42 : Disport

710 44 3
                                    

Val's POV

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Val's POV.

"Apa yang lo takutkan?"

Untuk sesaat gue terdiam, lalu menghela nafas, "Gue juga nggak tahu. Yang pasti, entah kenapa gue senang banget, Zac. Tapi semakin gue senang, semakin gue takut."

"Oke, kalau begitu, apa yang buat lo senang?"

"Jangan tanya. Sumpah, gue sendiri juga bingung banget sama apa yang gue rasakan. Kenapa gue senang, kenapa gue takut. Ini aneh banget buat gue, demi apapun."

"Hm, apa mungkin lo takut kalau-kalau lo nggak akan merasa sesenang ini lagi?"

Gue terdiam, sedang mencerna pertanyaannya.

Bukan. Bukan karena itu.

"Gimana menjelaskannya, ya? Ehm, mungkin, lebih seperti ketika lo main ke club, minum alkohol dan merasa bahagia, tapi lo tahu persis lo nggak boleh melakukan itu, jadi lo takut. Sama seperti ini, sesuatu- entah apa, seperti mengatakan pada gue bahwa rasa bahagia ini terlarang, bahwa nggak semestinya gue merasa seperti ini."

Dia menatap gue tanpa ekspresi, gue yakin dia nggak bisa relate dengan perasaan aneh gue ini.

"Ahahah, lo masih nggak bisa paham, ya? Nggak apa kok, nggak usah dipaksa-"

Masih dalam posisi berbaring, dia tiba-tiba memeluk kepala gue ke dalam dekapannya, "Val, apapun rasa takut yang lo rasakan, hilangkan itu. Nggak semestinya kebahagiaan itu dilarang. Jadi, nggak usah khawatir dan tetaplah bahagia. Can you do that?"

"Uhm... ya," kata gue lirih, dan membalas pelukannya. Memang sudah terbukti, anak ini-lah yang paling bisa menenangkan gue atas segala beban pikiran dan kegelisahan di dalam diri gue.

"Mau ikut gue ahkir pekan ini?" tanya dia tiba-tiba.

"Ke mana?" tanya gue.

"Mau atau nggak? Yang pasti lo akan gue bawa ke tempat yang akan meringankan beban hati lo, kita cuma akan bersenang-senang di sana."

"Yah, terserah lo deh," kata gue sok nggak tertarik. Padahal gue tahu persis, ketika dia bilang begitu, dia akan melakukan suatu yang benar-benar membuat mood gue kembali ceria. "Omong-omong, lo peluk gue begini bikin gue ngantuk," kata gue sedikit tergelak.

Dia ikutan tertawa, "Iya lah, sekarang juga sudah jam dua pagi. Mau gue nina bobo-in? Dijamin bisa langsung tidur kayak dihipnotis."

"Lo kata gue bayi, hah? Nggak, makasih. Cukup lo diam saja, jangan bergerak. Awas saja kalau tangan lo bergerak lebih dari ini. Gue bunuh."

"Bohong, lo nggak mungkin bunuh gue," kata dia mengusik gue, "lo kan sayang sama gue."

"Ap-? Idih! Geli banget," kata gue bergidik.

can a player fall in love?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang