Silahkan baca!
Seperti biasa, Aerlyn pergi keluar malam untuk nongkrong dibar. Tak peduli lagi apa yang dikatakan orangtuanya. Yang jelas sekarang, inilah caranya untuk bisa melupakan semua tentang sekolah dan keluarga.
"Jus jeruk satu!" Pintanya kepada Dion
"Oke!" Balasnya
"Alexa! Lo udah lama disini, udah seminggu kita bincang-bincang disini. Sebenarnya Lo dari mana sih? Gue jadi penasaran. Tampang Lo masi anak sekolahan apa Lo gak dimarahin orang tua Lo nanti!" Sahut Dion memberi minumannya
"Ini cara gue Dion! Apapun yang gue lakuin gak ada siapapun yang bisa halangin. Termasuk orang tua gue! Dan Lo bener! Gue masih sekolahan!" Jawab Aerlyn
"Jadi Lo gak mikirin sekolah gitu? Yah..sebagian orang kaya memang lebih milih buat begini kan?" Kata Dion
"Lo salah! Bahkan gue disekolah terkenal sebagai anak yang paling berprestasi! Dan hidup gue sih biasa-biasa aja ya! Gue gak kaya kok!" Cetus Aerlyn
"Hebat juga Lo ya! Gue juga sama kok! Masi duduk di bangku SMA. Pengalaman pertama gue buat jatuh cinta sama seseorang!" Kata Dion
"Oh ya? Siapa tu? Bole bocorin lah!" Goda Aerlyn
"Dia lugu tapi lucu! Dia tetap tegar walaupun sering dibully dan dikatain cupu sama teman-temannya! Namanya Aerlyn!" Kata Dion
Aerlyn tersedak. Secara tidak langsung Dion sudah mengungkapkan perasaannya. Aerlyn tidak bisa apa-apa selain diam. Berusaha tenang dan santai seperti biasanya.
"A-ah..ya! Bagus kalo gitu!" Aerlyn sedikit gugup
"Gue merasa kalo dia ada didepan gue! Rasanya Lo mirip banget sama dia!" Cetus Dion
Menatap tidak percaya. Apakah Dion sudah tahu kalau benar didepannya ini adalah Aerlyn yang asli? Begitu kira-kira yang dirasakan Aerlyn.
"Mirip apanya? L-lo bilang kalo dia cupu! Dia beda banget sama gue!" Keringat Aerlyn keluar saat itu juga
"Haha..bercanda! Hm..sekarang udah jam dua lho! Lo gak pulang?" Tanya Dion
"Gak! Nanti aja! Sekarang kan hari Minggu! Gue bebas pulang jam berapa!" Jawab Aerlyn santai
Sampai jam enam pagi. Cuaca masih dingin dan sejuk. Aerlyn berjalan menyusuri jalan menuju apartemennya. Sesekali tersenyum geli ketika ia mengingat pengakuan Dion tentang perasaannya kepada dirinya sendiri.
Aerlyn melihat sekitar. Ayah yang sedang berbincang serius kepada teman satu perusahaan. Aerlyn berjalan sedikit melambat berharap ayahnya tidak menyadari kehadirannya.
Tiba dikamar, Aerlyn melepaskan kontak lensanya. Mencuci wajahnya serta menggosok gigi. Tidak mandi pastinya!.
Diluar kamar, tepatnya diruang makan. Surya datang dengan wajah tak bisa ditebak. Dengan suara sedikit parau ia berkata
"Tolong ayah!"
"Apa? Ayah mau tolong apa?" Tanya Aerlyn
"Bunuh orang itu!" Tunjuknya ke rekan kerjanya
"T-tidak yah! Apa maksud ayah ingin membunuh teman ayah sendiri?" Aerlyn sedikit gemetar
"Turuti saja apa yang ayah suruh! Saat dia kekamar mandi nanti, kau harus menguncinya! Matikan saluran udara!" Cetus Surya
"Tidak ayah! Aerlyn tidak mau!" Tolak Aerlyn
"Jangan membantah! Ayah mencoba untuk membantunya! Orang-orang terpuruk seperti mereka harus segera dikirim langsung ketuhannya!" Surya menggertak
"Ah? Terpuruk? Membantu? Maksud ayah apa?" Katanya dalam hati
"Ayah harap kau bisa melakukannya!" Bisik Surya
Aerlyn berpikir sebentar, kalau saja perintah ayahnya tidak dilakukan, maka akibatnya akan buruk pada Aerlyn. Kalau saja perintah ayahnya dituruti, nyawa orang tak bersalah menjadi taruhannya.
