XLII-Antara Mimpi dan kenyataan

935 70 4
                                    

Sasi terbangun ketika sinar matahari memaksa masuk lewat celah-celah jendela, matanya terpaksa terbuka ketika ia merasakan tidak ada seorangpun disampingnya. Perlahan Sasi mengambil posisi duduk, menyandarkan tubuhnya pada dinding yang langsung menyentuh kulit kuning langsatnya.

Ia mencoba mencari seseorang diruangan itu, namun matanya tak menangkap sedikitpun tanda-tanda bahwa orang itu ada disekitarnya. Berarti kini Sasi sendiri. Perlahan semuanya terulang kembali, sangat jelas seperti memang Sasi sangat menyukai apa yang terjadi semalam.

Pria itu, menuntunnya bukan memaksa seperti biasa. Sentuhan mereka tadi malam sangat lembut, tidak dingin seperti biasa. Pria itu bahkan tersenyum padanya selama Sasi merasakan perih, juga memeluknya setelah mereka selesai. Semua hal yang tak pernah Sasi dapatkan selama ini. Entah kenapa rasanya Sasi semakin mencintai pria itu. Tanpa bisa Sasi kendalikan, rasanya ia semakin tergila-gila akan pesona yang pria itu punya.

Sasi melihat ponselnya, jam sudah menunjukkan pukul 9 pagi. Perlahan ia bergegas membersihkan diri. Mungkin akan lebih baik tanpa pria itu, jadi Sasi bisa berteriak tanpa malu jika mengingat kejadian tadi malam.

🌜

Sasi keluar kamar hotel, ini hari terakhir mereka ada di Bali. Rencananya nanti malam mereka akan naik pesawat pulang ke Bandung. Rasanya lima hari di Bali sangat menyenangkan, melewati masa-masa pendekatan seperti remaja yang sedang jatuh cinta. Indahnya mereka baru melakukan pendekatan saat sudah menikah. Jadi melakukan hal-hal yang romantis tidak jadi masalah. Masalahnya adalah pria itu menghilang juga belum kembali setelah Sasi menunggunya 30 menit. Jadi Sasi berjalan sekitaran pantai dengan harapan menemukan pria itu atau pria itu mencarinya kesini. Tentu akan sangat manis.

Terpaan angin menerbangkan anak-anak rambutnya menjadi berantakan, pasir juga sangat menggelikan mengenai kakinya. Sasi sengaja tak memakai alas kaki, rasanya menyenangkan berjalan di pasir. Sensasi yang menyenangkan dirinya.

Sasi terus berjalan, perlahan namun pasti langkahnya semakin membawanya menjauh dari keramaian. Namun tatapan matanya tertuju pada sepasang orang yang tengah berdiri beberapa meter darinya. Tidak ada orang lain selain mereka. Sasi berusaha tidak peduli, namun ketika melihat pria itu dari belakang ia merasa mengenalinya.

Sasi tak bergerak sedikitpun, memperhatikan semuanya dari jauh. Namun matanya membulat ketika pria itu kini membalikan badan lalu tiba-tiba merengkuh perempuan dihadapannya. Mendekatkan wajahnya.

Fahri..

Sasi melihat semuanya, ketika pandangan mereka bertemu Sasi tahu pria itu terkejut. Mendorong perempuan itu sejauh mungkin darinya, dengan cepat berlari ke arahnya, secepat Sasi berlari menghindarinya. Mungkin memang terlihat picisan, namun Sasi tidak peduli. Berusaha menutup telinga ketika namanya dipanggil, muak ketika perempuan lain memanggil nama pria itu dengan sekuat tenaga.

Sasi menangis, tak kuasa menahan airmata yang tiba-tiba mengalir deras. Kakinya terus berlari, mengabaikan tatapan orang-orang, mengacuhkan kakinya yang kini terasa perih karena mengenai sesuatu yang tajam. Ia mengabaikan semuanya. Ia tak tahu harus kemana setelah ini, namun satu yang pasti. Ia harus pergi, karena sepertinya tidak ada yang lebih sakit ketika melihat seseorang yang tadi malam bersama kita, esoknya bersama orang lain. Yang masih dicintainya.

Sasi terus berlari hingga perlahan ia terjatuh, ragu ia menatap dibelakangnya tak ada seorangpun. Pria itu tidak mengejarnya sejauh ini. Sasi tersenyum pedih, mungkin memang pada dasarnya pria itu tak pernah benar-benar mencintainya. Semua yang terjadi hanya mimpi, atau pria itu hanya terbawa suasana. Ketika ia bilang tak ingin kehilangan, ia hanya merasa terancam dengan pria lain. Pria itu tak suka mainannya diganggu orang lain, atau ketika pria itu memeluknya juga karena terbawa suasana senja yang indah dipantai. Akan menyedihkan bukan ketika sepasang sejoli tidak melakukan hal romantis dimoment yang sulit didapatkan? Atau yang semalam terjadi hanyalah ilusi Sasi karena nyatanya pria itu tidak pernah menginginkannya lebih dari yang Sasi harapkan.

Sasi kini tersenyum namun airmata terus mengaliri pipinya, membuatnya terlihat sangat menyedihkan. Membuatnya seperti orang pesakitan yang tidak tau harus bahagia atau bersedih. Kini ia melihat bercak darah di pasir berasal dari kakinya. Sasi memastikan, kini bukan hanya luka hati kakinya pun ikut terluka. Sobeknya tidak besar, namun perih. Sangat perih seperti apa yang ia rasakan diseluruh tubuh.

Padahal hatiku yang dipatahkan, namun sakitnya semua tubuhku seolah remuk.

"Untuk apa berlari, bodoh?" Suara itu mengagetkan Sasi, membuatnya menatap seseorang yang kini berdiri di depannya.

Tak ada suara yang bisa Sasi keluarkan, ia mematung seperti ia hanyalah benda yang tak bernyawa. Berusaha mencerna apa yang kini ia hadapi. Berdoa agar ini hanya mimpi. Semuanya. Bahkan bertatapan dengan lelaki ini pun ia harapkan hanya ilusi, namun ketika lelaki itu berjongkok dihadapannya sambil mengelus puncak kepalanya Sasi memaksakan diri untuk menyadari bahwa semua memang kenyataan. Kenyataan yang harus ia hadapi.

"Ka.." hanya itu yang terucap. Tenggorokannya terasa kering.

"Untuk apa kamu bertingkah seperti ini? Bersama orang yang hanya mempermainkan kamu sesakit ini, meninggalkan aku yang membuat kamu bahagia?"

"Ka.."

"Aku kecewa, tapi aku mau mendengarkan kamu." Sasi diam tanpa kata, tak ada yang bisa ia lakukan saat ini. Ia terlalu kaku.

"Ikut aku."

"Ka.."

"Tanpa bantahan, Rana." Bagai tersihir Sasi menurut ketika tangannya itu membantunya berdiri, menuntunnya berjalan pelan. Entah kemana, namun sekarang Sasi merasa aman.

Ia sudah kembali.

Lagipula, luka paling tidak disengaja adalah dengan mencintaimu.
Tanpa alasan,
Tanpa balasan.

-Sasikirana

Apalah artinya bersama,
Jika yang didapat hanya luka dan kecewa?

-Unnamed

Kamu memang menggenggam tangannya,
Tapi hatinya?
Aku yakin, hatinya masih untukku.

-Salsabilla

Mungkin hal tersulit bukanlah mencintaimu,
Tapi membuat mu percaya bahwa aku benar-benar mencintaimu.

-Fahri


SASIKIRANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang