34 : Progress

714 46 2
                                    

"Nggak, kok," katanya menggeleng, "selalu cantik. Malah tambah cantik setiap hari."

"Duh, tinggal kebiasaan gombal lo nih yang belum sembuh," kata gue tertawa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Duh, tinggal kebiasaan gombal lo nih yang belum sembuh," kata gue tertawa. Dia mengangkat sebelah alisnya, "Gue serius, kok."

"Pff, apa kata lo, deh. Omong-omong, gimana, tidurnya nyenyak semalam?" tanya gue. Dia menekukkan bibirnya dan menggeleng perlahan.

Gue menertawainya, "Kenapa? Insomnia, ya? Kebiasaan nge-dugem, sih, lo."

"Bukan," jawabnya, "bukan karena itu." Gue menatapnya bingung, "Terus?"

Mendengar gue bertanya, dia tertawa pelan lalu mengalihkan pandangannya, "You see, gue nggak begitu bisa berhenti memikirkan lo, setelah- well, setelah kejadian semalam."

"Oh! Apa lo jadi jantungan?" tanya gue, siapa tahu dia merasakan hal yang sama. "Hm? Y-ya, begitulah," jawabnya. Dalam hati, gue lega. Ternyata yang gue rasakan ini hanyalah semacam efek samping dari ciuman itu, karena dia juga merasakannya. Berarti ini adalah hal yang normal, bukan penyakit. Ahaha, gue nggak tahu kalau ada efek samping dari ciuman, ini aneh banget. Gue menyengir dan tertawa, "Iya, gue juga."

Mendengarnya, dia terdiam menatap gue, sorot matanya seperti terkejut. "Lo apa?" tanya dia lagi. "Kenapa bingung?" kata gue, "sama seperti lo, gue jadi jantungan, bukankah itu efek samping dari ciuman?"

"...Oh, ehm," dia masih menatap gue terpaku, "sepertinya, sepertinya begitu."

Okay, this is awkward.

"Are you really cool with it, though? No hard feelings?" kata dia tiba-tiba, menanyakan apakah gue santai saja dengan kelakuan dia mencium gue kemarin. "Oh, nggak. Tenang saja, gue sudah nggak akan marah seperti yang waktu itu, kok. Kali ini gue bisa memaklumi, lo kan masih dalam proses perbaikan diri. Gue paham sepenuhnya, jadi gue nggak akan menganggap itu sebuah beban."

"Oke," katanya tertawa. Lalu tiba-tiba muncul seringai jahilnya yang sudah lama nggak muncul itu, "Terlepas dari itu, coba ngaku, gimana rasanya ciuman gue? Enak, kan?"

"Nggak enak," jawab gue menggeleng. Dia terkesiap sambil memasang muka nggak terima, "Kok bisa?! Lo pasti bohong."

Pff, ya iyalah bohong.

"Nggak, lo-nya yang memang payah," kata gue. "Wah," dia berdecak-decak, "keterlaluan. Nggak terima gue, harus diulang, sampai lo bisa merasakan."

"Diulang?" seru gue bergidik, "oke deh, boleh diulang, tapi bayar!"

"Yah, kok gitu?" katanya nggak terima, "ayolah, bibir lo itu terlalu cantik buat nggak dicium."

"Ugh, dasar buaya mesum!" gue menjambak rambutnya dan ia tertawa.

"Omong-omong, lo jadi first kiss gue, dong?" kata gue baru menyadarinya. "Oh ya?" dia lalu menekukkan bibir, "yah, gue jadi kasihan dengan pacar masa depan lo." Gue memandangnya bingung, "Kenapa?"

can a player fall in love?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang