri gemas, tapi masih berusaha mengontrol dirinya sendiri. " Nggak apa-apa, lain kali masuk rumah juga ketuk pintu lalu beri salam, jangan seperti ini lagi."

"Iya, gua lupa kalau sekarang lo lagi di mabuk asmara jadi bawaannya pasti mesum terus. Ya kan?"

"Ap-"

SASIKIRANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang