Pagi ini Sasi dikejutkan dengan Fahri yang sudah berdiri diambang pintu kamarnya dengan senyum yang sangat langka Sasi temui.
"Kenapa?" Tanya pria berusia 25 tahun itu.
"Saya kira kamu sudah pulang semalam." Sasi melanjutkan langkahnya, duduk didepan cermin. Pria itu masih menatapnya tak lepas.
"Ada apa sampai sepagi ini kamu sudah mengganggu seperti ini?"
"Saya tidak berisik atau melakukan hal yang mengganggu."
Sasi menyalakan mesin pengering rambutnya, mencoba mengabaikan pria yang masih setia diambang pintu.
"Ada apa?" Tanya Sasi sekali lagi setelah menghabiskan 15 menit dalam diam.
"Ayo kita pulang." Ucapnya.
"Saya kira kamu sudah tau jawabannya, Fahri."
"Kamu akan jawab iya." Sasi mencibir, mulai memoles lipstik merah muda di bibirnya.
Sasi mendengar panggilan mami yang membuatnya cepat beranjak, diikuti Fahri dibelakangnya.
"Kita sarapan." Ajak Mami, dimata Fahri senyum mami tak pernah luntur.
Belum Sasi menarik kursi Fahri sudah melakukannya lebih dulu, membuat mami tersenyum malu di depannya, Sasi terdiam sesaat meski pada akhirnya mengangguk sebagai ucapan terimakasih.
"Jadi, kalian mau berangkat hari ini ya?" Tanya mami tiba-tiba setelah sarapan mereka selesai. Sasi yang baru saja akan mencuci piring berhenti seketika.
"Iya, Sasi pulang hari ini."
"Bersama Fahri kan?"
"Tidak"
"Ya." Jawab mereka bersamaan.
Mami hanya tersenyum maklum. "Sasi, pulang bersama Fahri saja. Naik angkutan umum akan membuat kamu terlambat masuk setelah cuti panjang." Sebenarnya Sasi ingin berkata tidak lagi, namun entah kenapa rasanya setiap mami berkata Sasi pasti mengangguk menurutinya dan membuat pria yang sedari tadi memandangnya tersenyum lega.
Tidak butuh waktu lama Sasi berpamitan begitu juga dengan Fahri, Sasi melihat Fahri memeluk mami lumayan lama sebelum akhirnya mengucapkan perpisahan dan janji kalau lain waktu akan kembali. Entah bersama Sasi atau tidak.
Dengan berat hati Sasi memasang sabuk pengaman, disampingnya Fahri dengan nyaman duduk bersenandung kecil mengikuti irama di radio mobil.
Perjalanan mereka cukup lancar sampai Fahri mengantarkannya di depan kantor.
"Kamu tidak perlu melakukan ini."
"Melakukan apa?" Mobil Fahri perlahan berhenti.
"Seperti ini, mengantar saya bekerja. Bersikaplah seperti biasa. Dingin dan abai terhadap saya cukup sampai pengacara saya mengurus semuanya."
Fahri menggeleng pelan dengan senyum yang samar. "Tidak ada pengacara untuk apapun." Fahri mengelus rambut Sasi yang terurai, membuat Sasi merasakan tegangan tinggi seperkian detik sampai akhirnya kembali pada kesadarannya.
Tanpa mengucapkan sepatah kata Sasi bergegas keluar, menutup pintu mobil kencang lalu menghindari Fahri secepat mungkin. Namun pria itu justru keluar, berteriak memanggil namanya sampai seluruh teman kantornya yang juga sedang memenuhi jalanan area kantor menatap mereka. Memejamkan matanya sebentar, Sasi berbalik dengan menahan nafas agar pagi ini tidak kacau. Olehnya, atau pria yang kini tersenyum dengan jelas.
Sasi mengerutkan kening ketika Fahri mengulurkan tangannya. "Apa?"
"Salam, kamu belum pamit sama saya. Suami kamu." Sasi masih berusaha mencerna semua yang pria itu lakukan di pagi harinya, namun waktu terus berjalan seakan mendesak Sasi melakukan hal yang tak pernah ia lakukan sebelumnya. Mencium lengan Fahri, selayaknya pasangan suami istri.
