"Stop it. Please. Berhenti bilang kalau gue ketergantugan dengan lo. Gue nggak kecanduan, oke? Lo bukan narkoba, for goodness sake." Gue menghela nafas. "Lo lebih dari itu."
"Pft."
Gue menoleh ke arahnya bingung.
"Did you just laughed?"
Dia tergelak manis mengangkat sebelah alisnya, "Masa? Gue lebih dari itu?" katanya lalu mendekatkan muka sampai menyentuh hidung gue dengan hidungnya. "Kenapa, lo mulai suka sama gue?"
Gue menatap jenuh pada matanya yang sedang berada sangat dekat dengan muka gue dan sedang menatap gue sambil tersenyum menggoda.
Gue dorong mukanya menjauh. "Nggak usah ngarep."
Dia tertawa manis.
Lalu menatap gue senyum-senyum tanpa mengucapkan apapun.
"Apa lo lihat-lihat?" kata gue ketus.
Dia mengangkat sudut bibirnya tersenyum, mendekatkan muka dan mencium pipi di depan telinga gue untuk waktu yang cukup lama, berbisik pelan. "You have no idea how much I love you."
Degup. Degup sialan.
"Mengalahkan cinta gue pada lo?" Kata gue tersenyum jahil.
Dia terkekeh. "Dasar kejam."
Gue menyentuh bibirnya dengan jari gue, menggodanya. "Teruslah berlutut mendewakanku, wahai Pemuja."
Dia menatap gue seperti sedang berusaha untuk tidak terhipnotis. Dia menatap ujung-ujung muka gue, lalu membelai lembut rambut bagian depan gue, menyelipkannya ke belakang telinga. "Iya, lo itu memang dewi di mata gue."
Senjata makan tuan.
"Dewi yang kehilangan akal waktu diterkam buaya." Dia tergelak mengejek.
"Ah sialan!" gue mendorong mukanya malu. Dia tertawa, "Dewi yang sampai teriak manggil nama--"
"Hmp!"
Gue membungkam mulutnya.
Dengan bibir.
Karena pakai tangan sudah terlalu mainstream.
"Pemuja, tolong diam. Kalau tidak, dewimu akan marah." Bisik gue di telinganya setelah melepaskan bibir darinya.
Dia menarik nafas sambil memejamkan matanya, bertingkah seolah sedang berusaha menahan dirinya.
Mangsanya telah berubah total jadi seorang rubah penggoda. Mungkin itu yang ada di benaknya sekarang.
Sama sekali nggak berniat berhenti, gue mengelus pipinya, "Maafin tingkah laku gue. Gue sedang melampiaskan diri-- setelah apa yang terjadi." Gue menghela nafas dan mendekatkan muka, berbisik tepat di depan bibirnya, "Cuma lo yang bisa menenangkan gue, Pemuj--"
"Stop." Dia menggenggam pergelangan tangan gue tanpa menjauhkan mukanya satu milimeter pun dari bibir gue. "Gue lebih suka panggilan lo yang seperti biasanya."
Gue tersenyum kecil. "Mm. Buaya?"
Dia nggak merubah raut mukanya, justru menjatuhkan tatapannya dari mata ke bibir gue.
"Kenapa, ingin mencicipinya?" bisik gue menyeringai.
Dia menggeleng, tapi nggak memindahkan tatapannya sama sekali. "Sekali saja gue lakukan itu, akan ada kejadian yang lebih parah dibanding yang kita berdua lakukan di kamar mandi."
"Nggak akan, tenang saja."
"Lihat, Val. Kita sedang berada di kamar hotel berdua jam tiga subuh." Katanya memperjelas situasi.
KAMU SEDANG MEMBACA
can a player fall in love?
RomanceIni adalah cerita tentang seorang playboy, si ganteng. Sebut dia predator cinta terbaik. Semua tentang dirinya- sempurna. Informasi penting : dia itu adiktif. Lo nggak akan bisa lepas dari lekat tatapan matanya. Lo nggak akan bisa mengedip setelah...