"Valentine?" suara merdu Biyang memanggil.
"Iya, Biyang?" jawab gue dari atas, dari kamar gue, pada Biyang, yang berada di bawah.
"Sini turun, sarapan dengan Padre."
"Alright. Wait a sec," jawab gue.
Dengan cepat gue menyemprot sedikit parfum merata ke seluruh tubuh gue, mengambil telepon genggam gue, dan membawa turun koper berat yang sudah gue kemas sejak seminggu yang lalu.
"Morning, Padre," kata gue, sambil menghampiri dan mencium pipinya. "Morning, sweetie. Seems like you're very ready to go." Gue tertawa kecil, "So ready. I'm excited!"
"Kamu sudah besar, ya, sampai harus meninggalkan aku dan Tyas," kata Padre, dengan aksen Italia nya yang masih terdengar ketika beliau berbicara menggunakan bahasa Indonesia.
-Lucas and Valentine, 2002-
"Aww, my sweet Padre. Val nggak meninggalkan Padre dan Biyang, kok. Val kan akan pulang setiap tiga bulan sekali ke Bali."
"Yah, itu benar, selama menunggu kamu pulang, aku akan ditemani si cantik," ucap Padre sembari menarik Biyang, yang sedang menuangkan kopi di gelas milik Padre kepada pangkuannya dan memeluk punggungnya. "Lucas, jangan sekarang. Ada Val dihadapanmu loh," kata Biyang lembut.
"Nanti ketika kamu pulang ke rumah, siap-siap punya adik baru, ya," kata Padre pada gue.
"Lucas!" seru Biyang, tersipu malu.
"Ih, apa sih, Biyang. Seperti kalian nggak pernah begitu saja. You guys always do that romantic thing in front of me. Val sudah terbiasa."
Padre tertawa, "tuh, dengar, sayang. Anak kita sudah terbiasa. Dia itu sudah besar, paling juga sudah punya pacar."
"-A? No. I have told you like a thousand times already, Pa. I. have. no freaking boyfriend!" kata gue menjelaskan dengan setengah kesal pada Padre, sambil memakan sepiring kecil omelette.
"I know you're lying. You must have one."
"Hell no I don't."
"You have."
"I don't."
"Whatever. Sana cepat selesaikan makanmu, lalu berangkat. Aku sudah tidak sabar berada di rumah ini hanya berdua saja dengan Biyangmu, seperti saat-saat manis sebelum kamu lahir, sebelum ada bocah cilik cerewet yang mengganggu hubungan aku dan Tyas."
"Ih, Padre. Tadi bilangnya nggak ingin Val pergi, sekarang disuruh cepat-cepat pergi."
Tin, tin. Taksi gue sudah sampai di depan rumah.
"Sudah, pergi sana. I got your mother with me. I don't need you."
"Ah, dasar Padre. Biyang, Biyang sedih kan Val pergi? Nggak seperti bapak tua itu," kata gue pada Biyang.
Biyang tertawa, "Iya, sayang. Jaga dirimu baik-baik, ya. Pastikan kamu selalu hati-hati. Jangan sembrono. Belajar yang rajin, jangan malas. Carilah lingkungan bersosialisasi kamu yang baik," kata Biyang, menasihati gue yang sudah berdiri di depan pintu, dengan koper hitam di tangan. "Iya, siap!" jawab gue, Biyang lalu tersenyum dan memeluk gue.
Tyas Ayu (Biyang)
"Pa! Yakin nggak mau beri pesan apapun pada anak Padre satu-satunya ini?" kata gue.
"Oh, cari pacar yang benar, ya!" kata Padre dari meja makan, sambil memakan roti. Bisa diterjemahkan : Iya, anakku satu-satunya yang cantik dan baik hati, hati-hati di sana ya, jaga dirimu.
"Hehe. Okay, Pa! Hate you!"
"Hate you too, bocah."
"See you soon, Biyang. Baik-baik ya, di rumah dengan Padre," kata gue pada Biyang.
Biyang tertawa kecil, "Iya, sayang. Hati-hati."
Gue melambaikan tangan sembari masuk ke dalam taksi.
Satu menit, dua menit, sepuluh menit, sekian menit.
Ahkirnya, gue sampai.
I Gusti Ngurah Rai International Airport, Bali.
Tujuan gue?
Soekarno-Hatta International Airport, Jakarta.
Masih pendek, tau kok :'). Lama-lama nggak kok, hehe. Jadi baca terus, ya! 💘
KAMU SEDANG MEMBACA
can a player fall in love?
RomanceIni adalah cerita tentang seorang playboy, si ganteng. Sebut dia predator cinta terbaik. Semua tentang dirinya- sempurna. Informasi penting : dia itu adiktif. Lo nggak akan bisa lepas dari lekat tatapan matanya. Lo nggak akan bisa mengedip setelah...