Val menghentikan ucapannya ketika melihat sosok yang sedang duduk di sebelahnya sekarang. Matanya terbelalak tak percaya.
"----Zac?"
Orang itu menghela tawa pelan sambil tersenyum. "Hai, Val."
Segera Val menghapus seluruh air mata yang telah membasahi dan merusak parasnya itu, "Lo kenapa ada di sini?"
"Kayak biasa, olahraga." Jawabnya santai, memandang Val dengan tatapan ringan, "Lo sendiri? Kenapa nangis... di sini?" katanya setengah tergelak.
Val menyeka hidung buntunya itu dengan tisu, "Bukan apa-apa kok, emm, masalah kecil, lah. Ke sini buat pelampiasan," katanya tergelak kecil.
Zac mengangguk-anggukkan kepalanya dengan senyum khasnya itu yang sangat mematikan bagi jantung Val. Sampai-sampai ia tak berani menatapnya langsung, atau segala perasaan rahasianya akan ketahuan lewat gerak-gerik salah tingkahnya.
"Gimana kabar lo selama hampir dua tahun ini?" tanyanya tersenyum dengan lesung tipis pipinya itu. "Selain masalah kecil itu, semua oke-oke aja?"
"Iya," kata Val ikut tergelak. Susah untuk tidak tersenyum setelah merasakan kehangatan darinya walau hanya lewat senyuman. Dia benar-benar pembawa kebahagiaan. "Lo gimana, baik-baik aja sama Maddie? Maaf tadi waktu di perpus gue cabut kecepetan, ada urusan soalnya."
"Nggak apa-apa. Iya, begitulah, baik-baik aja. Tadi kebetulan gue lagi temenin dia nyari buku buat kuliahnya, eh malah ketemu lo. Haha."
"Terus dia ke mana? Lo sendirian ke sini?"
Dia tergelak pelan. "Ya iya, lah. Diam-diam, malah."
"Loh, kenapa?"
"Dia nggak begitu suka gue nge-gym. Katanya sih, nanti nggak bisa kiss kalau sampai bibir gue lebam," dia tergelak kecil seolah menertawakan sikap imut pacarnya itu, "ya gue sih bodo amat, lo tahu lah bandelnya gue kayak apa."
"Ye dasar," Val mendorong kepalanya ringan, "jangan gitu dong, punya pacar tuh diturutin." Zac tergelak kecil.
Benar-benar, dasar magnet. Bisa-bisa Val melakukan hal yang lebih parah lagi kalau terus-terusan berada di sini.
"Lo sendiri gimana? Masih sama Kenny, kan?"
Barusan putus. Jawabnya dalam hati. Tapi tidak, tak mungkin dia bilang begitu setelah mendengar hubungannya dengan Maddie yang masih baik-baik saja. Apalagi setelah kejadian dirinya menangis. Dia tidak mau dikasihani. "Hm-mm, masih kok."
Zac mengangguk, lalu menatap langsung pada matanya.
"Baik-baik aja kan?"
Untuk beberapa detik, Val sempat diam terpaku. Tapi ia kemudian mengangguk kecil.
Tak bisa dipungkiri, dia benar-benar masih sangat terikat dengan matanya yang indah itu. Dia masih sangat jatuh cinta.
Zac tersenyum.
"Oke," katanya meraih telapak tangan Val, berdiri, lalu menggenggamnya di udara sambil menggerak-gerakannya sedikit, "baik-baik ya. Gue izin pulang dulu. Disuruh Hailey jangan pulang terlalu malam, soalnya."
Val mengangguk sambil menengadah.
Dengan tetap tersenyum, Zac melepaskan tangannya. "Jangan nangis terus. Lo beruntung, kebetulan hari ini gue lagi iseng-iseng datang ke tempat gym umum, biasanya kan pakai gym di rumah. Nggak tahunya gue ketemu lo. Pas banget lagi, lo dalam keadaan membutuhkan." Katanya menghela tawa pelan.
Val tertawa sedikit, lalu mengangguk lagi.
"Ya udah. Dadah, Val." Katanya melambaikan tangan.
"Iya, dah." Katanya balas melambai, sembari memandang punggung bidangnya itu pergi.
KAMU SEDANG MEMBACA
can a player fall in love?
RomanceIni adalah cerita tentang seorang playboy, si ganteng. Sebut dia predator cinta terbaik. Semua tentang dirinya- sempurna. Informasi penting : dia itu adiktif. Lo nggak akan bisa lepas dari lekat tatapan matanya. Lo nggak akan bisa mengedip setelah...