"Dimana toilet?" Tanya orang itu
"Lewat sini!" Cetus Surya sembari memberi isyarat kepada Aerlyn untuk memulai aksinya
Aerlyn mengunci pintu kamar mandi dengan pelan-pelan, pergi kebelakang dapur yang kebetulan kosong karena ibunya pergi ke pasar bermaksud ingin mematikan saluran udara dikamar mandi agar udara disana menjadi pengap.
Aerlyn menunduk. Mendengar beberapakali bunyi ketukan pintu dari kamar mandi. Ia tahu kalau didalam sudah tidak ada udara lagi.
Sedangkan Surya, melipat kedua tangannya didepan dada. Teriakan dari rekannya menjadi alunan melodi yang menyenangkan bagi Surya. Tak terbayangkan apa yang terjadi disana. Bagaikan berada didalam air dalam waktu yang lama.
Aerlyn menangis. Suara teriakan yang semakin lama semakin melambat. Ia mati secara perlahan. Dan akhirnya tidak bergeming dimenit ke lima belas.
"Buka pintunya!" Perintah Surya
Aerlyn melakukannya. Dengan lambat, ia memutar kunci dan pintunya terbuka. Terlihat seseorang yang kaku dan tidak bernafas lagi. Surya menyeret orang itu kegudang. Dengan sebilah pisau tajam yang Surya bawa, Aerlyn hanya menatap dari luar gudang. Ia tak ingin melihat apa yang akan dilakukan ayahnya selanjutnya.
Setengah jam kemudian, Surya keluar dengan kantong besar yang ia bawa. Dalam hati Aerlyn pasti itu adalah organ dari rekannya tadi yang sudah dimutilasi.
Surya memanggil Aerlyn. Menyuruhnya untuk ikut membawa mayat dimutilasi ini untuk menghilangkan jejak kriminalnya.
Mereka berdua pergi kehutan terdalam. Dengan bensin serta korek api. Aerlyn terus menangis, tak kuat melihat apa saja yang dilakukan ayahnya.
Kantong besar tadi dibakar. Mengeluarkan aroma daging panggang yang pekat. Aerlyn memejamkan matanya, sampai apinya padam. Langkah terakhir yaitu mengubur mayat itu agar tidak diketahui orang lain.
Sepanjang jalan pulang, Aerlyn terus merasakan rasa bersalah. Nyawa orang sudah ia kembalikan kepada Tuhannya.
Tiba dirumah Aerlyn langsung memeluk ibunya menangis sejadi-jadinya sedangkan Surya langsung menuju kamar seperti tak terjadi apa-apa.
"Ada apa nak?" Tanya Essy
"Aku melenyapkan nyawa seseorang Bu!" Katanya terisak dalam pelukan sang ibu
"Tenanglah nak! Jangan menangis, semua pasti akan baik-baik saja!" Essy mengelus rambut Aerlyn
Apa lagi yang bisa dilakukan Essy. Dia hanya bisa menenangkan putrinya supaya tidak larut dalam kesedihannya.
"Jangan terlalu dipikirkan nak!" Kata Essy
"Kau tidak bersalah Aerlyn! Orang yang putus asa memang harus berakhir seperti itu!" Cetus Surya langsung
Aerlyn menatap tak suka kepada ayahnya. Berlari kekamar dengan tersendu-sendu. Menutup wajahnya menggunakan bantal. Dan membiarkan air matanya membasahi bantalnya.
"Manusia terkutuk!" Cetus Aerlyn
***
Tbc
.
.
Makasi ya😉
KAMU SEDANG MEMBACA
Hold Me [End]✓
Teen Fiction(CERITA BELUM DIREVISI) Cek n enjoy to story'😋 Yang jelas takdir gue buruk, bertemu dengan pria cacat mental dan bahkan gue harus menyebutnya sebagai ayah, yang benar saja? Hidup gue dulu berjalan baik bagai sebuah dongeng, tapi sekarang semua tera...