☡ Warning : Mature Content
Zac's POV.
"Lo terlihat cantik."
Seriously, Zac?
'Terlihat cantik'. Frase ini seolah menghina. Jelas-jelas yang dilihat mata lo itu jauh dari sekadar 'terlihat cantik'.
Oke. Mau tahu apa yang gue pikirkan?
Goddess.
She's a damn goddess. Berdiri di depan gue, memancarkan kulit mulusnya yang bersinar bersama dengan cahaya redup dari sunset pantai, menciptakan warna oranye yang sangat eksotis.
"Ah, ehm... mm, makasih?" katanya menyengir malu sambil menyelipkan beberapa rambutnya ke belakang telinga.
Astaga. Nggak pernah gue lihat dia semalu ini karena pujian gue. Biasanya, dia akan menanggapi dengan acuh tak acuh, mengira gue hanya sedang kumat menggombal. Ada apa dengan hari ini? Oh ya, ada apa juga dengan perkataannya di tengah laut ketika dia berkata bahwa dia senang bersama dengan gue?
Oh please. Zac, jangan mulai. Jangan berharap ketinggian, atau lo akan terhantam keras terhadap tanah. Lo tahu persis itu.
"Itu apa?" katanya yang sudah duduk di atas kayu persis di sebelah gue sambil menunjuk pada tusukan-tusukan berisi marshmallow dan udang yang sudah siap dibakar. "Oh. Makanan. Are you hungry?" tanya gue sambil mengambil salah satu tusukan dan mendekatkannya ke api. Dia mengangguk sambil menatap gue polos, "Sangat."
Please deh, Val. Gue mohon, jangan bilang begitu sambil menatap gue, lo nggak tahu kalau lo sedang memberikan pesan penuh keambiguan.
Gue menatapnya duduk dengan anggunnya seperti diberi kecupan dari sinar senja matahari. Rambut bergelombang kecoklatannya yang jatuh secara alamiah berantakan akibat udara asin dari laut itu justru membuatnya sangat memikat. Rambut yang dikesampingkan olehnya itu, membuat leher dan lekuk tulangnya terpampang jelas, memperlihatkan beberapa tahi lalat yang manis. Perut kencangnya, menarik pusar yang seharusnya berbentuk bulat menjadi bentuk tetesan air akibat ditarik oleh otot-otot samar yang terbentuk dari hasil hobinya berpush-up sampai seratus kali dan berlari di atas treadmill itu.
Belum sampai di situ. Gue melirik kaki panjang dan rampingnya itu. Paha mulusnya, goddamn it. Enyahlah, wahai setan yang berusaha mendominasi pikiran gue.
"Zac."
"Hm?" gue tetap memandanginya dengan lekat. Demi apapun, gue sangat ingin menghentikan eksplorasi jahil mata gue pada tubuhnya itu, tapi dia melekatkan pandangan gue dengan sangat erat bagaikan lem tikus yang pada gambar bungkusnya dapat menangkap seekor gajah dengan kuat.
Sudah sejak lama gue tahu kalau anak ini cantik. Bahkan dengan memakai outfit favoritnya-- kaos kedodoran dengan ukuran bapak-bapak dan celana pendek yang tenggelam ditutupi kaos itu, dan dengan sepatu super macho, ya, sepatu basket yang tingginya sampai di atas mata kaki, dia masih terlihat sangat cantik.
KAMU SEDANG MEMBACA
can a player fall in love?
Storie d'amoreIni adalah cerita tentang seorang playboy, si ganteng. Sebut dia predator cinta terbaik. Semua tentang dirinya- sempurna. Informasi penting : dia itu adiktif. Lo nggak akan bisa lepas dari lekat tatapan matanya. Lo nggak akan bisa mengedip setelah...