"Sudah." Sasi berbalik, mengira semuanya sudah selesai namun ketika lengannya dicekal lalu badannya diputar kembali ia tahu ada yang tidak beres.
Cup.
Satu kecupan mendarat mulus di keningnya, diikuti elusan lembut pada rambutnya. Membuat mereka menjadi pusat perhatian.
"Ini baru sudah." Fahri tersenyum.
"Selamat bekerja, hubungi saya jika kamu membutuhkan sesuatu." Lalu setelah mengatakannya pria itu masuk kedalam mobil lalu benar- benar menghilang secara perlahan. Menyisakan Sasi yang masih diam di tempat tak percaya.
"Ayo masuk, nanti absen kamu telat. Pikirin suami mu nanti saja pas istirahat." Canda temannya, merangkul Sasi yang terkesiap tersenyum canggung.
Pria itu, bukan Fahri. Itu yang Sasi percayai.
November, 2012.
Sasi berkumpul dikantin setelah pelajaran olahraga selesai, selain melepas dahaga di jam ke lima seperti sekarang ini kantin sepi hanya ada beberapa murid yang jajan lalu kembali lagi kekelas. Sasi tidak sendiri, tentu ada para sahabatnya termasuk Taufan.
Baru saja Sasi mengucir rambutnya, ikatan rambutnya ditarik seseorang yang membuat rambutnya terurai kembali.
"Gama!" Teriaknya sebal, mengejar cowok dengan badan yang dua kali lipat dengannya.
Sial, gendut! Kesalnya dalam hati ketika ia dijahili Gama-pentolan anak terkenal dari IPS 5 karena jahilnya tak pandang bulu. Dan kini, Sasi kena sial. Padahal mereka tidak kenal dekat.
Sasi berlari kecil mengejar Gama yang terus menjauh, cowok itu tidak lari tapi langkahnya jauh sekali. Sasi kesal setengah mati karena cowok itu seperti tanpa beban berjalan begitu saja dengan ikat rambut berwarna biru yang bermotif doraemon di tangannya. Milik Sasi.
Sampai di tikungan tangga lantai dua, Sasi tanpa sengaja menabrak bahu seseorang. Tidak ada kecelakan serius, namun Sasi memerah begitu saja.
"Maaf." Ucap Sasi buru-buru.
"Gama!" Panggil Sasi, meninggalkan Fahri yang masih menatapnya ketika punggung Sasi semakin terlihat menjauh.
Pulang sekolah Sasi sudah dikejutkan dengan Gama yang sudah menunggunya didepan pintu kelas. Mata Sasi memicing, mengira-ngira kesialan apa lagi yang akan diciptakan Gama padanya.
"Ini." Tiba-tiba Gama mengembalikan ikat rambutnya yang tadi tidak berhasil Sasi ambil.
"Makasih sudah dikembalikan." Ketus Sasi, melewati Gama begitu saja.
"Lain kali nggak usah bilang anak osis, nanti aku kena tegur BK kalau ketahuan." Sasi berbalik.
"Aku nggak bilang siapa-siapa."
"Itu.. Fahri, pacarmu yang anak osis kemarin datangi aku. Katanya aku jangan ganggu kamu lagi. Padahal aku baru jahili kamu hari ini, itu juga random. Aku gak kenal kamu." Lalu Gama berjalan begitu saja meninggalkan Sasi dengan banyak pertanyaan setelah apa yang Gama ucapkan.
Fahri..
Karena luka tercipta dari seseorang yang kita anggap istimewa.
-Sasikirana
Aku belajar..
Memendam perasaan sama saja kamu sedang mencoba merelakan seseorang yang kamu cintai,
Mencintai orang lain.-Fahri
KAMU SEDANG MEMBACA
SASIKIRANA
ChickLitIni bukan pernikahan yang terjadi karena perjodohan, kawin paksa atau bahkan pernikahan kontrak. Ini murni menikah, secara sadar. Hanya bedanya, yang satu benar-benar mencintai namun yang satunya justru hanya ingin melindungi dari cinta palsu dan pe...