XLV-Mari Bertemu

908 71 0
                                    

Sasi tidak tahu menahu kenapa semua terasa kebetulan, disaat yang sama Dika punya dua tiket untuk pulang ke Bandung sementara yang Sasi tahu Dika hanya berlibur seorang diri.

Perjalanan di pesawat sangat tenang, Sasi masih setia mendengarkan musik juga Dika yang entah sedang apa dengan majalah di tangannya.

Tak ada percakapan serius, hingga akhirnya pesawat yang mereka tumpangi mendarat dengan selamat di Bandara Husein Sastranegara.

Sasi tidak membawa apapun, hanya baju yang menempel ditubuhnya juga sepatu yang baru dibelinya kemarin malam. Hanya ponsel juga headset yang ada di kantung bajunya juga ATM.

Sasi hendak memanggil taksi, namun lengannya ditarik seseorang dibelakang.

"Setelah ini, kamu mau kemana?"

Sasi menatap Dika dengan pandangan lurus, menarik senyum kecil.

"Nggak tahu."

"Kenapa nggak tahu?"

"Memang kamu pikir, aku harus kemana setelah semua ini?"

"Kamu bisa ikut aku." Sasi melepaskan lengannya dari Dika, menjaga sedikit jarak.

"Nggak bisa."

"Kenapa nggak bisa?"

"Karena aku udah nggak sebebas dulu, bagaimana pun aku masih terikat sama dia. Nggak baik kalau aku ikut kamu." Dika mengangguk mengerti, namun masih tak ingin melepaskan Sasi dengan mudah.

"Kalau gitu, kemana saja asal kamu nggak pulang kerumah. Disana, pasti ada dia."

"Tenang, aku memang lagi nggak mau temui dia." Sasi berbalik, memanggil taksi yang sempat tertunda. Meninggalkan Dika yang masih memperhatikan taksi yang ditumpangi Sasi kian menghilang dari pandangannya.

"Aku harap, kamu masih memikirkan aku."

🌜

Sementara itu di tempat lain pria berusia 25 tahun sedang duduk bersama teman-temannya, Semua berekspresi kecuali dirinya.

"Kalau pukul orang disini, dipisahin nggak?"

"Jangan disini, di tempat lain aja." Jawab pria dengan pakaian khas TNI.

"Tapi, lo drama banget sih. Pake acara ketemu Salsa pula. Udah tau itu cewek ular pasti punya rencana, nggak mungkin sembarangan minta ketemu. Dia nggak mungkin nyerah gitu aja pas tahu lo pilih Sasi daripada dia." Fathir menyesap kopinya pelan, asap masih terlihat jelas.

"Dia cuma mau perpisahan sama gue."

"Lo bego, kok masuk perangkapnya." Taufan masih menggebu-gebu, tangannya sudah gatal ingin mampir diwajah temannya itu namun masih dapat ia kendalikan.

Fahri hanya bisa mengusap wajahnya kasar. Sebenarnya Taufan pun tahu jika temannya benar-benar berantakan. Kantung mata hitam, rambutnya berantakan juga kesan rapi yang biasanya melekat pada Fahri seakan sirna.

"Jadi saya harus bagaimana?"

"Lo cari Sasi."

"Saya sudah cari, kerumah Ara, Elvin, Nala tapi nggak ada." Ucapnya seperti putus asa.

"Fathir.." membuat Fathir menatapnya karena merasa terpanggil.

"Kamu nggak sembunyikan Sasi kan?"

"Ya nggak lah, buat apa?"

"Kamu beneran nggak lihat Sasi di rumahnya Nala?" Kali ini Satria merasa terpanggil.

"Nggak ada siapa-siapa, Nala juga kayaknya nggak tahu apa-apa. Dia cuma cerita Sasi sedang bulan madu sama lo."

SASIKIRANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang